tirto.id - Ketua Fraksi PKS di DPR, Jazuli Juwaini menilai Ramadan 2017 menjadi momentum untuk memperkuat kebangsaan. Hal ini dikarenakan terdapat dua peristiwa penting dalam Ramadan tahun ini, yaitu: hari lahir Pancasila dan 9 Ramadan dalam kalender Hijriah sebagai proklamasi kemerdekaan Indonesia.
“9 Ramadan di tahun 1945 adalah detik-detik persiapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Ini membawa pesan bahwa bangsa ini lahir atau merdeka, pada bulan yang mulia, saat Proklamator dan pendiri bangsa lainya yang beragama Islam sedang berpuasa,” kata Jazuli, di Jakarta, Minggu (4/6/2017).
Menurut dia, menjadikan Ramadan sebagai sarana perkuat rasa kebangsaan karena masyarakat merasakan kondisi kebangsaan akhir-akhir ini sedang tidak harmonis. Hal ini, menurut dia, dapat dilihat dari sesama masyarakat bangsa Indonesia saling serang pendapat, banyak fitnah bertebaran, hingga ujaran kebencian, terutama di media sosial.
"Momentum ini juga tepat karena kita baru saja merayakan Hari Pancasila pada 1 Juni. Dalam pandangan saya, momentum ini kalau dirangkai menjadi kalimat sebagai berikut, bangsa Indonesia memilih merdeka dengan menjadikan Pancasila sebagai ideologi pemersatu," ujarnya.
Politisi yang juga anggota Komisi I DPR ini mengajak masyarakat hentikan mempertajam perbedaan, mengeluarkan pernyataan-pernyataan agresif dan provokatif kepada sesama anak bangsa. Apalagi sampai saling mengungkapkan ujaran kebencian, caci maki, dan fitnah.
Dia menegaskan tidak perlu saling mengklaim paling NKRI, paling Pancasilais, paling bineka sambil menunjuk saudara sebangsa lainnya anti-NKRI, anti-Pancasila, atau antikebinekaan.
"Sebaliknya, kepada sesama warga bangsa mari kita bersikap asertif, berlapang dada, saling memahami, merangkul, menjaga kebersamaan hingga akhirnya bisa saling bekerja sama, bersinergi dan gotong royong untuk kemajuan Indonesia," katanya.
Selain itu, Jazuli juga meminta Presiden dan pemerintah agar menjaga harmonisasi dalam masyarakat dengan mengedepankan kebijakan yang berkeadilan, persuasif tidak represif, dan dialogis, serta tidak menunjukkan keberpihakan pada satu kelompok sambil menegasikan kelompok masyarakat yang lain.
Menurut dia, bangsa Indonesia terlalu besar untuk dikelola sendirian atau beberapa kelompok saja namun harus dikelola secara bersama-sama oleh segenap rakyatnya dari latar belakang apapun dia berasal.
"Menjadi tanggung jawab bersama untuk menjadikan Pancasila sebagai pemersatu, bukan tembok pemisah atau pemecah belah. Tidak boleh ada yang merasa teralienasi dari Pancasila, di saat sebagian lainnya merasa paling Pancasilais," katanya.
Dia mengingatkan intisari Pancasila yang diungkapkan Presiden pertama RI Soekarno, kalau Pancasila diperas menjadi hanya satu sila saja yaitu gotong royong.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz