tirto.id - Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Iwan Ariawan menyarankan agar jemaah haji Indonesia tahun 1443 Hijriah (H) atau 2022 Masehi (M) yang sudah tiba di Tanah Air dari Arab Saudi seusai menjalankan ibadah haji, tidak perlu dikarantina.
“Tidak perlu karantina, yang perlu entry test [atau tes COVID-19 di pintu masuk internasional untuk] seluruh jamaah,” kata dia kepada Tirto, Rabu (20/7/2022) sore.
Iwan menyebut perlu ada pemeriksaan tes COVID-19 antigen atau polymerase chain reaction (PCR) untuk jemaah haji yang tiba di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mencegah makin banyaknya subvarian Omicron B.2.75 atau Centaur.
“Yang positif COVID-19 dilakukan isolasi. Juga dilakukan pemeriksaan WGS [whole genome sequencing] untuk mengetahui varian virusnya,” ujar dia.
Adapun Epidemiolog FKM UI lainnya, Pandu Riono mengusulkan perlu adanya karantina bagi jemaah haji Indonesia. Namun ini hanya untuk memastikan negatif COVID-19 saja.
“Karantina untuk memastikan negatif saja, begitu hasil tes negatif dan sudah di-booster [mendapatkan dosis ketiga vaksinasi COVID-19] boleh pulang,” tutur dia kepada Tirto, Rabu (20/7/2022) sore.
Sementara itu, Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman menganjurkan untuk melakukan tes COVID-19 terhadap setiap jemaah haji Indonesia sejak 48 jam pertama tiba di Tanah Air. Dia juga menyebut bahwa setiap jemaah haji berpotensi terpapar COVID-19.
“Dan dalam hal ini saya kira sangat dianjurkan untuk tes PCR. Dan bila hasilnya negatif, maka yang bersangkutan bisa pulang ke rumahnya dengan meneruskan karantina di rumah,” ucap dia saat dihubungi Tirto pada Rabu (20/7/2022) sore.
Dicky menuturkan, para jemaah haji tersebut bisa melakukan karantina mandiri di rumah 5-7 hari ke depan dengan sistem pelaporan mandiri melalui aplikasi. Misalnya lewat aplikasi PeduliLindungi.
“Dan pastikan bahwa jemaah itu memang sudah mendapatkan tiga dosis, baru dia bisa karantina mandiri. Kalau tidak, ya harus dia mendapatkan dosis ketiga,” kata dia.
Artinya, lanjut Dicky, bila ada jemaah haji Indonesia yang belum mendapatkan booster, sebaiknya di tempat debarkasi atau kedatangan jemaah itu bisa diberikan.
“Meskipun dalam 48 jam pertama itu negatif hasil PCR test-nya, tapi di dalam satu pesawatnya itu ada yang positif, nah ini yang tentunya harus ada mekanisme di mana yang bersangkutan atau satu rombongan itu harus dipantau dulu setidaknya 3 hari misalnya,” tambah dia.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri