tirto.id - Kasus peretasan laman situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang diduga dilakukan oleh AA, (19) pemuda asal Payakumbuh, akhirnya diselesaikan melalui jalur damai.
Hal tersebut menyusul pencabutan tuntutan oleh KPU RI dan keputusan pihak kepolisian untuk menghentikan penyidikan perkara terhadap AA.
Sebelumnya, AA ditangkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dan Satuan Reserse Kriminal Polres Payakumbuh di Perwakilan, Senin (22/4/2019), dan ditetapkan sebagai tersangka dengan wajib lapor dua kali dalam seminggu.
Setelah bebas, kuasa hukum AA, Bunga Siagian, mendesak agar pengadilan melakukan penetapan untuk pemulihan nama baik AA agar stigma dan predikat buruk akibat pemberitaan di media massa terhadap kliennya dapat dihilangkan.
"Selanjutnya kita akan meminta penetapan pengadilan untuk mengembalikan nama baik AA, karena ia punya hak untuk dilupakan (the right to be forgotten) atas informasi yang tidak relevan lagi tentang dirinya,” kata Bunga, lewat rilisnya yang diterima wartawan Tirto, Minggu (22/9/2019) malam.
Awaludin Marwan selaku Direktur Eksekutif The Institute for Digital Law and Society (Tordillas), kantor hukum yang memberi bantuan hukum untuk AA, menjelaskan awalnya AA merupakan remaja asal Payakumbuh yang memiliki kemampuan teknologi digitalnya yang bagus.
"Meski tidak belajar di bangku kuliah, ia telah diakui oleh sejumlah perusahaan multi-nasional teknologi digital dan anti-virus karena menemukan kelemahan (vulnerability) dan membuat laporan dengan baik. Ia pun mematuhi pakem sebagai ethical hacker atau peretas topi putih," kata Awaludin lewat pesan singkat yang diterima wartawan Tirto.
Dengan keahliannya itu, kata Awaludin, pada April 2019 lalu, AA menguji keamanan sistem elektronik Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) dan menemukan celah. AA juga melaporkan celah tersebut ke Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Namun, ternyata terjadi kesalahpahaman sehingga AA ditindak karena tuduhan tindak pidana akses ilegal UU ITE, dengan Nomor LP/B/392/IV/2019/Bareskrim, tertanggal 19 April. Pada tanggal 22 April 2019, Mabes Polri menangkap AA di Padang dan menerbangkannya ke Jakarta.
Awaludin mengatakan AA pun selanjutnya dinyatakan sebagai tersangka atas percobaan melakukan Illegal Access terhadap website KPU RI dan melanggar Pasal 33 dan atau Pasal 51 ayat (2) Pasal 36 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Perlakuan kepolisian cukup baik dan profesional. Dalam memeriksa AA. AA ditetapkan sebagai tersangka dan melakukan wajib lapor 2 kali seminggu, yaitu setiap hari Senin dan Kamis," katanya.
"Padahal, sebelumnya AA banyak mendapat penghargaan sertifikat sebagaimana yang telah ia peroleh dari berbagai instansi seperti SQL Injection Challenge Kominfo, sertifikat AVIRA vulnerabilities, sertifikat Responsible Disclosure dari McAfee, dan sertifikat Bug Report Vulnerability Tokopedia," lanjut Awaludin.
Lantaran itu dirinya dan pengacara Bunga Siagian berupaya membantu AA untuk menyelesaikan permasalahan ini di luar jalur litigasi karena meyakini bahwa ini bukanlah masalah hukum, apalagi pidana. Awaludin mengatakan bahwa AA tidak ada niat untuk melakukan pelanggaran hukum, justru ingin membantu penguatan sistem keamanan KPU RI.
Setelah beberapa kali pertemuan dengan pihak KPU RI, tindakan AA pun dimengerti dan penyidikan terhadap kasus ini tidak lagi dilanjutkan. Mabes Polri memutuskan untuk menghentikan perkara AA dan mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara No. SPPP/ 118.A/ VIII/ 2019/ Dittipidsiber tertanggal 26 Agustus 2019. Barang bukti yang sempat disita pun dikembalikan kepada AA.
"Tapi baru Kamis (19/9/2019) kemarin kami mengambil barang bukti laktop dan modem, alat kerja AA yg sebelumnya diperiksa," katanya.
“AA sebenarnya pemuda dengan talenta teknologi digital yang perlu didorong untuk memperkuat sistem keamanan siber. Kita butuh pembaruan hukum untuk mengakomodir niat baik dia," lanjutnya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Hendra Friana