tirto.id - Mantan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko dilaporkan ke Bareskrim Polri pada hari ini. Pelapor dalam kasus ini adalah Humisar Sahala.
Humisar menganggap Soenarko berencana mengarahkan massa untuk mengepung Istana Negara dan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada aksi 22 Mei atau saat pengumuman hal Pemilu 2019.
Dasar pelaporan itu adalah video rekaman pernyataan Soenarko berdurasi 2,5 menit yang tersebar di media sosial.
"Pernyataan yang meresahkan ialah memerintahkan kepung KPU dan Istana, serta menyatakan seakan-akan polisi akan bertindak keras, tentara tidak, dan provokasi [dengan menyebut] tentara pangkat tinggi sudah bisa dibeli,” kata Humisar Sahala di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta pada Senin (20/5/2019).
Humisar menambahkan pernyataan Soenarko meresahkan masyarakat dan patut diduga bertujuan mengadu domba pemerintah dengan warga.
"Sebagai purnawirawan TNI tidak sepatutnya dia mengarahkan demikian," kata Humisar.
Soenarko dilaporkan atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 110 juncto Pasal 108 KUHP dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 163 bis juncto Pasal 416 ihwal keamanan negara atau makar.
Laporan itu terdaftar dalam nomor polisi LP/B/0489/V/2019/Bareskrim bertanggal 20 Mei 2019.
Dalam video yang tersebar di media sosial, pria yang diduga sebagai Soenarko mengenakan kemeja merah marun bergaris vertikal hitam dan berdialog dengan ibu-ibu yang hadir di sana.
Di video itu, Soenarko menyatakan: "Kalau tanggal 22 diumumkan Jokowi menang, kita lakukan tutup dahulu KPU, mungkin ada yang tutup Istana dengan Senayan. Tapi dalam jumlah besar. Kalau jumlah besar, polisi juga bingung. Kalau tentara, yakin dia tidak akan bertindak keras."
Video itu memperlihatkan ada 5 perempuan dan 2 pria yang mendengarkan pernyataan Soenarko. Belum diketahui kapan waktu dan lokasi pengambilan video, perekam maupun penyebar video.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Addi M Idhom