tirto.id - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan, angka inflasi sampai akhir 2022 akan bergantung pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Menurutnya, dengan kenaikan harga BBM sebesar 10 persen, inflasi bisa bertambah 1,2 persen secara tahunan.
"Sehingga kalau naiknya harga BBM sampai 30 persen, ini akan bisa mendorong inflasi sampai tiga persenan," ujarnya dikutip Antara, Jakarta, Jumat (2/9/2022).
Faisal memperkirakan, harga BBM pun bisa menambah inflasi sepanjang 2022 hingga 3,6 persen sehingga inflasi bisa mencapai 7 hingga 9 persen di akhir 2022.
Apabila tidak ada kenaikan harga BBM, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, inflasi di September dan Oktober diprediksi akan lebih rendah dibandingkan bulan-bulan lain.
"Karena setiap tahun, inflasi paling tinggi itu di momen Lebaran, di tahun ini ada di pertengahan tahun yakni Juni. Inflasi di akhir tahun di antara Natal dan tahun baru juga tinggi. Inflasi di antara kedua momentum itu relatif rendah, tapi paling rendah September dan Oktober karena tidak ada faktor yang mendorong kenaikan inflasi," katanya.
Hal ini sebagaimana ketika terjadi panen raya di Maret dan April, sehingga harga pangan seperti beras relatif rendah.
Sementara, pada Agustus 2022 terjadi deflasi 0,21 persen secara bulanan karena pada Juli 2022 inflasi juga cukup tinggi sebesar 0,61 persen.
"Deflasi Agustus memang agak di luar kebiasaan, yang juga disebabkan di Juli, ada inflasi tinggi di luar kebiasaan, karena kenaikan harga pangan seperti cabai dan bawang akibat faktor suplai," katanya.