Menuju konten utama

Ekonom Pesimistis Penerapan Kebijakan B20 Bisa Segera Tekan Defisit

Penerapan kebijakan B20 untuk PSO dan non-PSO dinilai sulit terlaksana secara maksimal dalam waktu dekat.

Ekonom Pesimistis Penerapan Kebijakan B20 Bisa Segera Tekan Defisit
Petugas memeriksa mesin saat mengisi BBM jenis solar ke kapal nelayan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Tegal, Jawa Tengah, Senin (15/5/2017). ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah.

tirto.id - Kebijakan kewajiban penggunaan biodiesel 20 persen (B20) untuk menekan penggunaan solar impor dinilai belum tentu bisa segera menekan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang terus membengkak.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara berpendapat langkah pemerintah memperluas ketentuan B20 tak hanya untuk Publik Service Obligation (PSO), tapi juga non-PSO, baru bisa menekan defisit transaksi berjalan secara jangka panjang.

Bhima menjelaskan regulasi mengenai perluasan penggunaan B20 mungkin dapat mudah dibuat, tapi secara teknis penerapannya belum tentu bisa terlaksana maksimal secara cepat.

"B20 harus diapresiasi strateginya, tapi bagaimana dari level teknis? Enggak semua kendaraan bisa jalan dengan minyak sawit," ujar Bhima di Jakarta, pada Selasa (28/8/2018).

Selain itu, untuk penerapan penuh B20, pemerintah harus memberikan stimulus jauh-jauh hari berupa insentif fiskal kepada industri yang terdampak ketentuan itu. Penerapan sanksi saja, kata Bhima, belum tentu efektif.

Saat ini, pemerintah menetapkan denda sebesar Rp6 ribu per liter, perusahaan penyalur BBM solar tidak menerapkan aturan B20 per 1 September 2018.

"Ada sanksi tegas, tapi di sisi lain industri harus diperhatikan. Seperti industri otomotif dan alat berat, itu harus diberi insentif sehingga produk-produk baru yang keluar dari showroom itu sudah adaptif dengan B20. Nah ini, yang saya kira long term [jangka panjang]," kata Bhima.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit perdagangan sejak Januari hingga Juni 2018 mencapai USD1,02 miliar. Desifit transaksi berjalan pun telah tembus 3 persen terhadap PDB atau USD8,0 miliar pada triwulan II 2018. Angka itu melampaui defisit triwulan sebelumnya, yakni USD5,7 miliar atau 2,2 persen terhadap PDB.

Presiden Joko Widodo pernah menyatakan penerapan kebijakan B20 diharapkan menghemat devisa USD5,9 miliar dengan asumsi harga minyak USD70 per barel.

Pada 15 Agustus 2018, diterbitkan Perpres Nomor 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 Tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Perpres ini memerintahkan perluasan penerapan B20, tak hanya untuk sektor Publik Service Obligation (PSO), tapi juga non-PSO.

Baca juga artikel terkait BIODIESEL atau tulisan lainnya

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca & Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom