tirto.id - Ekonom dari PT Bank Central Asia Tbk (BCA), David Sumual, menilai masyarakat Indonesia masih tetap membutuhkan keberadaan kantor cabang bank. Adapun kebutuhan yang mampu dipenuhi oleh kantor cabang tersebut merupakan transaksi dalam jumlah yang besar hingga layanan pembukaan rekening.
David tidak menampik apabila dalam 3-4 tahun terakhir, bank cenderung berhati-hati dalam membuka kantor cabang bank. Menurut David, meski dari segi nilai transaksinya relatif besar, namun volume transaksinya jelas menurun.
“Sekarang kan banyak nasabah yang menggunakan gadget, sudah bisa lewat ATM atau layanan digital. Bank-bank juga mulai mengembangkan fintech,” kata David kepada Tirto pada Selasa (21/8/2018).
Oleh karena faktor masyarakat yang lebih melek digital itulah, yang kemudian memengaruhi keputusan nasabah dalam melakukan transaksi di kantor cabang.
Dengan demikian, kantor cabang pun dituntut memberikan layanan perbankan yang tidak bisa dilakukan oleh mesin ATM maupun secara digital (internet banking dan mobile banking).
Di Indonesia, David menilai eksistensi kantor cabang bank masih diperlukan, khususnya di daerah-daerah. Pasalnya infrastruktur untuk mendukung layanan digital masih belum merata sehingga bantuan dalam mengakses perbankan oleh pegawai bank jadi sangat dibutuhkan.
“Memang masih perlu. Namun pelan-pelan seiring dengan perkembangan infrastruktur, pendapatan per kapita, dan kemampuan dalam mengakses gawai yang membaik, kantor cabang bank pelan-pelan memang akan berkurang,” jelas David.
Masih dalam kesempatan yang sama, David turut mengungkapkan faktor lain yang menyebabkan jumlah kantor cabang bank semakin menciut. David menilai kehati-hatian bank dalam membuka kantor cabang turut dipengaruhi aturan OJK yang mengatur ketentuan bagi bank apabila hendak membuka kantor cabang.
Dalam Surat Edaran OJK Nomor 14/SEOJK.03/2016 tentang Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Berdasarkan Modal Inti, memang diatur mengenai perimbangan penyebaran jaringan kantor bank umum pada zona tertentu. Adapun hal tersebut dilakukan guna meratakan jaringan kantor cabang bank di berbagai daerah.
“Itu yang juga mungkin membuat bank jadi berhitung. Karena kalau dilihat dari sisi volume transaksinya memang berkurang,” ucap David.
Ia pun melihat tren semacam ini masih akan berlanjut dalam beberapa tahun ke depan. Bahkan David mengatakan bukan tidak mungkin apabila bank nantinya akan berubah menjadi perusahaan teknologi, dan kantor cabang tidak lagi memiliki pegawai.
“Bisa saja 60 persennya adalah engineer, sementara 40 persen lainnya adalah bagian marketing, untuk menggaet nasabah. Untuk yang di back office akan mengalami penurunan,” jelas David.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yantina Debora