tirto.id - Ekonom Bank Rakyat Indonesia (BRI), Anton Hendranata meminta pemerintah mewaspadai tingginya laju inflasi. Sebab, tingginya inflasi akan membuat pendapatan riil masyarakat menurun sehingga standar hidup pun menurun, akhirnya akan berimbas pada peningkatan kemiskinan.
"Ini yang kita harus hati-hati. Laju inflasi nasional terus mengalami peningkatan signifikan terutama didorong oleh harga bahan pangan yang masih tinggi," ujarnya dalam Taklimat Media, di Jakarta, Senin (8/8/2022).
Pada Juli 2022 inflasi tercatat mencapai 4,94 persen (year on year/yoy), menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2015. Berdasarkan jenisnya, tingkat inflasi tertinggi memang terjadi pada volatile food yang tercatat sebesar 11,46 persen (yoy) di Juli 2022.
Inflasi harga pangan yang bergejolak ini utamanya disebabkan oleh peningkatan harga pangan akibat kendala suplai karena adanya faktor cuaca buruk.
Menurut Anton, ada gap yang luar biasa besar bila melihat dari sisi permintaan dan suplai. Dia mengatakan, pada dasarnya dari sisi permintaan mengalami peningkatan dengan inflasi sebesar 1,87 persen, namun karena dari sisi suplainya juga terganggu maka inflasi melonjak menjadi 4,94 persen (yoy).
"Oleh karena itu, ini yang harus menjadi PR bersama, mudah-mudahan pemerintah bisa mengatasi faktor suplai ini," katanya.
Dalam kesempatan sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu memastikan bahwa pemerintah akan tetap mewaspadai kenaikan inflasi nasional. Meskipun inflasi Indonesia relatif terkendali dibandingkan sejumlah negara lainnya.
Sebagai informasi, Amerika Serikat (AS) mengalami inflasi sebesar 9,1 persen (yoy) per Juni 2022, lalu Uni Eropa 8,6 persen (yoy), dan Singapura 6,7 persen.
"Inflasi adalah risiko yang harus terus kami waspadai, saat ini inflasi di Indonesia masih relatif terkendali dibandingkan dengan banyak negara lainnya," kata Febrio.
Febrio mengungkapkan dalam upaya menekan inflasi, pemerintah akan mendorong kerja sama dengan pelaku sektor pertanian agar suplai komoditas hortikultura dan pangan lainnya dapat dipastikan terjaga. Sehingga, harapannya dengan suplai hortikultura yang terjaga maka inflasi bisa lebih terkendali ke depannya.
Pemerintah juga akan meningkatkan koordinasi di tingkat pusat dan daerah, maupun dengan lembaga terkait, untuk mengantisipasi agar sumber-sumber risiko dari peningkatan inflasi ini bisa dikendalikan bersama-sama.
"Kalau di Juli 2022 itu 4,94 persen, kami harapkan ini tidak meningkat lagi di bulan-bulan berikutnya, bahkan kalau bisa kami dorong untuk lebih rendah dari 4,94 persen ini," tutupnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang