tirto.id - Seorang warga Papua bernama Yohanes Okto Maiwend meninggal dunia setelah ditembak anggota kepolisian, pada Selasa (4/6/2019). Informasi ini dituturkan aktivis hak asasi manusia dari LSM Perkumpulan Advokat HAM (Paham) Papua, Yohanis Mambrasar.
Yohanis mengatakan, insiden penembakan tersebut terjadi pada 4 Juni 2019, sekitar pukul 00.30 waktu setempat. Ketika itu Okto bersama dua kawannya mendatangi salah satu cafe yang terletak di Kampung Wogekel-Wanam, distrik Iyawab, Merauke, Papua. Mereka yang dalam kondisi pengaruh alkohol hendak membeli nasi bungkus di lokasi tersebut.
“Tiba di cafe korban masuk ke dalam, di sana ada dua orang anggota polisi yang juga dalam kondisi mabuk. Tiba-tiba terjadi pertengkaran,” kata Yohanis dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Jumat (7/6/2019).
Menurut Yohanis, salah satu anggota kepolisian yang bersitegang, menampar dan mendorong Okto keluar cafe sembari memukul dengan popor senjata api miliknya. Kejadian tersebut sempat dilerai oleh kedua teman Okto.
“Keduanya [teman Okto] berupaya untuk mendamaikan keduanya dengan mengatakan pada pelaku untuk tidak boleh memukul korban dan korban akan dibawa pulang,” kata dia.
Kemudian, lanjut Yohanis, datanglah dua orang lainnya. Dari keterangan Yohanis, mereka berdua adalah anak pemilik cafe yang datang dan langsung mengeroyok Okto. “Di saat itu juga pelaku menembak korban sebanyak dua kali. Korban pun jatuh dan meninggal,” ujarnya.
Mengecam Penembakan Okto
Tindakan tersebut dikecam sejumlah aktivis ham, salah satunya Yohanis. Sebab, ia menilai penembakan hingga menewaskan Okto, merupakan perbuatan yang merendahkan martabat kemanusiaan, sekaligus menunjukan sikap arogansi kepolisian. Apalagi kasus yang menewaskan Okto bukan penembakan pertama yang dilakukan aparat.
“Entah apa yang memotivasi lahirnya tindakan-tindakan tidak manusiawi ini,” kata Yohanis.
Karena itu, Yohanis meminta Polda Papua untuk memberikan sanksi tegas bagi anggotanya yang menjadi penembak Okto. Ia mendesak pelaku penembakan diberhentikan dari Polri dan diproses sesuai dengan hukum secara adil.
Hal senada diungkapkan pengamat kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISeSS) Bambang Rukminto. Ia tidak membenarkan sikap anggota kepolisian yang melakukan penembakan terhadap Okto, terlebih sampai meninggal dunia.
“Kalau mabuk di ruang publik saja melanggar etika. Kalau menembak sampai menghilangkan nyawa seseorang tanpa ada hal yang diperkenankan oleh hukum, ya jelas pidana,” kata dia saat dihubungi reporter Tirto, Sabtu (8/6/2019).
Bambang juga mengatakan sudah ada peraturan dan standar operasional (SOP) dari kepolisian tentang penggunaan senjata oleh anggotanya. Kasus penembakan Okto, kata dia, jelas-jelas melanggar SOP yang berlaku.
“Tinggal sekarang adalah penegakan hukumnya bagi anggota polisi yang melanggar. Jangan sampai malah hilang [kasusnya tidak selesai], sehingga membuat masyarakat kecewa,” kata Bambang.
Respons Polda Papua
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Kombes Pol Ahmad Mustofa Kamal membenarkan kasus penembakan anggota polisi terhadap Yohanes Okto Moiwend yang berujung tewas.
Menurut Ahmad, baik pelaku dan korban sama-sama dalam pengaruh alkohol.
“Mereka sama-sama minum, cekcok mulut berujung kontra fisik dan keluar tembakan,” ujar Ahmad saat dikonfirmasi reporter Tirto, Jumat (7/6/2019).
Ahmad mengklaim saat ini institusinya sedang mendalami kasus tersebut dengan membentuk tim khusus.
“Kami sudah bentuk tim Dirkrimum, Dir Intel dan Kabid Propam untuk ungkap kasus tersebut. Anggota Polri dan senpi sudah diamankan di Polres. Dan Kapolda akan tindak secara profesional, tim saat ini masih di distrik,” kata dia.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz