Menuju konten utama

Wartawan Sulit Akses Papua, TNI: Ada Ketentuan dari Pemerintah

Soal tertutupnya akses jurnalis ke Papua, Puspen TNI meminta bertanya kepada Kemendagri. 

Wartawan Sulit Akses Papua, TNI: Ada Ketentuan dari Pemerintah
Sejumlah anak bermain di sebuah perkampungan di Puncak Jaya, Papua, Jumat (15/3/2019). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj.

tirto.id - Puspen TNI, Kolonel Laut (KH) Edys Riyanto menyampaikan, pemerintah memang menerapkan sejumlah ketentuan kepada wartawan yang ingin meliput ke Papua. Hal ini ia sampaikan terkait keluhan jurnalis yang sulit mendapatkan akses saat ingin meliput Papua.

"Ini bukan kewenangan dengan TNI, kalau ini kaitannya dengan TNI, Papua memang ada ketentuan-ketentuan yang diatur oleh pemerintah sendiri," kata Edys dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, pada Jumat (3/5/2019).

Kendati demikian, Edys tidak bisa berbicara lebih jauh terkait alasan tertutupnya Papua bagi wartawan. Ia melemparkan masalah itu ke Kementerian Dalam Negeri atau pemerintah yang memang menyusun aturan tersebut.

"Kalau liputan Jakarta, semua orang memang boleh masuk," tambahnya.

Masalah ini sempat dikeluhkan oleh Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Abdul Manan. Ia mengakui bahwa memang masih sulit bagi sejumlah wartawan untuk mengakses informasi terkait Papua, sehingga banyak permasalahan dan informasi tentang Papua, yang tidak sampai pada publik.

“Praktiknya, sumber yang dicari adalah sumber yang paling mudah ditelepon, yakni aparat keamanan,” kata Abdul dalam diskusi di kawasan Jakarta Pusat, pada Februari lalu.

Sehingga, kata dia, satu-satunya akses yang memberikan informasi adalah aparat penegak hukum, baik tentara, atau kepolisian. Sementara warga sipil Papua jarang sekali menjadi narasumber berita.

Informasi Papua Hanya Perspektif Aparat

Sejumlah permasalahan tersebut akhirnya hanya memberikan informasi dari perspektif aparat, dan mengabaikan perspektif lainnya.

“[Permasalahan] akses ini akhirnya sangat memengaruhi media, dan akhirnya memengaruhi publik,” kata Abdul.

Selain itu, media nasional yang berbasis di Jakarta juga jarang mengirim wartawan ke Papua karena logistik yang tidak murah dan akses informasi di Papua pun sulit.

“Menurut saya itu beberapa problem serius yang dihadapi,” tegas Abdul.

Persoalan ini juga diakui oleh Pemimpin Redaksi Cenderawasih Pos, Lucky Ireeuw. Menurut dia, tidak semua daerah di Papua dapat diakses oleh wartawan karena dijaga oleh aparat, salah satunya yakni di Nduga.

“Jurnalis tidak bisa mengakses, hanya mendapatkan narasumber tunggal,” kata Lucky dalam diskusi di kawasan Jakarta Pusat, pada Kamis (14/2/2019).

Karena narasi tentang Papua hanya berasal dari aparat, kata dia, maka persoalan di wilayah itu tidak dapat diketahui secara utuh oleh masyarakat.

Permasalahan lain adalah saat wartawan mencoba untuk mewawancarai pihak lain, seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), atau kepala dinas, dan sebagainya. Sejumlah orang yang diwawancarai malah dipanggil oleh pihak kepolisian.

“Ini yang terjadi hari ini di Papua,” kata Lucky.

Baca juga artikel terkait PAPUA atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Alexander Haryanto