tirto.id - Sidang lanjutan dugaan penistaan agama ke-18 dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang seharusnya dilaksanakan pada Selasa (10/4/2017) akhirnya ditunda. Jaksa Penuntut Umum (JPU) berdalih pihaknya belum selesai menulis lembar tuntutan, sehingga pembacaan tuntutan pun diagendakan kembali, pada Kamis (20/4/2017).
“Kami memohon waktu untuk pembacaan surat tuntutan karena kami tidak bisa bacakan hari ini,” kata Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum, Ali Mukartono dalam persidangan kasus dugaan penistaan agama yang berlangsung di Aula Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (11/4/2017).
Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto pun langsung mencecar Jaksa dengan pertanyaan. Dwiarso menanyakan alasan jaksa belum selesai menulis lembar tuntutan yang seharusnya dibacakan dalam persidangan tersebut. Dwiarso mengatakan, pihaknya tidak ingin dianggap mengistimewakan perkara satu dari perkara lainnya. Menurut Dwiarso, di hadapan hukum, semua perkara harus diperlakukan sama, tidak ada perbedaan perlakuan.
Dalam sidang tersebut kemudian Majelis Hakim menanyakan kesiapan pembacaan tuntutan pada sidang berikutnya. Jaksa menyebut adanya surat permintaan dari Polda Metro Jaya agar sidang ditunda usai Pilgub DKI Jakarta putaran kedua yang akan berlangsung pada 19 April mendatang. Setelah adanya kesepakatan dengan tim penasihat hukum Ahok dan JPU, akhirnya Majelis Hakim memutuskan sidang dengan agenda pembacaan tuntutan ditunda hingga Kamis, 20 April 2017.
Berawal dari Surat Polda Metro Jaya
Sebelum persidangan ke-18 dilaksanakan, wacana penundaan pembacaan tuntutan itu sudah menuai pro dan kontra. Hal tersebut mencuat setelah beredar surat yang ditandatangani Kapolda Metro Jaya yang meminta PN Jakarta Utara untuk menunda sidang lanjutan kasus penodaan agama dengan terdakwa Ahok.
Kepolisian beralasan penundaan jadwal sidang untuk menjaga situasi keamanan dan ketertiban warga DKI Jakarta jelang pemungutan suara putaran kedua. Selain itu, Polda Metro Jaya menginformasikan ke PN Jakarta Utara terkait proses penyelidikan terhadap laporan polisi yang menyeret nama pasangan calon Anies Baswedan dan Sandiaga Uno juga ditunda hingga pemungutan suara Pilkada DKI putaran kedua selesai dilaksanakan.
Sontak surat Polda Metro Jaya tersebut mendapat respons beragam. Misalnya, pihak PN Jakarta Utara tetap akan melanjutkan jadwal pembacaan tuntutan pada Selasa (11/4/2017), sedangkan Jaksa Agung HM Prasetyo justru setuju menunda agenda pembacaan tuntutan tersebut.
Namun demikian, PN Jakarta Utara tetap memutuskan sidang dugaan penistaan agama dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap Ahok tetap digelar. Sayangnya, dalam sidang yang berlansung di Aula Kementerian Pertanian, pada Selasa (11/4/2017), pembacaan tuntutan pun urung dilakukan karena JPU beralasan pihaknya belum selesai menulis lembar tuntutan.
Penundaan Sidang Ahok Terkait Politik?
Saksi pelapor Pedri Kasman menuding persidangan dugaan penista agama Basuki Tjahaja Purnama sudah terintervensi kepentingan politik. Indikasi tersebut dapat terlihat saat pengadilan menyetujui persidangan diundur hingga tanggal 20 April 2017 atau sehari setelah Pilkada DKI Jakarta putaran kedua.
“Sekali lagi kami sangat tidak sepakat dengan ini, dan sangat kecewa dengan tindakan jaksa penuntut umum maupun majelis hakim yang akhirnya menegosiasikan jadwal sidang menjadi tgl 20, satu hari setelah tanggal Pilkada DKI Ini jelas mengindikasikan bahwa sidang ini diduga sengaja ditunda setelah Pilkada,” kata Pedri usai persidangan di Aula Kementan, Jakarta, Selasa (11/4/2017).
Ia menilai hal itu berbanding lurus dengan surat yang diajukan Polda Metro Jaya untuk menunda sidang dugaan penistaan agama dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap Ahok.
“Artinya faktor pilkada mempengaruhi sidang ini loh. Karena itu faktor pilkada urusan politik, rezimnya adalah rezim politik. Sekarang kita di ruang sidang adalah rezim penegakan hukum. Penegakan hukum harus independen terlepas dari faktor politik,” kata Pedri.
Menurut dia, aparat kepolisian seharusnya bertanggung jawab mengamankan jalannya persidangan. Karena persidangan adalah wadah untuk mendapat keadilan bagi masyarakat.
Pedri tidak memungkiri akan ada dampak negatif dari sikap majelis hakim yang menunda persidangan. Pria yang juga Sekretaris Pemuda Muhammadiyah ini menilai penundaan bisa membuat publik ragu dengan lembaga peradilan. Padahal, publik ingin peradilan memperhatikan aspirasi publik.
“Menurut saya sangat wajar kalau kemudian setelah ini akan muncul anggapan dari masyarakat bahwa kasus ini diintervensi atau dipengaruhi faktor-faktor di luar hukum. Karena itu kami meminta kepada majelis hakim agar betul-betul memperhatikan aspirasi dan keinginan dari masyarakat untuk mendapatkan keadilan," ujar Pedri.
Sementara itu, penasihat hukum Ahok, Sirra Prayuna membantah adanya kaitan penundaan persidangan dengan status politik Ahok sebagai calon gubernur DKI Jakarta. Ia menegaskan, penundaan persidangan murni karena pertimbangan dalam persidangan.
“Ini nggak ada kaitannya dengan proses politik. Kami ini bicara persidangan, bukan elektoral,” ujar Sirra usai persidangan di Aula Kementan, Jakarta.
Menurut Sirra, permasalahan elektoral berada di tangan Ahok sebagai calon gubernur. Dengan kata lain, tidak ada pencampuran antara sidang dengan proses pemilukada. “Soal elektoral itu soal pak Ahok," tegas Sirra.
Sirra mengingatkan, persidangan sempat ingin dilanjutkan dengan menunggu jaksa menyelesaikan lembar tuntutan dengan menunggu hingga pukul 12.00 WIB. Sayang, dalam laporan tersebut, jaksa tetap meminta penundaan karena ada materi yang belum rampung.
Sirra menegaskan, pihak penasihat hukum juga tercederai karena persidangan harus diundur. Ia mengaku, mundurnya persidangan membuat mereka juga harus menunda pembacaan pledoi. Padahal, pledoi sudah disiapkan sesuai fakta persidangan, analisis fakta, analisis yuridis, dan analisis lain. Kemudian, pledoi tinggal diselaraskan dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Hal itu sudah dilakukan dan sudah dipersiapkan sesuai ketentuan majelis hakim.
“Saya berharap bahwa apa yang sudah diputuskan oleh majelis hakim mari kita hormati bersama, mau tidak mau harus kita hormati bersama,” kata Sirra.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz