tirto.id -
Menurut peneliti dari Yayasan Madani Berkelanjutan Trias Fetra hingga saat ini pembahasan RUU KSDAHE masih mandek di tengah jalan.
"Hingga hari ini, pembahasan RUU tersebut mandek di tengah jalan, padahal urgensi payung hukum konservasi tersebut sangat tinggi," ujar Trias usai diskusi bertajuk 'Kajian Rekam Jejak Anggota DPR Da|am Proses Legislasi Rancangan Undang-Undang Terkait Isu Lingkungan' di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (27/2/2019).
Menurutnya, payung hukum yang saat ini digunakan negara yaitu Undang-undang (UU) nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAHE, sudah tidak lagi relevan dengan kompleksitas permasalahan yang ada.
"Sudah 29 tahun lamanya UU tersebut belum direvisi sehingga tak Iagi sesuai dengan tantangan zaman dan perkembangan teknologi yang begitu pesat. Seperti dalam menyoroti kejahatan terkait perlindungan satwa liar," ucap Trias.
Berdasarkan data Wildlife Conservation Society Indonesia, kata Trias, tercatat bahwa jumlah kasus kejahatan terhadap satwa liar meningkat tajam dari 106 kasus pada tahun 2015, menjadi 225 kasus pada tahun 2017.
"Artinya UU yang ada saat ini belum dapat secara efektif mengatasi persoalan dan memberikan efek jera," ujar dia.
Sehingga meskipun terdapat banyak faktor dalam mengesahkan RUU KSDHAE. Trias pun menyarankan kepada para anggota legislatif itu untuk lebih intens menjalin komunikasi kepada para pemangku kepentingan untuk menyerap aspirasi.
“Anggota legislatif seharusnya lebih intens menjalin komunikasi dan duduk bersama dengan pemerintah, serta menyerap aspirasi publik dan pemangku kepentingan dalam percepatan legislasi ini,” kata Trias.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Agung DH