Menuju konten utama

DPR Mangkir di Sidang Lanjutan Uji Materi Pasal Hak Angket

Perwakilan DPR RI tidak hadir dalam sidang lanjutan uji materi pasal tentang hak angket DPR di UU MD3. Uji materi ini mempermasalahkan penggunaan kewenangan angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

DPR Mangkir di Sidang Lanjutan Uji Materi Pasal Hak Angket
Wakil Ketua KPK Laode M Syarief menyampaikan pandangan saat sidang lanjutan Pengujian Undang-Undang tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) terkait Hak angket DPR terhadap KPK di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (28/9/2017). ANTARA FOTO/Humas MK.

tirto.id - Perwakilan DPR RI mangkir dalam sidang lanjutan uji materi terhadap Pasal 79 ayat (3) UU MD3 tentang Hak Angket di Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini. Uji materi itu diajukan oleh sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gugatan itu menuntut penggunaan Hak Angket DPR dalam pembentukan Pansus Angket KPK dihentikan.

"Dari DPR tidak hadir, ada surat tertanggal 27 September 2017 ditandatangani Kepala Badan Keahlian DPR," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis (28/9/2017) seperti dikutip Antara.

Adapun isi surat itu menyatakan bahwa perwakilan DPR tidak dapat menghadiri sidang karena ada rapat yang tidak bisa ditinggalkan. Surat itu juga memberitahu DPR tidak bisa menghadirkan dua ahli, yang akan didengar keterangannya pada hari ini, yakni Yusril Ihza Mahendra dan Romli Atmasasmita.

Agenda sidang MK pada hari ini semestinya mendengarkan keterangan dua pihak terkait, KPK dan ahli DPR. Tapi, hanya Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif yang hadir sebagai utusan lembaganya.

Di sidang itu, Laode menjelaskan penggunaan hak angket oleh DPR RI untuk menjalankan pengawasan terhadap KPK tidak proporsional apabila mengacu pada penjelasan Pasal 79 ayat (3) UU MD3.

"Memahami konteks tersebut, penggunaan angket oleh DPR terhadap KPK kehilangan rasionalitasnya," kata Laode.

Adapun penjelasan Pasal 79 ayat (3) UU MD3 membatasi penggunaan hak angket hanya untuk masalah yang penting, strategis, berdampak luas serta hanya berlaku terhadap presiden dan pejabat yang berada di bawah presiden.

"Ini mengingat cabang kekuasaan eksekutif juga memiliki kemampuan dan kekuasaan secara politik," kata Laode.

Dia melanjutkan kewenangan angket dan hak-hak lain milik DPR merupakan perangkat untuk mencegah determinasi berlebihan dari kekuasaan eksekutif. Kewenangan untuk menjaga keseimbangan kekuasaan itu menjadi bias apabila dikaitkan dengan penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK sebagai lembaga negara yang independen.

"Bila penggunaan hak angket DPR terhadap KPK sebagai lembaga penegak hukum yang independen tidak dihentikan, ini akan menjadi pintu masuk bagi kekuasaan politik mencampuri kerja-kerja penegakkan hukum," kata Laode.

Mengenai uji materi ini, Ketua KPK Agus Rahardjo sudah mengatakan hasilnya akan menentukan sikap lembaganya untuk memenuhi panggilan Pansus Hak Angket atau tidak. Apabila, MK mengabulkan uji materi ini, KPK memiliki alasan kuat tidak menggubris panggilan Pansus.

Gugatan uji materi ini dilayangkan oleh dua kelompok. Pertama, gugatan dari sejumlah pegawai KPK. Kedua, gugatan serupa dari Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas, YLBHI, ICW dan Konfederasi Persatuan buruh Indonesia (KPBI) yang tergabung dalam Tim Advokasi Selamatkan KPK.

Para pemohon menilai kewenangan hak angket DPR terhadap KPK tidak memenuhi unsur hal penting, yakni menyangkut masalah strategis dan berdampak luas. Mereka berpendapat hak angket ini lebih terlihat memperjuangkan kepentingan politik untuk membuka intervensi terhadap proses peradilan, khususnya kasus korupsi e-KTP.

Baca juga artikel terkait UJI MATERI UU MD3

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom