Menuju konten utama

DPR Desak Pemerintah Bentuk Crisis Center Vaksin Palsu

Ketua DPR RI, Ade Komaruddin mengatakan, pihaknya mendorong pemerintah untuk membentuk crisis center di beberapa rumah sakit terkait kasus vaksin palsu yang dipimpin langsung oleh Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek.

DPR Desak Pemerintah Bentuk Crisis Center Vaksin Palsu
Ketua DPR RI Ade Komarudin (kiri) didampingi Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (kedua kiri), Ketua Komisi IX Dede Yusuf (ketiga kiri) menerima perwakilan orang tua korban vaksin palsu dari Rumah Sakit Harapan Bunda Jakarta dan RSIA Mutiara Bunda Tangerang di komplek parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (19/7). Antara foto/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendesak pemerintah untuk membentuk crisis center yang ada di beberapa rumah sakit terkait kasus vaksin palsu. Crisis center ini juga harus dipimpin langsung oleh Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek.

Hal tersebut ditegaskan Ketua DPR RI, Ade Komarudin, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (19/7/2016). "Setiap rumah sakit dan swasta dilakukan crisis center, secara nasional dipimpin langsung oleh menteri untuk bagaimana mengatasi masalah ini," kata pria yang akrab disapa Akom ini.

Hal itu dikatakannya usai menerima pengaduan dari para korban vaksin palsu di Ruang Kerja Pimpinan DPR, Jakarta.

Menurut Akom, kasus vaksin palsu ini harus diteliti lebih dalam lagi misalnya menanyakan ke BPOM dan bagaimana tata niaga vaksin yang dipegang perusahaan BUMN sehingga diketahui akar masalahnya.

Politisi Partai Golkar ini menyerahkan kepada Komisi IX DPR terkait langkah ke depan menangani vaksin palsu misalnya membuat Panitia Kerja dan kalau tidak cukup maka dibuat tim pengawas.

"Ini untuk menindak lanjuti siapa 'biang kerok' dari pengadaan vaksin palsu yang membuat heboh secara nasional," ujarnya.

Dia menilai kasus vaksin palsu itu sangat krusial karena menyangkut masa depan generasi penerus bangsa.

Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf dalam kesempatan itu mengatakan, pemerintah sempat dilema ketika apakah akan membuka kasus tersebut atau tidak.

Hal itu menurut dia karena kalau dibuka akan menimbulkan kepanikan namun kalau tidak dibuka maka sama saja melakukan pembiaran terus menerus.

"Lalu kami putuskan dibuka namun perlu antisipasi, apakah vaksin itu berbahaya atau tidak," ujarnya.

Dia meminta Satgas melanjutkan penelusuran karena diduga kasus tersebut ada di sembilan provinsi sehingga diperlukan pembentukan crisis center.

Menurut dia, pembentukan crisis center itu bertujuan agar para korban bisa mencari informasi lebih rinci.

Baca juga artikel terkait POLITIK

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz