Menuju konten utama

DPR Baru Bisa Kebut Revisi UU Pemilu di Periode 2024-2029

Ada sembilan isu krusial pada pemilu yang dirasa perlu dirumuskan kembali dalam peraturan perundang-undangan.

DPR Baru Bisa Kebut Revisi UU Pemilu di Periode 2024-2029
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung DPR RI, Senin (1/4/2024). (Tirto.id/M. Irfan Al Amin)

tirto.id - Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu baru bisa dilakukan pada periode 2024-2029. Doli berjanji DPR periode berikutnya segera tancap gas merevisi UU Pemilu usai dilantik pada 1 Oktober 2024 mendatang.

Doli mengatakan revisi akan dilakukan guna mengevaluasi sejumlah aturan seperti ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) hingga sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup.

Ide mengenai revisi UU Pemilu, menurut Doli, setelah melalui sejumlah diskusi dengan banyak pihak untuk melakukan penyempurnaan sistem kepemiluan. Menurutnya, diskusi makin intensif karena masa pemerintahan baru akan segera dimulai.

"Di awal masa kerja menjadi waktu yang efektif untuk mengevaluasi Undang-undang Pemilu yang jauh dari masa pemilunya, sehingga betul-betul objektif sehingga punya waktu untuk mengusulkan," kata Doli Kurnia di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, dikutip Kamis (25/3/2024).

Doli mengatakan terdapat sembilan isu krusial pada pemilu yang dirasa perlu dirumuskan kembali dalam peraturan perundang-undangan. Perinciannya, ada lima isu klasik dan empat isu kontemporer.

Isu pertama, mengenai sistem pemilu proporsional terbuka atau coblos nama calon legislatif, apakah perlu diperbaiki mengingat makin maraknya politik uang.

Kedua, evaluasi presidential threshold 20%. Ketiga, evaluasi parliamentary threshold (ambang batas masuk parlemen) 4%. Keempat, distribusi district magnitude alias besaran kursi setiap daerah pemilihan. Kelima, mengenai sistem perhitungan konversi suara ke kursi.

Dia juga menambahkan salah satu evaluasi yang dilakukan adalah mengenai Pilpres dan Pileg serentak, menurutnya hal itu perlu dievaluasi atau setidaknya dibahas dalam forum di Komisi II.

"Apakah memang ini yang terbaik? Misalnya pilpres dan pileg disatukan, padahal dulu kita tahun 2014 kan itu dibedakan. Salah satu contoh misalnya hasil pemilu sebelumnya yang lima tahun, itu dipakai sekarang. Apakah itu up to date atau tidak?" kata Doli.

Berikutnya, Doli juga menyebut mengenai penggunaan sistem digital atau elektronik dalam penyelenggaraan pemilu. Apalagi, lanjutnya, pengguna aplikasi Sirekap banyak disoroti dalam ajang Pemilu 2024.

Doli juga menyinggung politik mahar. UU kepemiluan selama ini dirasa kurang membicarakan secara rinci untuk menghambat perbuatan amoral selama pemilu.

"Tidak diatur secara detail bagaimana kalau orang tertangkap, misalnya orang melakukan money politic, politik transaksional, ini juga yang harus diperbaiki dalam Undang-undang kita itu," kata dia.

Baca juga artikel terkait REVISI UU PEMILU atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto