tirto.id - DPR RI telah menunda pengesahan RUU tentang Pemasyarakatan (PAS) pada Selasa (24/9/2019) lalu. Isi RUU PAS jadi sorotan masyarakat lantaran dianggap tak selaras dengan semangat pemberantasan korupsi.
RUU PAS dianggap 'memanjakan' koruptor dengan sejumlah pasal kontroversial. Di dalam draf RUU PAS, DPR dan pemerintah seperti mempermudah narapidana korupsi dapat remisi.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, syarat koruptor mendapat remisi adalah ia mengantongi rekomendasi KPK. Sementara salah satu kriteria untuk memperoleh rekomendasi, ia harus menjadi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum alias justice collaborator.
Masalahnya, dalam draf RUU PAS, PP ini ditiadakan. Pemerintah dan DPR mengembalikan aturan pelaksanaan remisi ke PP Nomor 32 Tahun 1999.
Sebelum memutuskan untuk menunda pengesahan RUU PAS, DPR RI sempat menunda sidang paripurna untuk mempertimbangkan masukan dari Presiden Joko Widodo.
"Karena itu saya tanya kepada seluruh anggota paripurna DPR. Apakah kita dapat menyetujui usulan penundaan itu," tanya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat memimpin sidang paripurna DPR RI, di Senayan, Jakarta pada 24 September 2019.
Sebelumnya, Komisi III DPR dan pemerintah telah menyepakati poin revisi UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (RUU PAS) pada 17 September 2019.
"RUU PAS akan dibawa untuk pengambilan keputusan tingkat II lewat paripurna yang akan digelar segera, antara tanggal 19, 23, atau 24 September," kata Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin di kompleks parlemen, Senayan saat itu.
Fahri sempat menyindir soal pasal, dalam UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan itu. "Yang terdengar itu soal jalan-jalan di mal. Saya tidak tahu siapa yang membuat karangan itu," katanya.
Untuk membaca lengkap isi RUU PAS yang telah resmi ditunda pengesahannya oleh DPR RI dapat di-download dalam format PDF melalui tautan ini (410KB).
Editor: Abdul Aziz