tirto.id - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengubah tanggal jatuh tempo pembayaran pajak penghasilan (PPh) menjadi setiap tanggal 15 di bulan berikutnya, melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024. Jenis PPh yang mengalami perubahan tanggal penyetoran antara lain, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, serta PPh Migas yang dibayarkan setiap masa.
Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menjelaskan perubahan dan penyeragaman tanggal jatuh tempo pembayaran pajak ini bertujuan untuk memudahkan wajib pajak (WP) dalam membayar pajak.
"Esensinya, memudahkan bagi wajib pajak untuk mengingat dan mencatatnya. Bagi kami juga dalam menata dan mengelolanya," kata dia, dalam Konferensi Pers APBN Edisi November, dikutip dari akun Youtube Kementerian Keuangan, Senin (11/11/2024).
Dengan penyeragaman ini, petugas pajak (fiskus) juga akan lebih mudah dalam memberikan teguran dan sanksi lainnya kepada wajib pajak.
"Saat ini jatuh tempo pembayaran pada tanggal 10, 15, dan di akhir bulan untuk pembayaran masa. Dengan PMK ini, sebetulnya lebih menyederhanakan, lebih menyimpelkan," imbuh Suryo.
Karena itu, melalui PMK anyar ini, DJP tak hanya mengubah tanggal jatuh tempo penyetoran pajak penghasilan saja, melainkan pajak pertambahan nilai (PPN) atas pemanfaatan BKPTB (Barang Kena Pajak Tidak Berwujud) atau JKP (Jasa Kena Pajak) dari luar daerah kepabean (PPN JLN). Kemudian ada pula PPN atas kegiatan membangun rumah sendiri (PPN KMS).
Selain itu, penyeragaman tanggal jatuh tempo pembayaran juga berlaku atas pajak bea materai yang dipungut pemungut bea materai dan pajak karbon yang dipungut pemungut pajak karbon.
"Dengan PMK ini lebih sederhanakan supaya jatuh tempo untuk pemotongan PPh jatuh temponya 15 biar lebih mudah diingat. Untuk pajak lainnya, PPN, jatuh tempo pembayarannya di akhir bulan," jelas Suryo.
Jenis pajak yang jatuh tempo pembayarannya bukan pada tanggal 15 antara lain:
- PPh Pasal 22 dan PPN/PPnBM (PPN atas Barang Mewah) atas impor yang dipungut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), yang wajib disetorkan 1 hari setelah pemungutan oleh DJBC.
- PPh Pasal 25 bagi wajib pajak kriteria tertentu yang melaporkan beberapa masa pajak paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Termasuk dalam hal ini, PPh atas saham sendiri yang dipungut emiten wajib disetor paling lama 1 bulan setelah saat terutangnya pajak.
- PPN dan PPnBM disetor paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak terakhir, sebelum pelaporan SPT Masa PPN.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang