Menuju konten utama

Djarot Keluhkan Fasilitas Penanggulangan Pil PCC di Jakarta

Djarot ingin membangun gedung baru untuk BNNP supaya peredaran narkoba di Jakarta dapat ditanggulangi.

Djarot Keluhkan Fasilitas Penanggulangan Pil PCC di Jakarta
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengeluhkan minimnya sarana dan prasarana Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNPP) DKI Jakarta. Menurutnya, hal tersebut membuat pencegahan dan penindakan obat-obatan terlarang seperti pil PCC menjadi sulit dilakukan.

"Kita ini kan mau perang nih, perang pada narkoba. Tapi sarananya minim, sistemnya minim, gedung tidak representatif," ungkap Djarot di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2017)

Lantaran itulah, kata Djarot, Pemprov akan membangunkan gedung baru di daerah Tanah Abang untuk menggantikan gedung BNNP yang saat ini berlokasi di Jalan Nyi Ageng, Jakarta Selatan. Gedung tersebut juga akan dilengkapi dengan fasilitas rehabilitasi yang selama ini dirasa kurang optimal.

Dengan begitu, ia yakin peran BNNP dalam menangani masalah narkoba di Jakarta dapat diperkuat. "Fungsi Provinsi adalah mem-back up itu dengan menyediakan sarana dan prasarana yang bisa kita sediakan dan sesuai dengan aturan. Itu aja," katanya.

Kendati demikian, Djarot sendiri mengaku tak mengetahui tentang informasi peredaran pil atau obat jenis PCC yang masuk kategori obat-obatan terlarang. "Baru lagi? Enggak ngerti aku. Tanyakan ke BNNP (Badan Narkotika Nasional Provinsi), kok baru terus ya," katanya saat ditanyai wartawan.

Pil PCC sendiri merupakan obat yang sedang viral lantaran telah membuat puluhan siswa sekolah dasar dan menengah pertama di Kendari, Sulawesi Tenggara, kejang-kejang setelah mengonsumsinya.

Di Jakarta, menurut Kepala Badan Pengawas obat-obatan dan Makanan (BPOM) Jakarta Dewi Prawitasari, peredaran pil PCC telah dihentikan dan tidak lagi dijual di apotek-apotek lantaran memberikan efek yang sejenis dengan pil Somadril/Carisoprodol.

Jenis obat yang disebut terakhir, termasuk ke dalam jenis obat tertentu yang peredarannya telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 2013 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek.

Biasanya, kata Dewi, obat tersebut berfungsi mengatasi nyeri dan memiliki efek muscle relaxants (pelemas otot). Pemakainya pun harus disertai anjuran dari dokter dan umumnya digunakan saat istirahat, terapi fisik atau pengobatan lainnya

"Karena kan menyerang saraf pusat ya, jadi ada halusinasi, detak jantungnya semakin cepat, gitu kan. Jadi nantinya juga ketergantungan dengan obat itu kalau disalahgunakan," ungkapnya saat dihubungi Tirto, Kamis (14/9/2017).

Baca juga artikel terkait NARKOBA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Agung DH