tirto.id -
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) hasil Muktamar Jakarta, Djan Faridz bersikukuh, Musayawarah Kerja Nasional (Mukernas) II yang dilaksanakan pada Selasa (29/3/2016) malam untuk menghadapi pemilu dan pemilihan kepala daerah (pilkada) legal. Pasalnya, Mukernas tersebut berlandaskan keputusan Mahkamah Agung (MA).
Djan justru menuding Mukernas yang diselenggarakan Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar Surabaya, Muhammad Romahurmuziy alias Romy beberapa waktu lalu ilegal karena tidak berlandaskan pada hukum.
“Mukernas II yang digelar oleh kami adalah legal dan mempunyai landasan hukum yakni putusan Mahkamah Agung yang mengesahkan kepengurusannya,” kata Djan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (30/3/2016).
Menurut Djan, saat ini PPP mempunyai keputusan MA yang dapat dijadikan landasan hukum. Djan mengklaim, keputusan MA tetap dan inkrah. Menurut dia, setiap tindakan yang melawan keputusan yang final dan inkrah ini adalah perbuatan yang melawan hukum.
“Jadi kalau ada keputusan MA menyatakan bahwa Muktamar Jakarta adalah yang sah, kalau ada orang yang mengatakan PP yang berbeda dengan keputusan MA itu perbuatan yang melawan hukum,” ujarnya menegaskan.
Karena itu, lanjut Djan, acara Mukernas yang diselenggarakannya tidak akan mengganggu proses islah yang sedang dilakukan. Pihaknya selalu membuka pintu untuk islah, selama islah itu masih dalam koridor hukum atau keputusan MA.
“Jadi seperti tetangga kami, ngajak kami islah sama-sama mencuri atau merampok bank, tidak mau saya, mau ngapain saya ikut-ikut. Saya ini penduduk yang taat hukum. Sudah ada ketentuan hukum yang dilarang merampok ya taatilah hukum, nah juga begitu ini. Kalau ada orang yang berniat baik pada baik ke keluarga PPP saya ikut,” kata dia menegaskan.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP PPP, Nu'man Abdul menyarankan agar pemerintah melalui Kemenkum HAM dibawah pimpinan Yasonna Laoly taat terhadap keputusan MA karena putusan MA itu sifatnya final dan mengikat.
“Kemenkumham itu tidak boleh ikut campur dalam masalah internal partai. Kewenangan yang diberikan ke Kemenkumham itu atributif, bukan substantial mengatur. Bahkan fungsi mediasi saja sudah tidak boleh,” ujarnya.
Karena itu, dirinya meminta kepada Menkumham tidak mengangkangi putusan MA dan segera mengesahkan hasil Muktamar Jakarta. Ia mempertanyakan, “jadi kalau pemerintah enggak mau mengakui Muktamar Jakarta, lalu pasal apa yang dipakai?. (ANT)