Menuju konten utama

Disinformasi CSR PT Telkom untuk Gereja dan Masjid

Sejumlah artikel menyebarkan informasi yang membandingkan CSR Telkom untuk masjid dan gereja.

Disinformasi CSR PT Telkom untuk Gereja dan Masjid
Fact Check bantuan CSR PT Telkom. FOTO/Sholihah.net

tirto.id - Situs sholihah.net pada 22 April 2018 menurunkan artikel berjudul "Soal CSR Telkom 3,5 M untuk Gereja dan Masjid Hanya 100jt, Ini Pertanyaan Hidayat Nur Wahid ke Menteri BUMN dan Menkominfo". Artikel sholihah.net merupakan daur ulang dari artikel nusanews.id yang berjudul "Soal CSR Telkom 35 M untuk Gereja". Sementara, artikel nusanews.id sendiri hasil daur ulang (bahkan judulnya sama persis) dari artikel tarbiyah.net.

Dari sisi kronologi, siklus informasinya secara berurutan: artikel tarbiyah.net dulu, baru nusanews.id, lantas baru sholihah.net. Dari sisi isi tidak ada yang berubah. Ketiga artikel itu memuat informasi yang sama persis, bahkan identik hingga ke kalimat-kalimatnya.

Isi artikel terbilang ringkas. Isinya berisi kabar CSR PT Telkom untuk gereja sebesar Rp3,5 miliar dan masjid Rp100 juta. Dari mana asal informasinya? Dari cuitan Twitter.

Siklus Informasi Cuitan Twitter

Perlu ditegaskan, artikel-artikel itu dipicu oleh komentar di Twitter. Bermula dari cuitan akun Twitter Cholil Nafis yang menulis: "Logika apa yg digunakan oleh orang2 di telkom ya. Berapa prosentasi pengguna dan jumlah umat muslim di Indonesia. Tlg bu Menteri dievaluasi diirutnya dan jajaran pengelola CSR-nya".

Tirto menghubungi Cholil Nafis dan ia membenarkan bahwa akun Twitter tersebut -- juga tautan cuitan itu -- memang miliknya dan ia sendiri yang menulis cuitan itu. Cholil adalah salah seorang pengurus Majelis Ulama Indonesia.

Karena cuitan Cholil Nafis itulah akun @hnurwahid ikut-ikutan berkomentar. Pada 21 April 2018, pukul 17.37 WIB, akun itu mengunggah cuitan:

Tirto mencoba mengkonfirmasi pada Hidayat Nur Wahid, politikus Partai Keadilan Sejahtera yang pernah jadi Ketua MPR periode 2004-2009. Hingga naskah ini tayang, Hidayat tidak merespons. Namun akun Twitter @hnurwahid sendiri sudah terverifikasi oleh Twitter.

Dua cuitan di atas punya pengaruh yang cukup tinggi. Cuitan Cholil disebar oleh 1230 akun dan disukai oleh 1250 akun, sedangkan cuitan Hidayat disebar oleh 786 akun dan disukai oleh 1056 akun (data hingga 25 April 2018, pukul 09.30).

Dari dua akun Twitter itu muncul siklus informasi yang baru dengan urutan: artikel faktakini.com, baru cuitan Twitter Cholil Nafis, disusul cuitan Twitter Hidayat Nur Wahid. Dengan demikian, pangkal dari seluruh siklus informasi di atas adalah artikel faktakini.com.

Seluruh siklus informasi itu sama-sama mempersoalkan CSR PT Telkom yang disebut-sebut “Rp3,5 miliar untuk gereja dan masjid Rp100 juta”.

Artikel Kembali Berlapis

Artikel faktakini.com sendiri ternyata menggunakan informasi yang diunggah lebih dulu oleh situs timesindonesia.co.id.

Dari sini tampak asal usul sensasi soal CSR ini: dari judul "Diduga Diskriminatif, Muhammadiyah Minta Dirut Telkom Dipecat" dari timesindonesia.co.id menjadi “Dana CSR Telkom 3,5 M untuk Gereja, 100 Juta Untuk Masjid, Umat Islam Protes” oleh faktakini.com. Dari "Muhammadiyah Minta Dirut Telkom Dipecat" menjelma jadi “Umat Islam Protes”. Sementara, soal CSR PT Telkom “Rp 3,5 miliar untuk gereja dan masjid Rp 100 juta” tidak pula diperjelas konteksnya.

Malah artikel faktakini.com menambahkan informasi dalam tulisannya melalui kalimat:

"Indonesia adalah negara mayoritas Muslim, sekitar 87 persen rakyat Indonesia adalah umat Islam. Karena itu pembagian dana CSR Telkom sangat tidak proposional yaitu Masjid hanya dapat 100 juta rupiah sementara Gereja melimpah ruah dapat 3,5 Milyar terus menuai kecaman Islam", seperti dikutip langsung dari artikel faktakini.com serta menjadi pembuka artikel.

Namun dari sana tampak asal-usul informasi yang tersebar melalui lapisan artikel dan beragam situs: timesindonesia.co.id.

Asal-Usul Angka Rp3,5 Miliar dan Rp100 Juta

Narasumber utama dan satu-satunya dalam artikel timesindonesia.co.id itu adalah Mustofa Nahrawardaya. Apakah angka 3,5 milyar dan Rp100 juta berasal dari Mustofa? Tidak terlalu jelas. Angka itu muncul dalam paragraf ketujuh tetapi dalam bentuk kalimat tidak langsung, bukan kalimat langsung dari narasumber. Kalimat-kalimat langsung yang dinisbatkan kepada narasumber lebih merupakan tanggapan dan bukan sodoran angka.

Perihal CSR PT Telkom “Rp3,5 miliar untuk gereja dan masjid Rp100 juta” ditemukan juga pada pernyataan Jamal dari Masyarakat Peduli Keadilan (MPK) pada artikel timesindonesia.co.id lainnya yang berjudul "Setelah PBNU, MUI Juga Sayangkan Sikap Diskriminatif PT Telkom".

"Begitu juga pemberian bantuan untuk salah satu rumah ibadah di daerah NTT yang menggunakan anggaran Rp 3,5 miliar," kata Jamal seperti dikutip langsung dari artikel tersebut.

Perlu diketahui, situs timesindonesia.co.id menurunkan secara berseri soal CSR PT Telkom mulai dari 19 April (artikel berjudul "Egi Sudjana: PT Telkom Lecehkan Umat) hingga 22 April (artikel berjudul "PP GPII Akan Kaji Dugaan Diskriminasi Dana CSR PT Telkom").

Pertanyaan selanjutnya, tepatkah informasi soal CSR PT Telkom “Rp 3,5 miliar untuk gereja dan masjid Rp 100 juta” itu?

Pada 23 Februari 2016, Antara menurunkan artikel berjudul "Telkom Bantu Masjid Raya Mujahidin Rp100 Juta". Artikel memberitahu bahwa PT Telkom membantu Masjid Raya Mujahidin Pontianak sebesar Rp100 juta. Bantuan yang diberikan dipergunakan untuk membayar utang pembangunan Masjid Raya terbesar di Kalimantan Barat. Informasi ini memperjelas dari mana sumber angka “Rp 100 juta untuk masjid” yang disebut-sebut itu.

Sementara pada 24 Desember 2017 Antara menurunkan berita "Telkom Bantu Rp3,5 Miliar untuk Pembangunan Gereja". Berita menyebutkan gereja yang dimaksud adalah Gereja Paroki St.Martinus Hinga. Berita akhir Desember itu ikut membantu memperjelas dari mana sumber angka “Rp 3,5 miliar untuk gereja” berasal.

Untuk soal bantuan ke NTT itu, tidak hanya diberitakan oleh Antara. Informasi serupa pernah muncul kembali pada awal Maret 2018 pada situs bumn.go.id. Portal berita Republika juga ikut memberitakan melalui artikel berjudul "Telkom Bantu Renovasi Cagar Budaya Gereja di NTT".

Dari berita Republika, konteks dana CSR malah menjadi lebih jelas: Gereja Paroki St.Martinus Hinga di Desa Hinga, Kecamatan Klubagolit, Kabupaten Flores Timur, NTT, diperlakukan sebagai cagar budaya karena sudah berusia cukup tua (didirikan pada 1938). Tak hanya itu, di situ disebutkan bahwa yang dilakukan hanya merenovasi, bukan membangun.

Berita Republika itu bahkan menyebutkan Telkom juga ikut membantu merenovasi dua masjid di NTT dan fasilitas publik lainnya. Kutipan lengkapnya:

"Selain bantuan renovasi Gereja St. Martinus Hinga, Telkom juga menyerahkan bantuan lainnya diantaranya untuk merenovasi dua Masjid, yakni Masjid Nur Sa’adah Puhu dan Masjid Besar Jabal Nur di Kecamatan Adonara Timur, pembuatan sumur bor untuk menanggulangi kesulitan air bersih di Lingkungan Wothan, Kelurahan Waiwerang Kota dan di Dusun Molong, Desa Kawela, Kecamatan Wotan Ulu Mado, penyediaan fasilitas Broadband Learning Center (BLC) di MTs Nurul Iman, Kupang, serta bantuan penyediaan aplikasi i-CHAT di SLB Negeri Weri, Larantuka. i-CHAT adalah inisiatif Telkom untuk membantu penyandang tuna rungu berkomunikasi dan menyerap informasi."

Berita di Republika itu ditutup dengan kalimat: "Total bantuan yang diberikan Telkom untuk perbaikan sarana ibadah, akses air bersih, serta penyediaan fasilitas pendidikan berupa BLC dan i-CHAT bagi masyarakat NTT ini senilai Rp 3,95 miliar."

Disinformasi yang Dilakukan dengan Telanjang

Artikel dari timesindonesia.co.id, yang kemudian diolah oleh faktakini.com dan diduplikasi oleh artikel tarbiyah.net, nusanews.id, lantas sholihah.net plus diamplifikasi oleh dua tokoh publik (Hidayat Nur Wahid dan Cholil Nafis) di media sosial sama sekali tak memberikan konteks yang terang perihal angka Rp3,5 miliar dan Rp100 juta ini.

Ada sejumlah konteks yang harus dijelaskan.

Pertama, dua angka itu (Rp3,5 miliar dan Rp100 juta) berasal dari kegiatan di tempat yang berbeda yaitu di Pontianak (Kalimantan Barat) dan Flores Timur (NTT). Kedua, dua angka itu berasal dari tahun berbeda; Rp100 juta untuk masjid pada 2016; sementara Rp3,5 miliar untuk gereja pada 2017. Ketiga, bantuan Rp100 juta untuk masjid adalah bantuan untuk melunasi utang pembangunan masjid. Keempat, bantuan Rp3,5 miliar untuk gereja sebenarnya untuk mendukung renovasi pembangunan gereja yang dinilai sebagai cagar budaya. Kelima, di Flores Timur itu Telkom juga merenovasi dua masjid dan fasilitas publik lainnya.

Tirto mencoba melakukan konfirmasi kepada Vice President Corporate Communication Telkom Arif Prabowo dan AVP External Communication Telkom Pujo Pramono untuk bertanya soal ini, tetapi hingga naskah ini tayang keduanya belum memberikan tanggapan.

Tirto kemudian mengakses laporan tahunan 2017 yang berjudul "Mempercepat Ekonomi Digital Indonesia" yang dikeluarkan oleh PT Telkom. Pada halaman 251, PT Telkom menyebut soal penyaluran dana program bina lingkungan 2015-2017. Dana program bina lingkungan inilah yang disebut sebagai program CSR. Selama periode itu, menurut laporan tersebut, tersedia alokasi dana sebesar Rp82 miliar per tahun untuk menjalankan program.

Ada delapan sektor yang jadi target penyaluran bantuan program sosial itu. Bantuan sarana ibadah adalah salah satu dari delapan sektor yang jadi target penyaluran. Sektor lainnya: bantuan korban bencana alam, bantuan pendidikan, bantuan peningkatan kesehatan, bantuan pengembangan prasarana umum, bantuan pelestarian alam, bantuan untuk pengentasan kemiskinan serta bantuan peningkatan kapasitas mitra binaan.

Jika membandingkan besaran nilai antarsektor, program "bantuan sarana ibadah" bukan sektor utama, juga bukan program CSR PT Telkom dengan dana terbesar.

Pada 2016 misalnya, nilai program "bantuan sarana ibadah" berada pada posisi keempat , dengan total bantuan Rp10,62 miliar, atau setara 12,96% dari keseluruhan dana program. Bantuan sarana ibadah itu tercatat diberikan kepada 382 target penerima. Sementara, untuk nilai bantuan tertinggi, "Bantuan Pendidikan" tercatat mengambil 43,53% dari keseluruhan dana program, atau sebesar Rp35,68 miliar.

Sedangkan pada 2017, nilai program "bantuan sarana ibadah" malah berada pada posisi keempat. Total nilai bantuannya Rp10,21 miliar untuk 395 target penerima. Nilai bantuan itu mencapai 12,46% dari keseluruhan program.

Dana program bina lingkungan tahun 2017 menempatkan sektor "bantuan untuk pengentasan kemiskinan" sebagai sektor utama. Sektor soal pengentasan kemiskinan mendapatkan anggaran program sebesar Rp28,26 miliar atau setara 34,48% dari total dana program. Program lain, "bantuan pendidikan" pun tercatat masih besar, senilai Rp25,08 miliar atau setara 30,60% dari total dana program.

Artinya, CSR PT Telkom tidak hanya "bantuan sarana ibadah". Pun "bantuan sarana ibadah" tidak hanya diberikan kepada satu atau dua target penerima saja.

Berbekal dokumen laporan tahunan diatas penerima "bantuan sarana ibadah" diketahui mencapai ratusan target. Sehingga membandingkan dua kasus, yang itu pun berasal dari dua lokasi yang berjauhan dan dari periode tahun yang berbeda, kurang tepat. Apalagi untuk menjadi kesimpulan untuk menilai kebijakan CSR PT Telkom.

Pola dan Siklus Disinformasi

Siklus disinformasi artikel dapat diringkas begini: timesindonesia.co.id - faktakini.com – cuitan Twitter Cholil Nafis – cuitan Twitter Hidayat Nur Wahid - tarbiyah.net - nusanews.id - sholihah.net. Mudah ditebak jika disinformasi ini terus bergulir. Khusus untuk artikel terakhir yang diunggah sholihah.net bahkan memiliki potensi untuk menyebar secara kuat.

Aplikasi Crowdtangle menunjukan artikel sholihah.net disebar oleh Fanpage Facebook Dakwah Media dengan daya sebar 13.6 kali lebih kuat daripada postingan lainnya. Artinya, artikel berpotensi menjadi viral (pengamatan dilakukan hingga 24 April 2018 pukul 15.00 WIB).

Artikel-artikel itu sepintas masuk kategori mixture (setengah benar, setengah salah). Akan tetapi, berbagai imbuhan dan penekanan yang direproduksi berbagai situs itu (dari "Muhammadiyah minta Dirut Telkom Dipecat" hingga "umat Islam protes") sama sekali mengabaikan konteks sehingga masuk kategori disinformasi.

======

Tirto mendapatkan akses pada aplikasi CrowdTangle yang memungkinkan mengetahui sebaran sebuah unggahan (konten) di Facebook, termasuk memprediksi potensi viral unggahan tersebut. Akses tersebut merupakan bagian dari realisasi penunjukan Tirto sebagai pihak ketiga dalam proyek periksa fakta.

News Partnership Lead Facebook Indonesia, Alice Budisatrijo, mengatakan, alasan pihaknya menggandeng Tirto dalam program third party fact checking karena Tirtomerupakan satu-satunya media di Indonesia yang telah terakreditasi oleh International Fact Cheking Network sebagai pemeriksa fakta.

Baca juga artikel terkait PERIKSA FAKTA atau tulisan lainnya dari Frendy Kurniawan

tirto.id - Bisnis
Reporter: Frendy Kurniawan
Penulis: Frendy Kurniawan
Editor: Zen RS