tirto.id - Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot Sulistiantoro Dewa Broto memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus suap mantan Menpora Imam Nahrawi.
Saat diperiksa, ia datang berempat bersama saksi lainnya. Dua dari Kemenpora dan dua orang lagi dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Gatot mengaku pemanggilannya yang ketiga oleh KPK itu hanya berupa pemberkasan terhadap dokumen yang disita. Sehingga tidak ditanyakan satu persatu terhadap keempat saksi yang datang.
"Ada dokumen yang disita oleh KPK kemudian juga digunakan untuk proses persidangannya Pak Mulyana kemudian Pak Ardi, kemudian Pak Eto. Dan sudah dikembalikan ke kami," kata dia usai diperiksa KPK di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (23/10/2019).
Namun kemudian dokumen tersebut disita lagi oleh KPK dalam konteks proses pemeriksaan terhadap mantan Menpora Imam Nahrawi.
Gatot mengatakan, selama pemeriksaan, ia bersama ketiga rekannya hanya mengkonfirmasi terkait daftar dokumen yang disita. Selama dimintai keterangan kata Gatot, KPK tak menanyakan tentang pemberian barang maupun uang.
"Enggak, ini hanya dokumen biasa. Contohnya, ini hanya dokumen lembar surat proposal terkait KONI dan Kemenpora," terangnya.
Kemudian, Gatot juga menyatakan bahwa dokumen itu tak satu pun yang disita dari meja kerjanya.
"Ini adalah dokumen yang disita pada saat OTT dan saat itu ada penggeledahan," pungkasnya.
KPK menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi sebagai tersangka dalam kasus suap dugaan dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) pada Rabu (18/9/2019) kemarin.
Imam Nahrawi disangkakan telah menerima uang sejumlah Rp14,8 miliar sepanjang 2014-2018 melalui staf pribadinya, Miftahul Ulum. Pada periode 2016-2018 Imam juga ditengarai menerima tambahan Rp11,8 miliar.
"Sehingga total dugaan penerimaan Rp26.500.000.000. Uang itu merupakan fee atas mengurusi proposal dana hibah KONI kepada Menpora tahun anggaran 2018," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di konferensi pers.
Atas perbuatannya tersebut, Imam telah melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1, Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Irwan Syambudi