tirto.id -
"Setelah menerima surat tertanggal 27 November 2017 dari Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI, besok sekitar pukul 10.00 WIB, KPK akan memfasilitasi MKD untuk lakukan pemeriksaan terhadap SN," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis kepada Tirto, Rabu (29/11/2017).
Surat tersebut berkaitan permintaan izin berkunjung. Febri menjelaskan, surat tersebut berisi informasi bahwa MKD telah menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik. MKD dinilai berwenang memanggil pihak terkait dan bekerjasama dengan lembaga negara lain.
"Oleh karena SN sedang dalam proses penahanan KPK maka MKD meminta agar dapat menemui yang bersangkutan dalam rangka verifikasi dan penyelidikan," kata Febri.
Saat ini setidaknya ada dua laporan yang masuk ke MKD terkait Setya Novanto. Laporan pertama terkait dugaan Setya Novanto melanggar kode etik dan sumpah jabatan lantaran menjadi tersangka dalam kasus korupsi e-KTP.
Laporan kedua juga disampaikan oleh Himpunan Mahasiswa Pancasarjana Indonesia (HMPI) pada Kamis (23/11/2017). HMPI melaporkan Setya Novanto yang diduga melanggar kode etik dan undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) karena menjadi tersangka korupsi e-KTP.
Disebutkan sebelumnya, MKD akan tetap mengganti Ketua DPR Setya Novanto, tanpa menunggu sikap dari Partai Golkar. Penggantian dilakukan lantaran Novanto diduga melakukan pelanggaran kode etik setelah menjadi tahanan KPK.
"MKD akan mengambil sikap dan akan memproses kasus ini. Karena ini tidak bisa dibiarkan," kata Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (21/11/2017).
Sudding menerangkan, ada dua opsi terkait penggantian Novanto. Pertama berasal dari aduan masyarakat, dan kedua tanpa aduan masyarakat. Dalam hal ini, politikus Partai Hanura ini mengatakan, MKD mengambil opsi kedua dengan sejumlah pertimbangan.
Pertimbangan pertama, menurut Sudding, kasus Novanto sudah menjadi pemberitaan media dan menjadi konsumsi publik. Sehingga, institusi DPR ikut terseret masalah Novanto. "Ini terkait institusi," kata Sudding.
Ada pun pertimbangan kedua, Sudding menyebut, status penahanan Novanto. Menurut Sekretaris Jenderal Partai Hanura ini, penahanan itu jelas mengindikasikan penyelewengan sumpah jabatan dan wewenang sebagai ketua DPR sebagaimana termaktub dalam Pasal 87 Ayat 2 huruf b UU MD3.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri