Menuju konten utama

Di Balik Sikap Ba'asyir yang Tak Mau Minta Grasi dari Jokowi

Di tengah kesehatan yang memburuk, Ustaz Abu Bakar Ba’asyir mengajukan tahanan rumah tapi menolak mengajukan grasi.

Di Balik Sikap Ba'asyir yang Tak Mau Minta Grasi dari Jokowi
Terpidana abu bakar ba'asyir membacakan kesimpulannya pada sidang peninjauan kembali (pk) di pengadilan negeri cilacap, jawa tengah, selasa (9/2). Sidang ketiga ini mengagendakan pembacaan kesimpulan dan penandatanganan berkas acara pemeriksaan yang kemudian akan dikirim ke pengadilan negeri jakarta selatan. antara foto/idhad zakaria/

tirto.id - Ustaz Abu Bakar Ba’asyir mengajukan permohonan tahanan rumah kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kondisi Ba’asyir yang mulai sakit-sakitan dan ingin di dekat rumah jadi alasan permohonan.

Ketua Tim Hukum Ba’asyir, Achmad Michdan mengatakan usulan tahanan rumah terhadap kliennya sudah diajukan sejak lama. “Karena dasar kemanusiaan. Ini sudah lama kami ajukan kalau bisa ditempatkan di dekat keluarga,” kata Michdan kepada Tirto, Jumat (3/2/2018).

Permohonan Ba’asyir yang merupakan terpidana kasus terorisme merujuk pada kasus Xanana Gusmao—mantan narapidana politik Orde Baru. Xanana pernah menjadi tahanan rumah di Jakarta Pusat pada 11 Februari 1999.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu merespons permohonan ini meski ia tak punya wewenang terkait perkara Ba’asyir. Ryamizard mengatakan opsi tahanan rumah untuk Ba’asyir dari sisi keamanan sangat mungkin. Pemerintah lebih baik melakukan tahanan rumah daripada membebaskan Ba’asyir.

“Nanti kalau ada apa-apa, pemerintah lagi [yang harus mengurus],” kata Ryamizard.

Humas Ditjen Pemasyarakatan Kemenkum dan HAM Ade Kusmanto mengatakan keinginan Ba’asyir menjadi tahanan rumah tak bisa dipenuhi. Ini karena pendiri Pondok Pesantren Ngruki, Surakarta itu bukan lagi berstatus terdakwa.

“Tahanan rumah diberikan kepada seorang yang sedang menjalani masa proses peradilan tidak pada narapidana,” kata Ade.

Menurut Ade, salah satu cara yang Ba’asyir bisa tempuh adalah mengajukan permohonan grasi. Grasi bisa diajukan penasihat hukum atau keluarga dengan persetujuan dari Ba’asyir.

Wacana grasi ini yang belakangan ramai ditanggapi politikus di DPR. Anggota Komisi III Fraksi PKS Nasir Djamil misalnya menyebut Abu Bakar Baasyir layak mendapatkan grasi dari Presiden Jokowi karena kondisi kesehatan yang bersangkutan saat ini memburuk.

“Ya kalau sakitnya berat, atau atas dasar kemanusiaan bisa saja diberikan grasi,” kata Nasir, Rabu (28/2/2018).

Ba'asyir Tak Mau Minta Grasi

Achmad Michdan, sebagai tim hukum Ba’asyir menegaskan soal wacana grasi adalah di luar permintaan Ba’asyir. Ba’asyir tak mau mengajukan grasi kepada pemerintah. Alasannya karena grasi sebagai pesan bahwa terpidana mengakui kesalahan dan meminta pengampunan kepada presiden.

“Dalam kaitan dianggap bersalah, beliau menyatakan bahwa apa yang dilakukan adalah perintah agama. Dia menjalankan perintah agama, dan tidak mungkin mengajukan grasi. Saya juga enggak mau,” ucap Michdan.

Sikap Ba’asyir yang tak mau mengajukan grasi maka opsi ini jadi tertutup. Namun, Michdan menyebut Presiden Jokowi bisa saja memberikan abolisi atau mengabulkan permintaan tahanan rumah jika menimbang sisi kemanusiaan.

Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al-Rahab angkat bicara soal sisi kemanusiaan pada kasus Ba’asyir. Ia berpendapat pemerintah perlu mempertimbangkan usulan tahanan rumah. Ba’asyir punya hak untuk mendapatkan pelayanan medis tanpa harus melihat sisi pidana yang sudah divonis pengadilan kepadanya.

“Dia punya hak yang sama untuk mengajukan pemenuhan hak secara hukum. Tuduhan pidana kan sudah divonis di pengadilan,” kata Amiruddin kepada Tirto.

Apakah bentuknya dalam tahanan rumah? Amiruddin menyebut itu tergantung pada gangguan kesehatan “Dan yang menentukan di mananya itu lembaga hukum yang menangani kasusnya. Silakan mereka mengkalkulasi keadaan.”

Apa Solusinya?

Keputusan Ba’asyir yang enggan mengajukan grasi membuat Kementerian Hukum dan HAM hanya punya satu jalan keluar. Humas Ditjen Pemasyarakatan Kemenkum dan HAM Ade Kusmanto mengatakan opsi yang memungkinkan adalah pembebasan bersyarat terhadap Ba’asyir.

“Program pembinaan ini bisa diberikan kepada narapidana yang telah berkelakuan baik dan telah menjalani pidana 2/3 masa pidanya,” ucap Ade.

Namun, pembebasan bersyarat kepada Ba’asyir bakal sulit. Syarat pembebasan bersyarat sangat tergantung dengan sikap terpidana teroris ini.

“Komitmennya [Jokowi] yang saya baca [dari media] enggak keberatan, artinya karena kemanusiaan beliau akan berikan tahanan rumah tidak dalam mengabulkan permohonan grasi atau pemberian abolisi,” ucap Michdan.

Pegiat Hak Asasi Manusia Yati Andriani menilai pemerintah bisa memberikan grasi atau langkah hukum yang lain. Namun, harus tetap memenuhi rasa keadilan dan kemanusiaan.

“Jangan sampai rencana ini tidak pure soal hukum dan keadilan juga kemanusiaan, tetapi ada muatan-muatan lain di luar itu,” tegas Yati.

Presiden Jokowi sempat menyetujui pemindahan Baasyir dari Lembaga Pemasayarakatan (Lapas) Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, ke sebuah rumah sakit (RS) di Jakarta.

“Ini kan sisi kemanusiaan, yang juga saya kira untuk semuanya. Kalau ada yang sakit tentu saja kepedulian kita untuk membawa ke rumah sakit untuk disembuhkan,” kata Presiden Jokowi Kamis (1/3) seperti dikutip dari Setkab.go.id

Jokowi juga merespons soal wacana memberikan grasi kepada Ba’asyir. Jokowi menegaskan sampai saat ini belum ada surat mengenai masalah tersebut.

“Sampai saat ini belum ada surat yang masuk kepada saya,” kata Jokowi.

Baca juga artikel terkait KASUS ABU BAKAR BAASYIR atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Hukum
Reporter: Mufti Sholih
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih