tirto.id - Dalam salah satu pertandingan pekan kedua Premier League musim 2019-2020, Sabtu (17/8/2019), pertandingan antara Manchester City melawan Tottenham Hotspur yang berakhir dengan skor 2-2 setidaknya mempunyai dua sudut pandang menarik.
Pada satu sisi, pertandingan itu dapat menunjukkan Spurs ialah tim yang sangat efisien karena mampu mencetak 2 gol hanya dari 3 percobaan tembakan ke arah gawang. Namun pada sisi lainnya, pertandingan itu juga mampu menunjukkan dominasi City: mereka nyaris unggul segalanya dari Spurs.
Dalam laga yang berlangsung di Stadion Etihad, Emma Sanders dari BBC bahkan menilai dominasi City sudah terlihat jelas sejak menit awal pertandingan. Saat pertandingan baru berlangsung selama 15 menit, anak asuh Pep Guardiola sudah mampu menguasai 68,5% penguasaan bola dan lima kali melakukan percobaan tembakan ke arah gawang--hanya satu tembakan yang tak mengarah tepat sasaran--.
Dan, tulis Sanders, "Setelah Raheem Sterling mampu mencetak gol keempatnya pada musim ini pada menit ke-20, para pemain Spurs berjalan ke lingkaran tengah, saling memandang dan bertanya-tanya: bagaimana mereka akan menghentikan serangan demi serangan yang terus dilakukan pemain-pemain City?"
Spurs memang mampu menyamakan kedudukan selang tiga menit setelah gol Sterling, lewat tembakan mendatar Erik Lamela. Namun, City tetap menyerang tanpa henti dan menggempur pertahanan Spurs dari berbagai sisi.
Hingga pertandingan bubar, City berhasil mencatatkan 13 kali tendangan sudut dan 24 kali melakukan percobaan tembakan tambahan ke gawang Spurs--ini di luar gol Gabriel Jesus yang dianulir VAR, karena Oleksandr Zichenko tertangkap handball--.
Sementara itu, Spurs hanya melakukan 2 tambahan percobaan tembakan ke arah gawang dan hanya 2 kali mendapat tendangan sudut setelah Lamela mencetak gol. Efisiensi Spurs ini patut diapresiasi, karena tanpa efisiensi itu, Spurs bakal pulang ke London dengan tangan kosong.
Meski begitu, Danny Murphy, pandit BBC, menilai efisiensi saja ternyata tak cukup untuk mengalahkan City.
"Saat Anda bertanding melawan City, Anda harus bisa melakukan sesuatu yang spesial untuk menghentikan serangan mereka. Mereka [Spurs] memang berhasil keluar dari kesulitan, tapi mereka hanya beruntung," kata Murphy.
Lantas, mengapa serangan City sangat sulit untuk dihentikan?
Mengekspolitasi Half-Space
Pep Guardiola punya filosofi yang biasa disebut dengan istilah Juego de pocition, sebuah filosofi permainan yang menekankan terhadap pentingnya penguasaan bola. Dalam filosofinya, Guardiola akan membagi lapangan menjadi 20 zona.
Untuk memaksimalkan zona teorinya itu, Pep menerapkan batasan khusus: secara vertikal, hanya boleh ada dua pemain yang berdiri sejajar di tiap-tiap zona, sedangkan secara horizontal, hanya boleh ada tiga pemain yang berdiri sejajar di tiap-tiap zona.
Tujuan batasan ini ada dua: pertama, Pep ingin para pemainnya yang menguasai bola punya opsi lebih banyak untuk mengirimkan umpan; kedua, Pep juga ingin timnya bermain cair dan para pemain tidak terikat dalam satu-dua posisi saja.
Jonathan Wilson, analis sepakbola Inggris yang menulis kolom di The Guardian, menyebut dari 20 zona itu, dua zona teori paling sering digunakan Pep untuk untuk melancarkan serangan berbahaya. Zona itu terletak di wilayah half-space, daerah yang berada di antara fullback kanan/kiri lawan dan bek tengah sebelah kanan/bek tengah sebelah kiri lawan. Untuk mengeksploitasi daerah tersebut, Pep akan memanfaatkan dua penyerang terluarnya.
Thiery Henry, mantan pemain yang pernah dilatih Pep di Barcelona, pernah memberikan penjelasan soal "senjata" Pep ini. "Saat Anda berdiri di antara fullback kanan dan bek tengah sebelah kanan lawan, saya melakukan hal yang sama di sisi kiri, Anda dan saya secara tidak langsung berhasil mengunci empat pemain belakang lawan," kata Henry.
Dengan cara itu, kata Henry, bek lawan tak akan memperhatikan hal lain. Alhasil pertahanan lawan pun terbuka: Lionel Messi, penyerang tengah Barcelona, bisa turun sesuka hati ke lini tengah mengawali serangan berbahaya Barca, sedangkan Xavi dan Iniesta, dua gelandang serang Barca, juga bisa secara leluasa muncul dari lini kedua.
Pep mempertahankan pendekatan ini saat melatih City. Namun, ia memodifikasinya karena City tidak punya penyerang seperti Messi.
Ia pun menggunakan dua pemain tengah yang bisa bermain melebar seperti David Silva serta Kevin De Bruyne untuk mengekspoitasi wilayah half-space, kemudianmenggunakan pemain tersebut sebagai pusat serangan dan bukan lagi sebagai pengalih serangan.
Cara yang digunakan pun tak terduga: melalui umpan-umpan silang. Ini jelas berbeda dengan cara yang Pep terapkan saat melatih Barcelona, karena saat itu, Pep anti-umpan silang.
Lantas, bagaimana cara kerjanya?
Memaksimalkan Umpan Silang
Di Premier League musim 2018-2019, Manchester City merupakan salah satu tim yang paling sering mengumpan silang. Menurut hitung-hitungan Whoscored, City menorehkan 783 kali umpan silang dalam situasi open play. Rinciannya: 154 umpan silang City menemui sasaran dan 629 sisanya gagal.
Apabila dilihat lewat kacamata akurasi, umpan silang yang dilakukan City memang terlihat sia-sia belaka. Namun, bagaimana jika umpan silang itu dilihat dengan cara berbeda?
Musim lalu, City berhasil melakukan 386 percobaan tembakan ke arah gawang dari dalam kotak penalti, terbanyak di antara tim-tim Premier League lainnya. Seandainya 154 umpan silang pemain City diasumsikan berperan langsung terhadap tembakan tersebut, itu berarti, umpan silang tersebut setidaknya berperan hampir sebesar 40% dari gol City.
Kemudian, mengingat 72 gol dari 92 gol City musim lalu berasal dari open play--56 di antaranya dieksekusi dari dalam kota penalti--dampak umpan silang yang dilakukan pemain-pemain City tentu cukup besar.
Lewat salah satu analisisnya di ESPN, Michael Cox lantas menjelaskan mengapa umpan silang pemain City sangat berpengaruh terhadap serangan. Menurut Cox, pemain City nyaris tak pernah mengirimkan umpan silang secara konvensional.
Umpan silang City, kata Cox, tidak melulu melambung dan muncul dari luar kotak penalti. Sebaliknya, dilakukan dari sudut sempit, kadang mendatar, dan dengan kecepatan yang luar biasa.
"Seringkali, hasil akhir dari umpan silang itu sulit diprediksi karena baik bola maupun pemain City yang akan melakukan penyelesaian tiba dengan kecepatan luar biasa. Namun, saat semuanya tepat sasaran, gol amat mungkin terjadi. Maka, meskipun tingkat akurasi umpan silangnya bermasalah, cara ini sangat efektif," tulis Cox.
Cox juga menyebut Pep tentu tak asal-asalan menerapkan pendekatan itu. Cox benar belaka: Pep tetap menggunakan juege de pocition sebagai pijakan serta tetap memanfaatkan half-space sebagai pusat serangan.
Saat City membangun serangan, terutama saat bermain dengan formasi 4-3-3, dua penyerang sayapnya akan bermain melebar. Tujuannya, menciptakan jarak antar full-back dan bek tengah lawan, sehingga pemain tengah City bisa memanfaatkan ruang terbuka di antara kedua bek tersebut. Dari sana, pemain tengah bisa bergerak ke depan untuk kemudian mengumpan silang seperti yang dijabarkan oleh Michael Cox.
Namun, pendekatan City untuk mengirimkan umpan silang dari wilayah half-space ternyata tidak hanya berhenti sampai di situ. Saat lawan sadar di mana mereka kemudian menutup wilayah half-space dengan salah satu pemain tengahnya, pemain tengah City bisa sedikit mundur ke belakang, memanfaatkan ruang yang ditinggalkan pemain tengah lawan itu. Dari sana, mereka juga bisa mengirimkan umpan berbahaya.
Setidaknya hasil pendekatan seperti itu dapat dilihat dari proses dua gol City ke gawang Tottenahm Hotspur.
Dua gol mereka berawal dari umpan silang Kevin De Bruyne. Pertama, tahu bahwa Harry Winks, gelandang Spurs, menutup wilayah half-space saat Danny Rose, full-back kiri City, mendekati Bernardo Silva di sisi lapangan, De Bruyne mundur sedikit ke belakang. Ia lantas meminta bola untuk kemudian mengirimkan umpan silang ke tiang jauh.
Sementara itu untuk gol kedua City, Winks sedikit terlambat menutup wilayah half-space ketika Silva lagi-lagi memaksa Rose untuk bermain lebih melebar. Alhasil, Silva mengirimkan umpan terobosan, De Bruyne meneruskannya dengan umpan silang kencang dan mendatar, dan Aguero berhasil memanfaatkannya dengan baik.
Dengan visi yang dimiliki para penyerang sayap serta kemampuan full-back yang mampu melakukan overlap di daerah half-space, pendekatan Pep ini sangat sulit dihentikan tim lawan. Itu artinya, City kemungkinan besar akan tetap mengandalkan pendekatan tersebut di sepanjang musim ini.
Tanda-tandanya sudah terlihat: selain 2 gol ke gawang Spurs, 2 dari 5 gol City ke gawang West Ham United pada pekan pertama juga berawal dari umpan silang.
Editor: Mufti Sholih