Menuju konten utama

Di Balik Pertemuan Jokowi dengan Purnawirawan di Istana

Pertemuan Jokowi dengan sejumlah purnawirawan ditanggapi beragam. Ada yang menganggap itu positif, tapi ada pula yang merasa itu tak perlu.

Di Balik Pertemuan Jokowi dengan Purnawirawan di Istana
Presiden Joko Widodo memberikan pidato usai penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) tahun 2018 dan Ikhtisar Hasil Pemerikaan Semester (IHPS) II tahun 2018 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (29/5/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.

tirto.id - Sejumlah purnawirawan bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jumat (31/5/2019) lalu. Rombongan yang dipimpin Menkopolhukam Wiranto itu datang bersama tiga ketua persatuan purnawirawan TNI tiap matra, yakni Ketua Umum Persatuan Purnawirawan AD Letjend TNI (Purn) Kiki Syahnakri, Ketua Umum Persatuan Purnawirawan AL Laksamana TNI (Purn) Ade Supandi, dan Ketua Umum Persatuan Purnawirawan AU Marsekal TNI (Purn) Djoko Suyanto.

Selain itu hadir pula mantan KSAD Jenderal (Purn) Wismoyo Arismunandar, Letjen TNI (Purn) Sintong Panjaitan, dan Letjen TNI (Purn) Rais Abin.

Pertemuan ini tidak bisa dilepaskan dari situasi nasional saat ini, terutama terkait penangkapan dua pensiunan jenderal, mantan Danjen Kopassus Mayor Jenderal (Purn) Soenarko dan mantan Kepala Staf Kostrad Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen.

Soenarko jadi tersangka penyelundupan senjata api ilegal, sementara Kivlan disangkakan melanggar aturan soal penguasaan senjata api. Semua ditangkap pasca kerusuhan di Jakarta yang terjadi 21-22 Mei lalu.

Kepala Staf Kepresidenan yang juga pensiunan tentara, Moeldoko, membenarkan pertemuan ini memang terkait dengan penangkapan purnawirawan. Dia bilang penangkapan itu membuat beberapa purnawirawan "salah persepsi" terhadap pemerintah. Dan orang yang diundang, katanya, diharapkan bisa meluruskan persepsi itu.

"Mungkin kemarin-kemarin ini ada beberapa purnawirawan yang ada perbedaan-perbedaan dalam memandang pemerintahan sekarang. Maka harapan kita, melalui komunikasi dengan para senior ini, bisa menjembatani," kata Moeldoko, Jumat (31/5/2019), sebagaimana dilansir dari Antara.

Pro & Kontra

Maksud pertemuan itu lantas ditanggapi beragam. Pemerhati militer sekaligus Direktur Eksekutif Institute For Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, mengatakan lewat pertemuan itu pemerintah tengah menarik purnawirawan ke dalam pusaran konflik, padahal mestinya tidak boleh begitu.

"Ini memalukan. Bayangkan, orang tua yang sudah waktunya sama anak-cucu gitu masih ditarik-tarik untuk urusan pertikaian politik seperti ini," kata Fahmi kepada reporter Tirto, Jumat (31/5/2019) lalu.

Karenanya dia bilang gaya komunikasi pemerintah seperti ini buruk. Disebut buruk juga karena seakan-akan pemerintah memanfaatkan purnawirawan untuk "menekan" purnawirawan (dan tentara aktif) yang angkatannya di bawah mereka.

"Seolah ada siswa-siswa berantem, kita datangi gurunya biar takut," katanya.

Selain itu, Fahmi juga bilang pertemuan ini jadi bukti bahwa pemerintah sipil belum bisa benar-benar terbebas dari cengkeraman militer setelah 20 tahun reformasi berjalan. Pemerintahan sipil, yang dikomandoi Jokowi, toh masih merasa perlu menyeret-nyeret pensiunan tentara untuk menyelesaikan masalah.

"Ini enggak ada bedanya dengan menarik-narik ormas-ormas dalam urusan politik," tegasnya.

Pendapat berbeda diutarakan Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno. Dia justru menanggapi pertemuan ini dengan nada positif. Adi memandang, bicara dengan purnawirawan penting agar tak ada miskomunikasi.

"Sudah betul para purnawirawan diajak diskusi, diajak klarifikasi, diajak tabayun serta membicarakan kondisi politik yang berkembang terutama yang menyangkut Pak Sunarko mantan Danjen Kopassus," kata Adi kepada reporter Tirto.

Solidaritas di antara tentara itu sangat kuat meski mereka sudah pensiun, kata Adi. Meski misalnya tak punya jabatan politik, para purnawirawan ini tetap punya pengaruh, setidaknya untuk membikin opini di kesatuan. Maka mengumpulkan mereka, menjelaskan langsung duduk perkara, sama seperti mencegah konflik.

"Sudah bagus itu untuk meredakan situasi yang berkembang," katanya.

Meski begitu, Adi bilang langkah itu saja tidak cukup. Menurutnya pemerintah juga harus terbuka dalam penanganan kasus yang melibatkan purnawirawan.

"Kalau memang Sunarko makar, ia harus diproses secara hukum. Tapi ingat juga kalau ada kelompok-kelompok lain di luar Sunarko, entah 01 atau 02, itu harus diproses yang sama. Saya membacanya kegaduhan ini tidak akan selesai kalau proses dan penegakan hukum terlihat berat sebelah," pungkas Adi.

Baca juga artikel terkait KOMUNIKASI POLITIK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino