Menuju konten utama

Di Balik Pengumuman Rekapitulasi Suara Pemilu Sebelum 22 Mei

Terlepas dari faktor legal, keputusan KPU yang mengumumkan hasil rekapitulasi sebelum 22 Mei, menurut pengamat, cerdik belaka.

Di Balik Pengumuman Rekapitulasi Suara Pemilu Sebelum 22 Mei
Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi mengumumkan hasil Pemilu 2019 di Ruang Sidang KPU, Jakarta, Selasa (21/5/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Gerakan Kedaulatan Rakyat tadinya hendak menggagalkan pengumuman rekapitulasi Pemilu 2019 yang sedianya diselenggarakan hari ini (22/5/2019). Ini adalah metamorfosis dari "people power", gerakan yang diinisiasi salah satunya oleh politikus gaek Amien Rais.

Mereka melakukan itu karena merasa Pilpres 2019 penuh kecurangan yang sifatnya terstruktur, sistematis, dan masif. Dengan menggelar aksi besar-besaran, mereka berharap KPU batal mengumumkan hasil hitung manual nasional sekaligus bisa mendesak penyelenggara pemilu mendiskualifikasi Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Namun, itu semua tidak terjadi. Satu faktor utama hilang: pengumuman rekapitulasi ternyata tidak dilakukan pada 22 Mei, tapi 21 Mei dini hari, sekitar pukul 2.

Ketua KPU RI, Arief Budiman, sempat berkata kalau pengumuman rekapitulasi suara Pemilu 2019 memang bisa jadi akan lebih cepat dari tanggal 22 Mei. Ini ia katakan di Kompleks Parlemen, Senin (20/5/2019) kemarin.

"Mudah-mudahan [Senin selesai semua]. Kami lihat nanti malam perkembangannya," kata Arief saat itu.

Tak ada yang menduga kalau target itu benar-benar terjadi. Ini lantas memicu kritik, misalnya dari Tengku Zulkarnain, Wakil Sekretaris Jenderal MUI sekaligus Jurkam BPN Prabowo-Sandiaga, yang kerap melontarkan pernyataan-pernyataan kontroversial. Dia menuduh KPU "berbohong".

"Janji pengumuman tanggal 22 Mei, ternyata tanggal 21 sudah pengumuman, dan dini hari pukul 2 pula," katanya via Twitter.

Hal serupa diungkapkan Prabowo Subianto. Dia bilang "pengumuman rekapitulasi dilakukan pada waktu yang janggal dan di luar kebiasaan."

Faktor Politis

KPU sebetulnya tak melanggar aturan apa pun. Sejak awal, tanggal 22 itu diproyeksikan sebagai batas akhir pengumuman hasil rekapitulasi, bukan hari pengumuman rekapitulasi.

Batas akhir pengumuman diatur dalam Undang-Undang Pemilu Pasal 413 ayat (1). Di sana tertulis: "KPU menetapkan hasil pemilu secara nasional dan hasil perolehan suara pasangan calon, perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR, dan perolehan suara untuk calon anggota DPD paling lambat 35 hari setelah hari pemungutan suara."

35 hari dari 17 April (hari pemilihan) adalah hari ini. KPU, sekali lagi, boleh mengumumkan hasil rekapitulasi sebelum itu. Tanggal berapa pun, jam berapa pun.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin, selain tak melanggar aturan apa pun, KPU juga mungkin mempertimbangkan faktor lain. Ujang menduga KPU sengaja mempercepat waktu pengumuman untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang disebut di atas.

"KPU sangat cerdik, ya. Begitu ada ancaman konsentrasi massa tanggal 22 itu, mereka mempercepat pengumuman," kata Ujang kepada reporter Tirto. "Jika besok [rekapitulasi] tentu akan berbenturan, termasuk siang hari ini."

Langkah ini, kata Ujang, patut diapresiasi. Mempercepat pengumuman setidaknya membuat orang-orang yang niat turun aksi tanggal 22 Mei jadi berpikir dua kali. Pada akhirnya ini akan meminimalisir potensi bentrok.

Cara ini memang tak lantas meniadakan demonstrasi sama sekali. Kemarin saja, sudah ada yang demonstrasi ke Bawaslu meski jumlahnya tidak signifikan (jumlah aparat lebih banyak dibanding demonstran). Bedanya tujuan demonstrasi jadi tak jelas, sebab menggagalkan pengumuman rekapitulasi jelas tak mungkin tercapai.

"Kalau untuk menghindari konflik yang lebih besar, patut kita hargai ketangkasan mereka [KPU]," katanya.

KPU memang tangkas, bahkan terkesan buru-buru. Ahad (19/5/2019) malam, penghitungan suara untuk dapil Kuala Lumpur yang mestinya selesai ternyata mesti ditunda sehari. Akhirnya mereka mesti menghitung suara lima lokasi sekaligus keesokan harinya: Riau, Sumatera Utara, Kuala Lumpur, Maluku, dan Papua.

Suara di tiga lokasi yang disebut di awal akhirnya rampung, Senin sore. Mereka lantas tancap gas menghitung suara Maluku dan Papua.

KPU sebenarnya bisa menunda penghitungan untuk Papua ketika hari sudah berganti. Toh, itu tidak dilakukan. Mereka terus lanjut hingga Selasa sekitar pukul 00.24.

Akhirnya KPU mengetuk palu, menskors sidang lebih dari 30 menit, dan lantas rapat pleno yang selesai sekitar pukul 2.

Koordinator Jubir Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak, juga menduga KPU sengaja mempercepat pengumuman rekapitulasi untuk menghindari para demonstran.

Dia bilang semestinya KPU tidak takut karena toh demo-demo hari ini akan tertib dan tak mengancam.

"Demo-demo damai. Demo-demo itu konstitusional. Jadi apa yang ditakuti, kan, enggak ada harusnya, " kata Dahnil.

Komisioner KPU Ilham Saputra tidak bicara apa maksud mereka mengumumkan hasil pemilu, Selasa dini hari kemarin. Dia hanya bilang kalau semuanya sah karena dihadiri semua saksi--meski saksi dari Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi menolak tanda tangan--sampai rekapitulasi selesai.

"Dihadiri oleh para saksi dari pasangan capres maupun partai. Gitu, ya. Bahkan saksi Gerindra dan BPN 02 mengikuti sampai akhir rekap," katanya.

Baca juga artikel terkait AKSI 22 MEI atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino & Mufti Sholih