Menuju konten utama
Perkembangan Investasi Jateng

Di Balik 97 Perusahaan Relokasi Pabrik ke Jawa Tengah, Ada Apa?

Sekitar 97 perusahaan telah merelokasi pabrik ke wilayah Jawa Tengah, apakah semata-mata karena UMP murah atau ada faktor lain?

Di Balik 97 Perusahaan Relokasi Pabrik ke Jawa Tengah, Ada Apa?
Presiden Joko Widodo didampingi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono berbincang saat tiba di kawasan Grand Batang City atau Kawasan Industri Terpadu Batang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Rabu (21/4/2021). ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra

tirto.id - Sebanyak 97 perusahaan telah merelokasikan pabriknya ke wilayah Jawa Tengah (Jateng). Daerah ini memiliki luas wilayah mencapai 32.800,69 km², atau sekitar 28,94 persen dari luas Pulau Jawa itu, diklaim masih memiliki daya pikat bagi para investor. Selain masalah perizinan mudah, Upah Minimun Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK) wilayah tersebut menjadi pertimbangan sejumlah perusahaan.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan, banyaknya pabrik yang pindah ke wilayahnya menjadi bukti kepercayaan investor kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng masih besar. Kondisi ini, menurutnya, perlu dijaga di tengah situasi ketidakpastian ekonomi global. Sekaligus diharapkan bisa menjaga industri yang tengah kondusif di Jateng.

Dengan semakin banyak industri masuk ke Jateng, maka Ganjar optimistis penyerapan tenaga kerja di wilayahnya akan semakin bertumbuh. Mengingat berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2022, terdapat 1,19 juta penduduk provinsi yang masih menganggur. Jumlah itu mengalami kenaikan 6,26 persen di banding periode Februari 2021 yang mencapai 1,12 juta orang.

"Akan banyak penyerapan tenaga kerja," kata Ganjar saat dikonfirmasi oleh Tirto, Senin (12/12/2022).

Staf Khusus Kementerian Investasi/BKPM, M Pradana Indraputra menilai, banyaknya relokasi pabrik di Jateng tidak lepas dari berbagai kemudahan akses investasi yang ada di provinsi tersebut. Menurut dia, tidak semua kepala daerah mempunyai sikap sama seperti di Ganjar-Yasin yang mendukung investasi, khususnya dalam hal perizinan usaha.

"Apalagi kalau kita bicara usaha, ini hal yang paling dasar. Kalau kita mudahkan akses perizinan, maka akan semakin banyak pengusaha yang jadi pelaku usaha," ujarnya, sebagaimana diberitakan Antara.

konstruksi Provinsi Jawa Tengah 2022

Direktori perusahaan konstruksi Provinsi Jawa Tengah 2022. FOTO/Data BPS

Jika merujuk dokumen direktori perusahaan konstruksi Provinsi Jawa Tengah 2022, terdapat lima wilayah dengan jumlah perusahaan konstruksi terbanyak. Kota Semarang menempati posisi pertama dengan jumlah perusahaan konstruksi mencapai 2.296. Diikuti Cilacap sebanyak 1.249. Selain itu, tiga wilayah lainnya adalah Banyumas, Brebes dan Kabupaten Tegal dengan masing-masing 806, 755, dan 674 perusahaan.

Sementara jika dilihat dari persentase perusahaan kontruksi menurut kualifikasinya hampir sebanyak 77,56 persen merupakan perusahaan dengan kualifikasi kecil. Kemudian 7,88 persen kualifikasi menengah dan besar serta 14,56 persen tidak berkualifikasi.

Sedangkan dilihat berdasarkan dari presentasi perusahaan menurut badan hukum yang ada di Jateng hampir 86,74 persen berbadan usaha CV. Kemudian untuk berbadan usaha PT sebanyak 12,82 persen dan badan usaha lainnya 0,44 persen.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai, faktor UMP di Jateng memang menjadi daya pikat para investor untuk relokasi pabriknya ke wilayah tersebut. Apalagi UMP 2023 ditetapkan sebesar Rp1.958.169. UMP Jateng naik 8,01 persen atau Rp145.234 dibandingkan UMP Jawa Tengah 2022 yang tercatat Rp1.812.935.

"Faktor upah menentukan karena investor mempersepsikan upah di Jateng relatif murah dibanding daerah lain misalnya Karawang dan Bekasi," kata Bhima kepada Tirto.

Selain upah, tingginya pungutan liar (pungli) di kawasan industri lama juga dianggap jadi penyebab para perusahaan memilih hengkang ke Jateng. Menurut Bhima Jateng soal masalah pungli jauh lebih rendah.

"Kemudian pengembangan kawasan industri baru juga masif di daerah Kendal, Brebes dan Batang. Ada fokus pengembangan infrastruktur industri di Jateng dan itu menarik relokasi pabrik," jelasnya.

Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi APINDO, Ajib Hamdani menyebut, perusahaan yang relokasi ke Jawa Tengah, rata-rata perusahaan yang padat karya. Sehingga, bisa disimpulkan bahwa faktor UMP memang menjadi salah satu faktor signifikan relokasi ini.

"Perusahaan padat karya akan membuat keputusan paling rasional dengan mengurangi karyawan, atau relokasi ke daerah yang UMP nya lebih terjangkau," kata Ajib dihubungi terpisah.

Suara Asosiasi Pengusaha soal Relokasi Pabrik ke Jateng

Sementara itu, Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan, memang banyak faktor dan pertimbangan lainnya ketika perusahaan memutuskan relokasi pabrik ke Jateng. Bahkan ia tak menampik UMP murah jadi salah satu pertimbangan tertentu.

Selain dari sisi UMP, pertimbangan lain perusahaan melakukan relokasi biasanya juga mempertimbangkan apakah daerah tersebut kondusif untuk berbisnis. Kemudian masalah perizinan mudah, keamanan, kenyamanan dan sektor transportasi. Dari sisi transportasi sendiri menjadi perlu sebagai konektivitas penunjang untuk pengiriman barang baik dalam maupun luar negeri.

"Jadi banyak katakanlah faktor mereka lakukan relokasi, jadi bukan semata-mata karena UMP tapi ada faktor lain. Contoh misalnya di Jateng memiliki pangsa pasar besar. Karena Jateng merupakan salah satu provinsi yang memiliki populasi penduduk terbesar juga Jawa," jelas Sarman kepada Tirto.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Jawa Tengah ada 37,49 juta jiwa pada Juni 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 25,99 juta jiwa (69,34 persen) penduduk di provinsi yang dipimpin Gubernur Ganjar Pranowo ini adalah kelompok usia produktif (usia 15-64 tahun), sebagaimana diberitakan Katadata.co.id.

PRESIDEN KUNJUNGI GRAND BATANG CITY

Presiden Joko Widodo didampingi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tiba di kawasan Grand Batang City atau Kawasan Industri Terpadu Batang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Rabu (21/4/2021). ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/rwa.

Terdapat pula 11,5 juta jiwa (30,66 persen) penduduk Jawa Tengah yang masuk kelompok usia tidak produktif. Rinciannya, ada 8,48 juta jiwa (22,62 persen) yang masuk kelompok usia belum produktif (0-14 tahun) dan terdapat pula 3,02 juta jiwa (8,05 persen) masuk kelompok usia sudah tidak produktif (65 tahun ke atas).

Dengan data jumlah penduduk tersebut, rasio ketergantungan (dependency ratio) Jawa Tengah sebesar 44,23 persen pada Juni 2022. Artinya, setiap 100 jiwa penduduk usia produktif menanggung 44-45 jiwa penduduk usia tidak produktif.

Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk Jawa Tengah yang berjenis kelamin laki-laki ada 18,86 juta jiwa dan terdapat pula 18,63 juta jiwa perempuan. "Jadi faktor itu pengaruhi dan mempertimbangkan sebuah perusahaan melakukan relokasi dalam hal ini," imbuh Sarman.

Di samping itu, Sarman melihat budaya kerja di wilayah Jateng juga menjadi salah satu faktor mempengaruhi relokasi. Sebab, umumnya perusahaan-perusahaan ingin lakukan relokasi pasti sudah lebih dulu memiliki survei kriteria tertentu untuk masuk ke daerah setempat.

"Karena dengan relokasikan pabrik kan berarti harus membeli lahan atau nyewa dengan jangka waktu panjang juga harus membangun pabrik misalnya, infrastruktur pendukung jadi cukup besar daripada biaya mereka," katanya.

Bagi Jateng, tentu banyaknya perusahaan relokasi ke wilayah tersebut akan menjadi keuntungan. Pertama, memberikan lapangan pekerjaan luas kepada masyarakatnya. Kedua, menggerakkan roda ekonomi lokal dan akan menambah pendapatan asli daerah (PAD) mereka.

Capaian Investasi di Jawa Tengah

Jika melihat dari sisi investasi, Jateng juga masih menorehkan kinerja positif. Pada 2022 ini, tercatat dari kuartal I hingga III, Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai Rp26,82 triliun, dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Rp18,17 triliun, dengan total Rp44,99 triliun. Dengan jumlah 14.704 proyek dan serapan pekerja hingga 170.757 orang, menurut dari dari laman Pemprov Jateng.

Berdasarkan catatan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jateng, realisasi investasi mengalami peningkatan setiap tahun. Pada 2016, realisasi investasi mencapai Rp38,18 triliun, 2017 tercatat Rp51,54 triliun, 2018 menjadi Rp59,27 triliun, 2019 berkembang hingga Rp59,50 triliun.

Namun, pada 2020, akibat COVID-19, investasi turun menjadi Rp50,24 triliun. Pada 2021 merangkak naik menjadi Rp52,71 triliun, dan pada 2022 sampai kuartal III Rp44,99 triliun.

JALAN SANTAI BURUH DAN GUBERNUR

gubernur jawa tengah ganjar pranowo (kiri) menyapa para buruh dalam peringatan hari buruh internasional (may day) di ungaran, kabupaten semarang, jawa tengah, minggu (1/5). peringatan hari buruh internasional di daerah tersebut dilakukan dengan melakukan jalan santai bersama gubernur ganjar dan ribuan buruh dari sejumlah perusahaan setempat. antara foto/aditya pradana putra/ama/16.

Ganjar bahkan menyampaikan ada 10 negara asal yang berinvestasi di Jateng, yakni Jepang, Korea Selatan, Singapura, Tiongkok, Hongkong, Amerika Serikat, Swis, Samoa Amerika, Malaysia, dan Taiwan.

“Kita selalu mencoba untuk mengundang calon investor atau investor yang sudah ada, untuk memberikan gambaran seperti apa khususnya investasi. Dua tahun terakhir memang tidak enak, tapi di 2021 setidaknya ada enaknya. Kita masih lumayan,” kata Ganjar.

Pihaknya bersama Bank Indonesia, hingga Kadin mencoba mencari format dan menawarkan potensi maupun fasilitas yang ada, dan lainnya. “Sehingga di tengah situasi yang sulit ini ya, ayo kita gerakkan kekuatan di Jateng untuk kontribusi di nasional,” ungkap Ganjar optimistis.

Salah satu investor asing, Direktur PT Hua Hong Home Art Share Indonesia, Yan Zi Zhong mengaku puas dengan berinvestasi di Jawa Tengah. Sebab, lokasinya yang strategis. Lokasi perusahaan yang bergerak di produksi bingkai foto atau frame ini berada di Kaligawe, Kota Semarang. Rencananya, mereka juga akan mendirikan perusahaan di kawasan industri di Batang.

“Jadi di Jawa Tengah ini strategis. Di sini dari segi perizinan, kita dipermudah, misalnya dari pajak juga dimudahkan, bea cukainya juga bagus,” kata Yan Zi.

Baca juga artikel terkait INVESTASI DAERAH atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri