tirto.id - Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kirana Pritasari mengakui bahwa angka persoalan gizi buruk masih cukup tinggi di wilayah NTT dan Papua Barat. Meski demikian, menurutnya, melalui berbagai upaya pemerintah angka tersebut perlahan-lahan terjadi penurunan.
Ia menjabarkan, dalam konteks persoalan gizi di NTT misalnya, terjadi penurunan prevalensi stunting 9,1 persen, setiap tahunnya turun 2 persen.
Selain itu, merujuk data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mengenai status gizi nasional. Ia menuturkan telah terjadi perubahan yang cukup baik. Misalnya, pada prevalensi Gizi Kurang (Underweigth) perbaikan itu terjadi berturut–turut dari tahun 2013 sebesar 19,6% turun menjadi 17,7% 2018. Prevalensi stunting dari 37,2% turun menjadi 30,8%, dan prevalensi kurus (Wasting) dari 12,1% turun menjadi 10,2%.
"Dalam perhitungan data kasus gizi buruk harus diambil dari indeks berat badan menurut tinggi badan (BBTB) atau yang disebut sangat kurus sesuai standar WHO yang disertai dengan gejala klinis," ujarnya di Jakarta Selatan, Kamis (31/1/2019).
Penanganan gizi buruk, khususnya yang berada di wilayah timur Indonesia, menurutnya, tidak terlepas dari bagaimana kinerja tenaga kesehatan. Ia juga menjelaskan bahwa intervensi kesehatan di wilayah tersebut sudah terakomodir oleh tenaga yang berada di Puskesmas.
"Berdasarkan Risnakes tahun 2017, tenaga gizi di seluruh Indonesia sudah memenuhi 73,1 persen puskesmas," paparnya.
Ia juga menjelaskan bentuk intervensi kesehatan tersebut, berupa surveilans gizi yang dimulai dari Posyandu, Puskesmas, dan Dinas Kesehatan. Di samping itu juga, pemerintah turut mengedukasi masyarakat agar terciptanya perilaku hidup yang sehat.
"Komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah sudah tertuang dalam regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah. Di wilayah Indonesia Timur sudah ada 10 kabupaten yang menerbitkan regulasi Komunikasi Perubahan Perilaku dalam rangka pencegahan stunting dan masalah gizi lainnya," ujarnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri