tirto.id - M. Deni Hidayat alias Denny (33) adalah seorang pengedar sekaligus pecandu sabu-sabu. Ia dan istrinya, RI, berdomisili di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Denny telah lama berada dalam pantauan aparat berwenang. Sehari-hari ia tak bisa tak bersentuhan dengan barang haramnya. Dalam keadaan hamil, RI juga tetap mencekoki tubuhnya dengan sabu-sabu karena kecanduan, bahkan hingga menjelang kelahiran anaknya.
Lima bulan usai kelahirannya ke dunia, anak Denny dan RI lahir nampak selalu sakit-sakitan. Si bayi selalu rewel, menangis, dan suhu badannya meningkat. Pada pertengahan Januari 2017 Denny dan Babeh ditangkap pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Kalteng dan BNN Kota Palangka Raya di kios tempat usaha Denny di Jalan Tjilik Riwut. Semua pihak diamankan, sementara si bayi diperiksakan ke rumah sakit.
Laporan medis mengejutkan pihak BNN dan publik Indonesia: si bayi dinyatakan positif terdampak sabu-sabu.
Saat acara konferensi pers di Kantor BNN Kota Palangka Raya, Kepala BNNP Kalteng Kombes Pol Sumirat Dwiyanto mengatakan bayi tersebut positif narkoba akibat mengonsumsi Air Susu Ibu (ASI) dari RI, ibu pecandu sabu-sabu. Zat yang masuk ke dalam tubuh RI akhirnya berdampak pada sang anak, berpindah melalui susu yang ia minum sebagai makanan utama sehari-hari.
"Ini kasus pertama kali yang terungkap (ibu menyusui konsumsi sabu) selama 6 tahun saya sebagai Kabag Humas. Mudah-mudahan ini menjadi pelajaran bagi semuanya," kata Sumirat didampingi Kepala BNN Kota Palangka Raya M Soedjai, Kasat Narkoba Polres Palangka Raya AKP Gatoot Sisworo, Kepala Kemenkumham Kalteng Agus Purwanto dan sejumlah pejabat lainnya, sebagaimana dikutip Antara.
Sumirat menambahkan bahwa reaksi sabu pada anak yang tertular melalui ASI lebih cepat dan lebih mengerikan dibanding saat orang dewasa yang menghisap langsung. Efeknya berdampak besar bagi si bayi. Sebab, bayi akan sering kali rewel dan suhu badannya pun meningkat. Kini kondisi sang bayi dikabarkan telah membaik setelah dilakukan rehabilitasi dan observasi intensif di rumah sakit.
Kasus bayi yang jadi pecandu obat terlarang akibat kebiasaan buruk sang ibu cukup jarang terjadi di Indonesia. Di luar negeri seperti Inggris dan Amerika Serikat, kondisi ini sudah jadi berita umum dan berubah jadi perhatian bersama baik bagi pemerintah maupun masyarakat. Di berbagai negara, kasus ini kerap kali muncul sebagai dampak dari peredaran narkotika yang luas. Semakin dalam sebuah negara terjerat narkotika, semakin tinggi jumlah bayi yang jadi korban.
Dalam dunia kesehatan, persoalan-persoalan yang dialami bayi hasil dari rahim ibu yang kecanduan obat-obatan terlarang disebut sebagai sindrom abstinensia neonatal atau Neonatal Abstinence Syndrome (NSA). Selain melalui ASI, selama dalam kandungan, zat adiktif dalam tubuh sang ibu hamil akan dikonsumsi janin melalui plasenta. Semakin banyak konsumsinya dan semakin mendekati hari kelahiran, maka semakin besar potensi dan/atau tingkat kecanduan si bayi.
Dalam catatan Medline Plus, beberapa jenis obat yang bisa menyebabkan sang bayi terkena NSA, antara lain heroin, kodein, oksiodon, metadon, dan buprenorfin. Asa sejumlah gejala yang seringnya menyerang bayi prematur dalam kondisi kecanduan narkoba, antara lain tak ada nafsu makan, napas cepat, tangisan bernada tinggi, dan tubuhnya kerap kali mengalami gemetar hebat (tremor).
Gejala-gejala lainnya antara lain demam tinggi atau suhu badannya tak stabil, ada bercak atau noda kehitam-hitaman di tubuhnya, terserang diare, menghisap jari-jarinya secara berlebihan refleks gerakannya termasuk hiperaktif, dan otot-otot tubuhnya kerap mengencang. Akibat menahan candu dan sakit dalam dirinya, si bayi juga jadi cepat marah, kadang kejang-kejang, tak bisa tidur nyenyak, muntah-muntah, dan berat badannya turut drastis.
Dalam catatan WebMD, semua jenis obat terlarang bahaya untuk dikonsumsi ibu hamil, namun ada sejumlah perbedaan atas dampak yang akan dirasakan si bayi. Jika mengonsumsi kokain, misalnya, berpotensi besar akan membuat bayi memiliki kepala yang lebih kecil ukurannya dibanding bayi normal lain. Hal ini bisa mengindikasikan si bayi akan tumbuh dengan kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient/IQ) yang rendah.
Pemakaian kokain pada ibu hamil juga meningkatkan risiko cacat lahir. Saluran kemih dan jantung si bayi akan lebih rentan dan lemah akan beragam penyakit. Kokain juga bisa menyebabkan stroke pada janin yang belum lahir. Jika pun bisa selamat lahir ke dunia, si bayi akan mengalami kerusakan pada otaknya, bahkan akan meninggal.
Jenis narkoba lain yang bisa mengakibatkan keguguran kandungan ialah metamfetamin. Sepanjang kehamilan, metamfetamin bisa menyebabkan kelahiran prematur dan berat lahir si bayi rendah, bayi mudah tersinggung, dan susah makan. Ibu perokok ganja juga menghadapi risiko-risiko ini. Ditambah si anak akan mengalami keterlambatan tumbuh kembang, tak sepesat anak-anak lainnya.
Besaran risiko yang akan diterima bayi, dalam catatan Medline Plus, tergantung beberapa faktor, antara lain tipe narkoba apa yang dikonsumsi ibunya, berapa banyak yang dimasukkan ke tubuh, berapa lama ia telah menggunakannya, seberapa jauh atau dekat jarak penggunaannya hingga si bayi lahir, dan apakah si bayi lahir tepat waktu atau justru.
Gejala yang muncul biasanya dimulai dalam satu hingga dua hari setelah kelahiran, namun akan terlihat jelas dalam satu minggu setelahnya. Si bayi mesti selalu dalam pengawasan pihak rumah sakit sebab tak bisa ditangani secara konvensional. Bayi harus ditempatkan dan mendapat perawatan khusus di rumah sakit dalam observasi dan pengawasan rutin. Ibu bayi juga tak diperkenankan untuk memberi asupan ASI.
Narkoba di Indonesia
Akar persoalan fenomena bayi pecandu narkoba masih pada peredarannya, yang meski terus ditumpas BNN, tapi belum 100 persen bersih dari lingkungan masyarakat Indonesia, baik dari tingkat provinsi hingga RT/RW dan desa. Budi Waseso yang kini mengepalai BNN kerap menunjukkan sinyal akan mengatasi narkoba dengan keras, meski kontroversial. Selain karena dampaknya yang mengerikan, negara juga mengalami kerugian hingga Rp63,1 triliun.
Budi menyatakan Indonesia kini masih dalam kondisi darurat narkoba. Dalam data yang dipegangnya, ada sekitar lima juta orang yang terlibat dalam penyalahgunaan barang haram ini dan korban meninggal per harinya mencapai 40-50 orang. Jumlah yang besar ini juga selaras dengan fakta bahwa setiap tahunnya para pengguna narkoba di Indonesia menghabiskan uang sebesar Rp72 triliun untuk membeli narkotika.
Budi menyesalkan jika narkoba dalam jumlah besar selalu dipasok dari 11 negara di seluruh penjuru dunia ke Indonesia, menjadikan negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia ini sebagai pangsa pasar utama. Pelanggannya dinilai selalu ada, terutama yang menyasar generasi muda, baik laki-laki maupun perempuan.
Menurutnya, kurang lebih 72 jaringan narkoba internasional telah menjadikan Indonesia sebagai pasar utamanya, seperti negara Australia, Amerika Serikat, RRT, Taiwan, Filipina. Jaringan itu memasukkannya lewat Malaysia dan Singapura. Sekalinya seseorang terkena jerat narkoba, kuatnya candu bisa sampai melupakan kondisi yang sedang dialami tubuh sendiri, seperti hamil dan lain sebagainya. Ini juga akar persoalan kriminalitas dan tindak kejahatan lainnya.
"Semua institusi ada yang mewakili yang gunakan barang haram itu, dan tidak ada yang kelompok bebas dari narkoba. Itu bukti Indonesia darurat narkoba," katanya saat memberikan arahan kepada jajaran Polri, TNI, Bea Cukai dan instansi terkait lainnya di Mapolda Kalbar, Pontianak, Selasa (18/4/2017).
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Maulida Sri Handayani