tirto.id - Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia (DPP KAI) menerima pengaduan sembilan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada 13 Juli 2023, yang bertindak untuk dan atas nama Mahkamah Konstitusi atas dugaan pelanggaran etik advokat yang dilakukan oleh Denny Indrayana.
DPP KAI pun menanggapi pengaduan itu. "Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (4) Kode Etik Advokat Indonesia tanggal 23 Mei 2002, DPP KAI meneruskan pengaduan ini kepada Dewan Pimpinan Daerah Kongres Advokat Indonesia tempat Denny Indrayana selama ini terdaftar," ujar Presiden DPP KAI, Tjoetjoe Sandjaja Hernanto, dalam keterangan tertulis, Kamis, 20 Juli 2023.
DPP KAI segera membentuk Dewan Kehormatan Daerah Ad Hoc yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutuskan pengaduan tersebut, serta secara resmi memberitahukan adanya pengaduan dari Mahkamah Konstitusi kepada Denny Indrayana sebagai pihak teradu, yakni selambat-lambatnya tidak lewat dari 14 hari kalender setelah surat MK diterima DPP KAI.
Sehingga selanjutnya berlangsung proses pemeriksaan atas perkara dugaan pelanggaran kode etik ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Kode Etik Advokat Indonesia Tahun 2022, Anggaran Dasar Kongres Advokat Indonesia, dan Anggaran Rumah Tangga Kongres Advokat Indonesia Tahun 2019.
Tjoetjoe melanjutkan bahwa guna menjamin proses pemeriksaan pengaduan atas dugaan pelanggaran kode etik dan memberikan kesempatan pembelaan dari Denny dapat berlangsung terbebas dari benturan kepentingan, mandiri, adil, jujur dan objektif, maka atas persetujuan Denny, DPP KAI menonaktifkan teradu.
“Kami telah mengambil sikap dan memutuskan untuk menonaktifkan sementara yang bersangkutan berdasarkan Surat Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia Nomor: 09/SKEP/DPP-KAI/2023 tentang Penonaktifan Sementara Adv. Prof. Denny Indrayana, SH., LLM., PHD sebagai Wakil Presiden Kongres Advokat Indonesia Masa Bakti 2019-2024, tertanggal 14 Juli 2023," ujar Tjoetjoe.
Denny pun menanggapi putusan DPP KAI tersebut. "Menurut saya itu putusan yang tepat, dan memang yang meminta nonaktif usulannya datang dari saya SENDIRI. Saya juga meminta izin pamit undur dari WA grup Pimpinan KAI Inisiatif itu saya ambil untuk menjaga proses pemeriksaan tetap jujur dan adil," terang dia.
Dalam perkara ini Denny dianggap menyebarkan berita bohong ihwal putusan Mahkamah Konstitusi mengenai uji materi sistem pemilu. Pelapor dalam kasus ini adalah AWW, pengaduan telah diterima dan terdaftar dengan Nomor: LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI.
Denny, eks Wamenkumham itu, dilaporkan atas dugaan ujaran kebencian, berita bohong, penghinaan terhadap penguasa, dan pembocoran rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 112 KUHP dan/atau Pasal 112 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP.
Kasus ini merupakan imbas pernyataan Denny yang mengklaim mendapatkan "bocoran informasi" bahwa Mahkamah Konstitusi akan mengabulkan gugatan sistem pemilu dan mengembalikannya menjadi sistem proporsional tertutup. Ternyata dalam sidang pembacaan putusan, hakim menolak gugatan dan tetap mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz