tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa deflasi pada Februari 2019 mencapai 0,08 persen. Menurut BPS, deflasi itu bukan karena daya beli yang rendah, melainkan harga bahan pokok memang terkendali.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menganggap hal itu wajar. Pasalnya, selama akhir tahun 2018 hingga Januari 2019 lalu, harga bahan pokok memang mengalami gejolak.
Namun, seiring memasuki masa panen, ketersediaan bahan pokok yang semula menjadi masalah berangsur normal. Menurut Darmin, memang sudah sewajarnya terdapat penurunan harga yang kini berada di level normal.
"Misalnya ini kan (harga) cabai naik karena paceklik musim hujan orang tidak panen cabai. Kemudian mulai panen lalu turun harganya itu bagus," ucap Darmin kepada wartawan usai rapat koordinasi implementasi mandatori B20 di Gedung Menko Perekonomian pada Jumat (1/3/2019).
Darmin mengatakan, dalam konteks perekonomian, deflasi bisa saja memiliki implikasi yang buruk bagi perekonomian. Namun, menurutnya pada kasus ini, deflasi tidak perlu dikhawatirkan.
Deflasi pada Februari 2019 ini, kata Darmin, memang terkait dengan gerak harga bahan makanan. Dalam hal ini, ia menyoroti nilai deflasi komponen itu cukup besar yaitu mencapai 1,11 persen.
Ia menyebutkan, terjadi pergerakkan yang signifikan pada pangan seperti daging dan telur ayam serta bumbu-bumbuan. Keduanya pun memang dipengaruhi oleh musim panen yang berangsur menekan harga di tingkat konsumen.
Misalnya panen cabai yang membuat harga bumbu-bumbuan lebih murah. Di samping itu, panen jagung juga diyakini turut berkontribusi menekan biaya pakan ayam yang berujung pada menurunnya harga telur dan daging ayam.
"Ya jelas tidak baik tapi kan Anda tahu harga ayam dan telur sempat naik di atas 15 persen. Lalu turun sedikit ya baguslah. Kecuali kalau dia normal terus kemudian d deflasi ya itulah (yang enggak bagus)," ucap Darmin.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto