tirto.id - Di sebuah rumah sederhana di Purworejo, Jawa Tengah, setiap sore dan malam, seorang bapak-bapak berusia 79 tahun dengan khidmat mempersiapkan diri untuk mengajar.
Sebelum kamera ponselnya menyala, ia memastikan segalanya siap.
Makan terlebih dulu, menyiapkan segelas air putih di meja, dan menundukkan kepala untuk berdoa.
“Semoga pekerjaan Mbah lancar-lancar saja,” demikian ucapnya.
Sosok ini bernama Melan Achmad atau kerap disapa Mbah Melan.
Pensiunan guru matematika ini menemukan medium baru untuk menyebarkan ilmunya: TikTok Live.
Akunnya, bernama @binaprestasiswa, sekarang punya sekitar 860 ribuan pengikut.
Dengan semangat yang tak surut oleh usia, Mbah Melan mengajar matematika kepada siapa saja yang membutuhkannya.
Mulai dari anak sekolah dasar, pelajar SMA, hingga calon mahasiswa dan pegawai negeri sipil.
Mbah Melan mengakui, tekadnya menjadi guru sudah dipupuk sejak masa remaja di Aceh Timur.
Demikian Mbah Melan sampaikan dalam diskusi virtual bertajuk "#SerunyaBelajar di TikTok: Rayakan Hari Guru Nasional, TikTok Sorot Perjalanan Dua Guru Inspiratif Cerdaskan Generasi Muda Indonesia lewat Konten Edukatif yang Menghibur" pada Kamis (21/11/2024).
Motivasi Mbah Melan untuk menjadi guru serupa dengan kreator konten edukasi, Ira Mirawati (42).
Ira adalah pengajar di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.
Selama ini, ia tekun membimbing mahasiswa tahun akhir di seluruh Indonesia menyelesaikan tugas akhir mereka melalui serangkaian video-video yang diunggah ke akun TikTok @buiramira. Akunnya sudah diikuti oleh 1,1 juta pengikut.
Ira tidak pernah melupakan akar inspirasinya menjadi guru. Ia tumbuh besar di sebuah desa kecil di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.
“Dalam satu kelas, cuma ada enam orang siswa. Sedesa itu,” kenang Ira.
Kala itu, menurut Ira, kesadaran anak-anak untuk bersekolah sangat rendah. Banyak anak seusianya yang lebih memilih membantu orang tua bekerja alih-alih bersekolah.
Namun Ira kecil justru merasa tergerak untuk mengantar guru-gurunya saat mereka mengajar di desanya.
Mbah Melan dan Ira membuktikan bahwa pendidikan tidak lagi terbatas pada ruang kelas dengan bangku berbaris rapi atau aturan seragam yang kaku.
Kini, ilmu mengalir melampaui tembok sekolah, menemukan jalannya melalui layar kecil di genggaman tangan.
Bagi Mbah Melan, TikTok Live adalah panggung yang jauh lebih luas dari sekadar tempat belajar konvensional.
Dahulu, ia harus keluar rumah untuk mengajar belasan siswa di sekolah atau tempat les bimbingan belajar.
Kini, tanpa perlu melangkah keluar, ia mampu membagikan ilmu kepada ribuan orang dari Sabang sampai Merauke.
Awalnya, pada awal 2024, Mbah membuka bimbingan belajar di rumah setelah banyak tetangga memintanya membantu anak-anak mereka belajar. Sayangnya, jumlah siswanya tidak banyak.
Sebelum melakukan TikTok Live, Mbah Melan mencoba memproduksi sendiri video matematika untuk membantu siswa memahami pelajaran.
Meski sudah diusahakan, ternyata prosesnya rumit dan memakan waktu.
“Lalu anak saya tanya, ‘Mbah, kalau live gimana, berani nggak?’ Saya jawab, ‘Berani,’” cerita Mbah Melan.
Sesi live pertama Mbah Melan awalnya hanya menarik lima hingga sepuluh orang penonton.
Namun segalanya berubah ketika pada Juni 2024 ia diundang ke podcast atau siniar milik artis Deddy Corbuzier.
Popularitas Mbah Melan melonjak, bahkan penontonnya mencapai 7.000 orang dalam satu sesi live.
Mbah Melan menyadari bahwa matematika acap kali dianggap momok. Banyak siswa merasa pelajaran ini sulit, memusingkan, bahkan membosankan.
“Lebih-lebih kalau gurunya killer,” ujarnya.
Mbah Melan berusaha mengubah pandangan tersebut. Ia merancang pendekatan baru yang membuat pelajaran ini terasa lebih menyenangkan.
Menurutnya, jika metode pengajaran tidak diubah, siswa akan terus merasa enggan belajar matematika.
“Tapi, alhamdulillah, setelah Mbah ubah cara, teknik mengajar, trik-trik dan tips mengajar, mereka pada senang.”
Usaha Mbah Melan untuk menghadirkan matematika yang menyenangkan ternyata membuahkan hasil manis.
Dampak yang Mbah Melan rasakan setelah mengedukasi lewat platform TikTok juga dirasakan oleh Ira.
“Bu, makasih banget ya, dulu aku udah di tahap kayak tidak akan menyelesaikan kuliah, tapi gara-gara nonton video ibu, aku bisa selesai,” ujar Ira menirukan ucapan testimoni yang berkesan dari salah satu pemirsa videonya.
Ira merasa tersentuh ketika menyadari bahwa hal yang ia anggap sederhana dan bagian dari rutinitas sehari-hari, seperti membahas skripsi, ternyata menjadi sumber inspirasi besar bagi banyak orang.
@buiramira Makanya pas lihat buku yang lagi viral itu, langsung tahu. ya kaaan? 😅
♬ original sound - ira mirawati - ira mirawati
Di tengah kesibukannya sebagai Ketua Program Studi S-1 Manajemen Komunikasi, Ira menyempatkan diri membuat satu konten TikTok setiap hari.
“Karena saya enggak pernah tahu apakah dengan satu video saya di TikTok saya mungkin dapat menyelamatkan skripsi seorang mahasiswa di luar sana,” tuturnya.
Dampak yang Ira rasakan tak datang tanpa tantangan.
Meski ribuan komentar positif membanjiri videonya, ada kalanya suara sumbang muncul di sela-sela apresiasi. Ira teringat pernah menerima hate speech di media sosial.
“Saya kena hate speech-nya fisik, misalkan, kebetulan gigi saya kurang rapih ya, jadi kadang ada yang berkomentar tentang ini,” ujarnya.
Namun Ira tidak membiarkan pandangan remeh temeh mengusik semangatnya.
Menurutnya, komentar negatif seperti itu sangat sedikit jumlahnya dan hampir selalu datang dari luar kalangan mahasiswa.
“Tapi percayalah, dari ribuan komentar positif, hanya satu yang nyempil seperti itu,” ungkapnya.
Platform digital seperti TikTok, menurut Ira, adalah peluang besar dalam dunia pendidikan, terutama bagi Generasi Z yang kesehariannya sulit lepas dari media digital.
Ira percaya, platform digital dapat dimanfaatkan untuk menciptakan konten edukasi yang terencana dan menarik.
Ira menjelaskan bahwa pendekatan ini bisa mencakup banyak hal, mulai dari tips belajar, cara mengerjakan tugas, motivasi, hingga inspirasi untuk melanjutkan pendidikan.
Harapan Ira ke depan, bukan hanya individu seperti guru atau dosen yang memanfaatkan TikTok, melainkan juga ekosistem pendidikan secara keseluruhan dapat mengintegrasikan medium teknologi ini ke dalam pembelajaran.
“Kita membuat anak-anak, yang tadinya mengakses TikTok atau media sosial hanya untuk hiburan saja, agar tetap terhibur dengan tambahan edukasi dari kita juga,” pungkas Ira.
Penulis: Ahmad Haetami
Editor: Sekar Kinasih