tirto.id - Penggunaan dana haji kembali menuai polemik. Penggunaan dana haji untuk meningkatkan infrastruktur dan pelayanan haji lebih dibutuhkan daripada untuk membangun infrastruktur umum. Pasalnya, pelayanan haji selama ini dinilai masih kurang optimal. Hal tersebut dikatakan oleh Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Khatibul Umam Wiranu.
Khatibul Umam Wiranu meminta kepada pemerintah untuk tidak tergesa-gesa menggunakan dana haji. Politikus Partai Demokrat ini menilai, dana haji tidak sebaiknya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur negara. "Jangan buru-buru ke infrastruktur karena harus diakui juga bahwa jamaah haji kita belum dilayani secara VVIP," tukasnya di Senayan, Jakarta, Minggu (6/8/2017).
Ia berpendapat, dana haji sebaiknya dialokasikan untuk peningkatan pelayanan bagi umat haji daripada pembangunan infrastruktur di Indonesia. Khatibul Umam Wiranu mencontohkan, pemerintah lebih baik mengalokasikan dana haji ke pembangunan infrastruktur untuk pelayanan haji seperti pembangunan pemondokan atau sarana transportasi di Arab Saudi. Ia mengklaim, pelayanan haji masih jauh dari kata layak serta semakin mahal.
Khatibul Umam Wiranu juga masih ada yang kesulitan untuk mobilisasi meskipun pemerintah sudah mencarikan tempat pemondokan dekat dengan tempat ibadah. Selain itu, jamaah haji asal Indonesia masih memerlukan mobil dengan mesin pendingin yang baik agar tidak kepanasan.
Pertimbangan lain yang harus diperhatikan, tambah Khatibul Umam Wiranu, adalah niat. Menurutnya, jamaah menyiapkan dana untuk melakukan haji. Apabila dana tersebut tidak digunakan sesuai niat atau akad jamaah, ia menilai tindakan tersebut sudah dikategorikan ilegal.
Khatibul Umam Wiranu menerangkan, dana haji boleh digunakan apabila memenuhi 2 syarat. Pertama, dana haji harus digunakan untuk manfaat lebih bagi haji, dan kedua, dana haji harus digunakan untuk kepentingan umat Islam.
Dengan begitu, imbuhnya, investasi untuk haji akan minim resiko. Nilainya manfaatnya lebih jelas menguntungkan kalau mau orientasinya kehati-hatian, syariah, likuiditas, dan nilai manfaat.
Sementara itu, Ketua Mabith Haji Indonesia, Ade Marfudin, menyetujui niat Khatibul Umam Wiranu tersebut. Menurut Ade, alokasi dana haji yang sudah mencapai Rp 95,2 T lebih baik untuk pembangunan infrastruktur sarana-prasarana haji jauh lebih penting daripada pembangunan infrastruktur kota. "Itu kebutuhan pokok jemaah," tegas Ade di Senayan, Jakarta, Minggu (6/8/2017).
Dana tersebut lebih baik dialokasikan untuk pemondokan yang lebih baik bagi umat. Selama ini, pemerintah selalu menyewa penginapan dan pemondokan jangka pendek. Ia menilai, sewa kontrak jangka pendek jauh lebih merugikan karena harga sewa kontrak terus meningkat.
Ade menambahkan, permasalahan tidak hanya mengarah pada pemondokan, tetapi juga masalah transportasi. Ia mengatakan, sekitar 222.000 orang melaksanakan haji setiap hari. Investasi pesawat pun tidak hanya dipakai untuk haji. Ade menilai, investasi itu bisa digunakan untuk orang-orang yang umrah. Sampai saat ini, sekitar 850.000-1,2 juta orang umrah.
Khusus untuk umrah, investasi di bidang pemondokan dan transportasi bisa menjadi lahan penerimaan baru. Ade mengatakan, tidak sedikit umat mencari pondok atau transportasi untuk umrah. Dengan adanya investasi tersebut, Ade optimistis pemerintah bisa mendapat keuntungan di luar masalah haji. "Jadi selama tidak digunakan untuk haji, umrah akan makai. Berarti berputar juga uangnya," kata Ade.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Iswara N Raditya