tirto.id - Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan dua warga negara Indonesia asal Depok, Jawa Barat, terpapar virus Covid-19 atau Corona, Senin (2/3/2020). Hal itu diketahui usai tim Kementerian Kesehatan mengecek dugaan kedua orang tersebut terjangkit virus corona.
"[Yang terdampak] ialah ibu [usia] 64 tahun dan putrinya [usia] 31 tahun," ujar presiden di Istana Negara, kemarin.
"Dicek dan tadi pagi saya dapat laporan dari Pak Menteri Kesehatan bahwa ibu dan putrinya positif Corona." Keduanya diduga berinteraksi dengan seorang warga negara Jepang yang berdomisili di Malaysia pada pertengahan Februari lalu. Ketika ditelusuri, warga negara Jepang itu positif mengidap virus Covid-19.
Jokowi menambahkan pemerintah telah berupaya mengantisipasi penyebaran penyakit itu. "Persiapan misalnya, lebih dari 100 rumah sakit yang siap dengan isolasi mengenai virus Corona, dengan standar isolasi yang baik," kata dia.
Kasus virus corona COVID-19 yang dilaporkan di seluruh dunia meningkat menjadi 90.428 per Selasa (3/3/2020) pukul 08.30 WIB, menurut data yang dirangkum Johns Hopkins CSSE. Senin kemarin, jumlah korban terinfeksi pada jam yang sama yaitu 88.382 kasus.
Negara dengan virus corona COVID-19 terbanyak adalah Cina dengan 80.144, disusul Korea Selatan dengan 4.335 kasus, Italia 2.036 kasus, Iran 1.501 kasus, dan Jepang dengan 274 kasus.
Jumlah korban meninggal akibat virus Corona COVID-19 di seluruh dunia mencapai 3.117 orang hingga pagi ini dan pasien yang sembuh mencapai 47.945 orang.
Indonesia sempat mengklaim bebas dari penyebaran virus ini. Hingga muncul kasus ibu-anak di Depok positif Corona menjadi pemicu pemerintah mengumumkan ada persebaran corona. Bahkan otoritas kesehatan Kota Batam, Kepulauan Riau, mengobservasi 15 warganya yang pernah melakukan kontak dekat dengan pasien positif Corona asal Singapura yakni VP.
Tiga orang pasien positif Corona di Singapura dilaporkan pernah berkunjung ke Batam pada pertengahan Februari dan diketahui mereka tinggal dalam satu lingkungan perumahan yang sama.
Pemerintah Menutupi Informasi?
Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf berpendapat kecurigaan berbagai pihak pada Indonesia cukup beralasan lantaran belum ada tindakan serius dalam penanganan wabah Covid-19. Hal ini juga memicu beberapa negara lain tidak percaya terkait klaim pemerintah Indonesia bebas Corona dan memperlakukan Indonesia seperti negara yang terjangkit Covid-19.
“Kami ingin memberikan masukan pada pemerintah agar lebih cermat dan lebih transparan pada publik. Ini persoalan yang harus direspons dengan ekstra, itu cara meyakinkan negara lain. Kami di luar, di dalam diplomasi sudah di-bully,” ujar Bukhori dalam sebuah di kawasan Jakarta Pusat, Minggu (1/3/2020).
Dia meminta pemerintah lebih terbuka perihal kondisi terkini Indonesia di tengah penyebaran Covid-19. Jangan sampai, lanjut Bukhori, pemerintah menutup-nutupi, sementara kasus yang terjadi tak ditangani dengan baik dikhawatirkan terjadi ledakan penularan.
“Jadi harusnya memberikan tanggapan lebih awal sebelum negara [lain] memberikan penilaian atas dasar persepsi,” imbuh dia. Sementara, anggota Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay menyatakan presiden telah mengumumkan secara terbuka. "Selama ini terkesan ditutupi. Bisa jadi bukan ditutupi, tapi karena memang belum ditemukan [kasusnya]," ujar dia ketika dihubungi Tirto, Selasa (3/3/2020).
Ia berpendapat, tidak ada manfaatnya pemerintah menutupi informasi korban terdampak Covid-19. Jika dinyatakan bebas virus itu pun, sambung Saleh, tetap bukanlah prestasi pemerintah. "Dan negara lain menganggapnya biasa saja, bahkan banyak yang tidak percaya. Faktanya, memang di Indonesia juga ditemukan korban," tutur dia.
Presiden Jokowi akhirnya mengungkapkan ada pasien Corona di Indonesia kepada khalayak, Saleh mengatakan mungkin ini hanya strategi komunikasi. Sebab, Indonesia juga sempat menjadi perhatian global. "Kalau disampaikan oleh presiden, dunia internasional akan meyakini bahwa selama ini tidak menutupi informasi terkait penyebaran virus Corona di Indonesia," ujar dia.
Malah sejak Minggu (1/3/2020) malam, Sekretaris Daerah Kota Depok Herdiono sudah mengetahui ibu-anak itu terpapar. Namun, diminta tidak menyebarluaskan hal itu. "Tadi malam saya dapat pesan dari staf ahli Kementerian dan katanya jangan disampaikan dulu. Saya dikasih informasi untuk kabar selanjutnya," ucap dia saat dikonfirmasi wartawan, kemarin.
Lantas Saleh menanggapi 'larangan menyebarkan informasi' itu. "Tidak boleh ada yang ditutupi. Perlu penjelasan lebih lanjut soal larangan bicara itu. Biar tidak ditafsirkan beragam oleh publik," ucap dia
Menurut pakar komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai alasan pemerintah baru kemarin mengumumkan pasien Covid-19 atas dasar kehati-hatian.
"Pemerintah berhati-hati, bukan penahanan informasi. Berhati-hati karena dampak Corona bisa kena ke mana saja," kata dia ketika dihubungi Tirto, Selasa (3/3/2020).
Sayangnya, komunikasi yang dilakukan pemerintah itu tidak bagus sejak awal, semisal sosialisasi menghadapi Covid-19, sehingga bila betul ada orang terdampak virus, rakyat panik.
"Wajar jika masyarakat anggap seperti itu, selama ini belum ada sosialisasi soal Corona. Masyarakat tahu dari pemerintah, media massa dan grup percakapan saja," ujar Hendri. Ia berpendapat secara keseluruhan, pemerintahan Joko Widodo belum siap menghadapi penyebaran Covid-19.
Selain itu, menurut pasien dua WNI Depok yang dinyatakan positif Corona juga terdapat kejanggalan saat mereka tidak diberitahu hasil pemeriksaan RSPI Sulianti Saroso hingga diumumkan resmi oleh Presiden Jokowi pada 2 Maret 2020. Sebelumnya pasien kasus ke-1 sempat didiagnosa tifus dan ke-2 diduga bronkitis pneumonia, sebagaimana dikutip dari Kompas. Lalu, setelah ada info bahwa warga Jepang yang ditemui pasien kasus ke-2 di Kemang positif Corona, pasien kasus ke-1 meminta pihak RS di Depok untuk tes virus corona.
Pasien kasus ke-1 tanpa diberitahu detail juga langsung dipindahkan ke RSPI Sulianti Saroso pada Sabtu, 29 Februari dan langsung masuk ruang isolasi. Hingga pada Senin, 2 Maret tidak ada pemberitahuan apa pun dari pihak rumah sakit bahwa pasien kasus ke-1 dan ke-2 terjangkit covid-19 lalu Presiden Jokowi mengumumkan ada dua pasien positif corona di Depok.
"Enggak ada [pemberitahuan]. Sampai kemudian heboh kemarin itu.. [Senin, 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan dua WNI positif Covid-19]," ujar pasien kasus ke-1.
"Nah, karena telanjur heboh, saya tanya ke dokter yang merujuk ke sini, dia bilang bahwa saya dan anak saya positif korona sambil bilang enggak apa-apa semua sudah ditangani kok," tambahnya.
Dampak Penahanan Informasi Virus Corona
Perihal kecurigaan dunia internasional soal persebaran Corona di Indonesia, menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara, bisa dipahami mengingat lokasi Indonesia yang terbilang sangat luas dengan banyak 'pintu rahasia' untuk masuk.
Belum lagi, banyak warga negara asing termasuk warga Cina yang masuk ke Indonesia seiring dengan banyaknya proyek infrastruktur yang didanai negeri tirai bambu itu. Seperti diketahui, Cina merupakan negara tempat asal virus Corona.
“Ada semacam persepsi dari dunia internasional ini bahwa Indonesia ini enggak mungkin lolos dari virus Corona. Apalagi dengan jumlah waktu itu, banyaknya wisatawan dan jumlah tenaga kerja asing dari China masuk ke Indonesia. Harga yang dibayar kalau itu dipolitisasi itu akan sangat mahal sekali, karena ini menyangkut legitimasi dan kredibilitas dari kebijakan,” terang dia, Minggu (1/3/2020).
Jika benar dugaan pemerintah menutup-nutupi informasi penularan wabah Corona di Indonesia, kata Bhima, langkah itu juga cukup bisa dipahami. Sebab, akan banyak konsekuensi yang harus ditanggung pemerintah bila diketahui memiliki catatan penularan virus Corona.
Dampak paling signifikan yakni gangguan kestabilan ketersediaan pangan di dalam negeri. Bhima menyebut, jika kondisi tersebut terganggu, maka akan terjadi gejolak sosial dan ekonomi di dalam negeri.
“Yang paling bikin takut adalah terjadi kelangkaan bahan pokok secara cepat ya, karena ketika orang merasa panik ketika ada virus Corona bukan tidak mungkin barang-barang kebutuhan pokok itu akan ditimbun oleh para spekulan atau yang kedua adalah barang-barang itu kemudian akan diserbu oleh orang,” kata dia.
Jika terjadi gejolak di dalam negeri maka pergerakan ekonomi Indonesia juga akan terganggu. Bila aktivitas ekonomi Indonesia terganggu, maka secara linear pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan mengalami pelemahan.
“Kalau terjadi, maka akan menimbulkan gejolak sosial kemudian konflik di masyarakat, kemudian inflasi kan cukup tinggi. Menurut skala lebih besar saja belum ada Corona di Indonesia, kinerja ekonomi Indonesia, konsumsi rumah tangga ini sudah ada masalah. Apalagi dengan kepanikan tersebut bisa memicu lagi pelemahan ekonomi kita,” jelas dia.
Ia mengatakan, dunia internasional dan investor pasti akan mencari informasi yang lebih akurat, jika fakta-fakta yang terjadi tidak sesuai seperti yang disampaikan dari sumber pemerintah Indonesia.
"Tapi kalau pun pemerintah menutup-nutupi ini lebih untuk menjaga stabilitas ekonomi dan politik di dalam negeri. Tapi kalau benar ngumpetin, harga [kredibilitas] yang harus dibayar itu sangat mahal," tandas dia.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri