Menuju konten utama

Dampak La Nina dan El Nino 2024 di Indonesia, Penyebab, & Contoh

La Nina dan El Nino 2024 memberikan dampak bagi Indonesia. Apa saja penyebab, contoh, serta perbedaan La Nina dan El Nino?

Dampak La Nina dan El Nino 2024 di Indonesia, Penyebab, & Contoh
Pekerja membersihkan kanal di Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (3/11/2021). ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/hp.

tirto.id - La Nina dan El Nino adalah fenomena cuaca ekstrem yang diperkirakan akan terjadi Indonesia. Lantas, apakah pengertian serta dampak La Nina dan El Nino 2024 di Indonesia?

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan, La Nina dan El Nino akan memberikan dampak beragam di wilayah Indonesia, khususnya terhadap curah hujan bulanan dan musiman.

Salah satu dampak La Nina dan El Nino 2024 adalah La Nina bisa menyebabkan peningkatan curah hujan di hampir sebagian besar wilayah Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia mengalami penurunan curah hujan akibat fenomena El Nino.

Namun, sebelum melihat lebih jauh mengenai dampak La Nina dan El Nino, apa sebenarnya yang menjadi perbedaan antara La Nina dan El Nino? Simak ulasannya.

Perbedaan La Nina-El Nino, Apa Penyebab?

Mengutip laman Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), El Nino berasal dari bahasa Spanyol yang berarti ”anak laki-laki”.

Awalnya, El Niño digunakan untuk menandai kondisi arus laut hangat tahunan yang mengalir ke arah selatan di sepanjang pesisir Peru dan Ekuador saat menjelang natal.

Kondisi cuaca yang muncul berabad-abad silam itu kemudian dinamai para nelayan Peru sebagai El Niño de Navidad. Ini disamakan dengan nama Kristus yang baru lahir.

Penyebab menghangatnya perairan di wilayah Amerika Selatan ternyata berkaitan dengan anomali pemanasan lautan yang lebih luas di Samudera Pasifik bagian timur. Pemanasan bahkan dapat mencapai garis batas penanggalan internasional di Pasifik tengah.

Sementara itu, La Nina adalah fenomena cuaca yang merupakan kebalikan dari El Nino. La Niña merupakan kejadian anomali iklim global. Hal ini ditandai suhu permukaan laut (SPL) atau sea surface temperature (SST) di Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih dingin apabila dibandingkan suhu normal.

Peluang terjadinya El Nino di Indonesia menguat

Sejumlah bocah bermain di area persawahan yang terdampak kekeringan akibat musim kemarau di Desa Pajukukang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Minggu (25/6/2023). ANTARA FOTO/Arnas Padda/foc.

El Nino dan La Nino bisa berdampak pada kesehatan manusia dan termasuk cuaca ekstrem yang dapat mempengaruhi iklim dunia.

El Nino terjadi ketika suhu permukaan laut menjadi lebih hangat. Sedangkan La Nina terjadi ketika suhu permukaan laut menjadi lebih dingin.

Fenomena El Nino terjadi ketika suhu permukaan laut (Sea Surface Temperature /SST) di Samudera Pasifik meningkat di atas normal. Lantas menyebabkan awan lebih banyak di bagian tengah Samudera Pasifik, sehingga hujan lebih sedikit di sebagian besar wilayah Indonesia.

Sebaliknya, La Nina bisa terjadi ketika suhu permukaan laut di Samudera Pasifik menurun di bawah normal. Akibatnya, curah hujan menjadi lebih banyak di wilayah Indonesia.

Beberapa faktor yang mempengaruhi El Nino adalah pemanasan awan dan perubahan arus. Sedangkan faktor yang mempengaruhi La Nina seperti penurunan suhu permukaan laut (SST) dan perubahan arus.

La Nina sendiri biasanya dapat mempengaruhi pola iklim dan cuaca global. Penyebab perubahan iklim dan cuaca global adalah karena anomali cuaca La Nina biasanya akan diikuti dengan perubahan pola sirkulasi Walker (sirkulasi atmosfer arah timur barat yang terjadi di sekitar ekuator) di atmosfer yang berada di atasnya.

Anomali iklim bernama La Niña dapat terjadi berulang kali dalam beberapa tahun sekali. Kemudian, setiap kejadian La Nina bisa bertahan sekitar beberapa bulan hingga dua tahun.

Dampak La Nina dan El Nino 2024 bagi Indonesia

BMKG melaporkan, La Niña dan El Nino adalah dua fenomena cuaca yang dapat memberikan dampak beragam di wilayah Indonesia. Kedua fenomena cuaca khususnya akan berdampak pada curah hujan bulanan dan musiman di Indonesia.

Tercatat selama bulan Juni-Juli-Agustus (JJA), La Niña menyebabkan peningkatan curah hujan di hampir di sebagian besar wilayah Indonesia. Kemudian bulan September-Oktober-November (SON), La Niña berpengaruh pada peningkatan curah hujan di wilayah tengah hingga timur Indonesia.

Sedangkan pada bulan Desember-Januari-Februari (DJF) dan Maret-April-Mei (MAM), La Niña berpengaruh terhadap peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia bagian timur.

Peningkatan curah hujan saat La Niña umumnya berkisar 20-40% lebih tinggi dibandingkan curah hujan saat tahun netral. Namun, ternyata ada juga beberapa daerah di Indonesia yang mengalami peningkatan curah hujan lebih dari 40%.

Pada periode puncak musim hujan (DJF), La Niña tidak memberikan dampak peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia bagian tengah dan barat. Hal ini terjadi akibat adanya interaksi La Nina dengan sistem monsun.

La Niña 2010 adalah salah satu contoh La Nina kuat yang sempat terjadi di Indonesia. Ketika itu, curah hujan rata-rata tiga bulanan di Indonesia masuk kategori di atas rata-rata.

Beberapa wilayah di Indonesia ketika itu bahkan mengalami curah hujan tinggi yang ekstrim tinggi (extremely high rainfall), terutama pada periode Maret – April – Mei (MAM) hingga September – Oktober – November (SON). Kondisi ini menimpa Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan sebagian Kalimantan.

Selain La Nina 2010, La Nina 2022 tercatat peningkatan curah hujan hingga pertengahan tahun. Ketika itu, La Nina akan tetap bertahan hingga pertengahan 2022, sehingga 47 persen zona msim (ZOM) di Indonesia diprediksi terlambat memasuki musim kemarau.

Berkebalikan dengan La Nina, dampak El Nino bagi Indonesia tercatat pada bulan Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON). El Nino menyebabkan penurunan curah hujan di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Pada Desember-Januari-Februari (DJF), El Nino mempengaruhi penurunan curah hujan di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur. Sedangkan pada Maret-April-Mei, El Nino mempengaruhi beragam curah hujan di berbagai wilayah di Indonesia.

WASPADA DAMPAK LA NINA SEKTOR PERTANIAN

Petani membajak sawahnya yang berada di lereng bukit menggunakan traktor tangan di Desa Baliase Boya, Sigi, Sulawesi Tengah, Sabtu (27/11/2021). ANTARA FOTO/Basri Marzuki/hp.

El Niño 1997 menunjukkan El Nino yang kuat dalam sejarah di tanah air. Ketika itu, curah hujan tiga bulanan di Indonesia mengalami pengurangan yang sangat drastis. Sebagai akibat dari El Nino, curah hujan ketika itu jauh lebih rendah dibandingkan curah hujan rata-rata.

Beberapa wilayah Indonesia mengalami curah hujan yang sangat rendah (extremely low rainfall) sepanjang tahun saat El Nino 1997 terjadi. Terutama di Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara, serta sebagian Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Dari penjabaran dampak dan contoh La Nino dan El Nino di Indonesia, bencana apa yang mungkin saja terjadi akibat fenomena cuaca ekstrim tersebut?

Secara umum, bencana yang bisa jadi terjadi saat La Nina atau El Nino adalah munculnya bencana-bencana hidrometeorologi.

Bila La Nina atau curah hujan meningkat dan berkepanjangan, maka yang mungkin saja terjadi adalah banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, hingga badai tropis.

Sementara itu, bila El Nino berkepanjangan terjadi, beberapa bencana yang mungkin saja akan dialami seperti kekeringan dan kebakaran lahan atau hutan.

Berdasarkan laporan Antaranews pada Rabu, 30 Oktober 2024, BMKG Provinsi Sumatera Selatan memprakirakan fenomena La Nina di wilayah tersebut bakal berakhir pada Januari 2025.

Tak hanya itu, musim hujan diperkirakan terjadi pada bulan Oktober 2024 sampai dengan pertengahan bulan April 2025.

"Kami memprakirakan fenomena La Nina di Sumsel akan berlangsung bulan Oktober 2024 hingga Januari 2025. Namun, dengan adanya fenomena La Nina ini dapat sedikit meredam kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumsel," kata Nandang Pangaribowo, Koordinator Bidang data dan Informasi Stasiun Klimatologi Sumsel.

Nandang bilang, fenomena La Nina pernah terjadi pada periode 2020-2022. Sedangkan, fenomena El Nino terjadi pada tahun 2023.

"Untuk puncak musim hujan kami prediksi mulai November 2024 sampai dengan Januari 2025. Sedangkan, untuk wilayahnya itu dimulai dari Sumsel bagian barat dulu kemudian bagian tengah, dan baru kebagian timur," lanjutnya.

Masyarakat perlu selalu waspada dan melakukan mitigasi bencana. Apabila El Nino dan La Nina terjadi berkepanjangan, bisa berdampak pada sektor pertanian, perekonomian, dan mempengaruhi kondisi sosial masyarakat.

Baca juga artikel terkait TRENDING TOPIC atau tulisan lainnya dari Lucia Dianawuri

tirto.id - Edusains
Kontributor: Lucia Dianawuri
Penulis: Lucia Dianawuri
Editor: Beni Jo & Yulaika Ramadhani