Menuju konten utama

Dampak Corona Lebih Cepat dari Prediksi Picu Perlambatan Ekonomi RI

Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang lebih cepat sehingga menyebabkan ekonomi melemah pada kuartal I 2020.

Dampak Corona Lebih Cepat dari Prediksi Picu Perlambatan Ekonomi RI
Suasana di lapak relokasi Pasar Tradisional Lemabang Palembang, Sumsel, Selasa (5/5/2020). ANTARA FOTO/Feny Selly/hp.

tirto.id - Kementerian Keuangan menyatakan, ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 2,97 persen pada kuartal I 2020 karena dampak pandemi Corona atau COVID-19 ternyata lebih cepat dari perkiraan pemerintah. Semula, Kemenkeu memprediksi ekonomi pada kuartal I masih mampu tumbuh 4,5 persen.

“Meski berdampak lebih cepat dari perkiraan, tingkat pertumbuhan Indonesia ini masih relatif lebih baik dibandingkan Amerika Serikat (0,3%), Korea Selatan (-1,3%), Uni Eropa (-3,3%), Singapura (-2,2%), Tiongkok (-6,8%),” ucap Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan dalam keterangan tertulis, Selasa (5/5/2020).

BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Q1 2020 hanya sebesar 2,97 persen, melambat dari posisi yang sama di tahun 2019 atau secara year on year (yoy) yang masih mencapai 5,07 persen.

Perlambatan ini, menurut BKF, terjadi karena konsumsi rumah tangga merosot cukup dalam sampai hanya tumbuh 2,84 persen alias melambat dari year on year (yoy) 2019 lalu yang berkisar 5,02 persen.

Faktor kedua adalah anjloknya investasi yang diukur dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dengan pertumbuhan 1,7 persen melambat dari posisi yoy 2019 yang tumbuh 5,03 persen. Di samping itu, pos konsumsi pemerintah dan ekspor melambat di angka 3,74 persen dan 0,24 persen dari yoy. Impor juga masih konsisten kontraksi 2,19 persen sejak akhir tahun 2019.

Dari lapangan kerja, hampir seluruh sektor menunjukkan penurunan. Industri pengolahan yang menyumbang sekitar 20 persen struktur PDB tumbuh melambat 2,06% seiring indikator PMI manufaktur yang mencatat penurunan terendah pada April 2020 (27,5).

BKF mengatakan turunnya konsumsi rumah tangga ini disebabkan oleh Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Masyarakat mengurangi konsumsi barang bukan kebutuhan pokok. Pelemahan konsumsi ini juga ditunjukan dari anjloknya indeks keyakinan kosumen dan penjualan eceran pada Maret 2020 sebesar -5,4% (yoy).

Peningkatan konsumsi kesehatan, pendidikan, perumahan, dan perlengkapan rumah tangga menurut BKF tidak mampu mengimbangi penurunan konsumsi lainnya. Seperti pakaian, alas kaki, jasa perawatan, serta transportasi-komunikasi.

Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu menyatakan pemerintah menilai penurunan konsumsi ini sebagai sinyal untuk mempercepat penyaluran bansos kuartal II 2020. Lalu untuk mengimbangi anjloknya sisi lapangan kerja, pemerintah menyatakan realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk UMKM perlu dipercepat.

“Dengan bantalan pada kedua sisi ini, Pemerintah berharap membantu meringankan tekanan terhadap rumah tangga dan pelaku usaha, terutama Ultra Mikro dan UMKM,” ucap Febrio dalam keterangan tertulis BKF.

Baca juga artikel terkait PERTUMBUHAN EKONOMI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti