tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Plt Sekjen DPR Damayanti sebagai saksi atas dua tersangka korupsi e-KTP, Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan Ketua DPR RI, Setya Novanto, pada Rabu (22/11/2017).
Damayanti yang menjalani pemeriksaan sejak pukul 10.02 WIB baru keluar dari Gedung Merah Putih KPK pada pukul 22.24 WIB. Perempuan berkacamata dan berblazer hitam ini mengaku dikonfirmasi terkait sejumlah dokumen oleh penyidik.
"Pokoknya masalah SK [Surat Keputusan]-SK yang penempatan komisi. Hanya itu," kata Damayanti yang mengaku tak kapok diperiksa KPK.
Damayanti menjelaskan, pemeriksaan cukup lama karena ia harus mengklarifikasi sejumlah dokumen bersama penyidik, salah satunya menyangkut masalah izin Setya Novanto tidak hadir dalam pemeriksaan korupsi e-KTP. "Iya. Sedikit ditanya," kata Damayanti seraya menambahkan, pemeriksaan berfokus pada administrasi di DPR.
Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, selain Damayanti, tiga saksi lain yakni Anggota DPR Ade Komarudin, dari pihak swasta Deniarto Suhartono dan Made Oka Masagung, serta terdakwa Andi Narogong turut diperiksa pada hari ini. "Diperiksa untuk tersangka ASS dan SN," kata Febri.
Febri menjelaskan, KPK terus memroses penyidikan perkara korupsi pengadaan e-KTP sekaligus persiapan praperadilan tersangka korupsi Setya Novanto. Mereka pun sudah menyiapkan tim untuk menghadapi praperadilan serta menangani penyidikan Novanto dan Anang.
"Proses penyidikan e-KTP ini masih terus berjalan. Saat ini ada 2 tim yang berjalan paralel," kata Febri.
Febri menerangkan, Tim dari Biro Hukum ditugaskan untuk mempelajari dokumen praperadilan yang telah diterima KPK. Mereka juga menelaah salah satu alasan pihak SN bahwa penyidikan yang dilakukan KPK nebis in idem. Sesuai pasal 76 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan berkekuatan hukum tetap.
Sementara itu, kata Febri, tim penindakan tetap menangani pokok perkara. Mereka terus melakukan penyidikan untuk kasus korupsi merugikan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut tanpa terburu-buru sehingga perkara Novanto bisa diproses sebelum praperadilan.
"KPK tidak ingin tergesa-gesa dalam menangani kasus e-KTP ini. Kami tetap akan lakukan dengan hati-hati dan menjadikan kekuatan bukti sebagai tolak ukur utama," jelas Febri.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH