tirto.id - Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap muslim, baik lelaki maupun perempuan, tua ataupun muda, yang menjelang hari raya Idulfitri mempunyai kelebihan makanan pokok untuk sehari.
Jika seseorang adalah pencari nafkah, ia juga mesti membayar zakat fitrah untuk tanggungannya, seperti istrinya, anak-anak, atau kerabatnya.
Diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Umar, Nabi Muhammad telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan atas setiap jiwa orang Muslim, baik merdeka ataupun budak, laki-laki ataupun wanita, kecil ataupun besar, sebanyak satu sha’ kurma atau gandum (H.R. Muslim).
Dalam "Tentang Zakat Fitrah" oleh Ulil Hadrawi, zakat fitrah adalah zakat untuk jiwa. Hal ini berlandaskan pada sabda Nabi Muhammad, "puasa bulan Ramadan digantungkan antara langit dan bumi, dan tidak akan diterima (dengan sempurna oleh Allah) kecuali dengan zakat fitrah".
Dengan memahami konteks sabda Nabi di atas, dapat dipahami bahwa seseorang yang menjalankan ibadah puasa Ramadan, tetapi kemudian meninggal sebelum 1 Syawal maka ia tidak dikenai zakat fitrah. Sebaliknya, jika ada bayi lahir pada hari terakhir Ramadan, maka ia dikenai zakat fitrah yang akan dibayarkan oleh orangtuanya.
Zakat fitrah dapat dibayar pada akhir Ramadan hingga menjelang salat id sehingga orang miskin yang membutuhkan, dapat menikmati Idulfitri. Jika seseorang membayar setelah salat id, maka itu akan terhitung sebagai sedekah, bukan zakat fitrah.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Muhammad "mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari kata-kata tak berguna dan kotor, serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa mengeluarkannya sebelum salat id maka itu adalah zakat yang diterima. Bila ia mengeluarkannya setelah salat id maka menjadi sedekah biasa.” (H.R. Abu Dawud)
Cara Menghitung Zakat Fitrah
Berdasarkan riwayat dari Abdullah bin Umar di atas, besaran zakat fitrah adalah satu sha' kurma atau gandum. Sha' adalah ukuran volume tradisional di masa Nabi dan tidak digunakan lagi untuk hari ini. Maka para ulama mencoba menafsirkan dan menakar seberapa banyak satu sha' jika menggunakan ukuran volume modern.
Sha' sendiri adalah empat kali mud, sedangkan mud adalah cakupan penuh dua telapak tangan ukuran normal yang digabungkan. Oleh karenanya, satu sha' ini sulit dikonversi ke dalam ukuran berat yang benar-benar tepat pada era modern.
Sebagai catatan, ukuran 1 sha' tersebut adalah untuk satu jiwa. Dengan demikian, jika dalam satu keluarga terdapat sekian orang, maka zakat fitrah yang dibayarkan adalah dikalikan dengan jumlah jiwa yang ada.
Dalam Buku Saku Sukses Ibadah Ramadan terbitan LTN PBNU (2017:38), yang dibayarkan dalam zakat fitrah adalah makanan pokok. Karena pada umumnya di Indonesia makanan pokoknya adalah beras, maka zakat yang dikeluarkan adalah beras, dengan ukuran yang disesuaikan dengan hadis.
Terdapat perbedaan tentang cara pembayaran zakat fitrah. Menurut mazhab Syafiiyah, zakat fitrah ditunaikan dengan pemberian makanan pokok daerah masing masing. Namun, menurut mazhab Hanafi, ukuran zakaf fitrah tersebut dapat diganti menggunakan uang dengan syarat jumlah uang harus sesuai dengan harga makanan pokok.
Dalam Tuntunan Zakat Fitri oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, besaran 1 sha' kurang lebih setara dengan 2,5 kg makanan pokok atau uang dengan seharga kadar tersebut.
Dalam Buku Saku Sukses Ibadah Ramadan, disebutkan bahwa 1 sha' kurang lebih setara dengan 2,71916kilogram, dan dibulatkan menjadi 2,8 kilogram.
Sementara itu, dalam "Beda Pendapat Ulama soal Besaran Zakat Fitrah yang Harus Dikeluarkan" oleh Husnul Haq, terdapat kendala pada sha' yang merupakan ukuran takaran, bukan timbangan. Oleh karenanya terdapat pertimbangan bahwa zakat fitrah dapat dikeluarkan sejumlah 2,5 hingga 3 kilogram demi kehati-hatian.
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sudah memiliki aturan tersendiri tentang penghitungan zakat fitrah, yaitu sebesar 2,5 kg atau 3,5 liter untuk tiap-tiap jiwa. Kualitas beras atau makanan pokok mesti sesuai dengan kualitas beras atau makanan pokok yang dikonsumsi oleh penyetor zakat (muzakki) sehari-hari. Dengan demikian, seorang muzakki tidak dapat mengurangi kualitas beras yang dizakatkannya, menjadi beras yang lebih murah, dan sebagainya.
Editor: Fitra Firdaus