tirto.id - Menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus, banyak kegiatan menarik yang biasanya digelar, seperti menghias rumah dengan bendera, hingga perlombaan.
Selain itu, mengunjung tempat wisata bersejarah juga bisa dilakukan, untuk mengenang jasa para pahlawan dan sebagai bentuk rasa nasionalisme.
Ada sejumlah tempat sejarah yang bisa dikunjungi, untuk sekadar berwisata atau juga menambah pengetahuan. Berikut ini rekomendasi wisata sejarah yang ada di Indonesia.
Daftar Wisata Sejarah di Indonesia
1. Rumah Bekas Kediaman Bung Karno di Bengkulu
Rumah Bekas Kediaman Bung Karno di Bengkulu memiliki nilai sejarah yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia.
Dilansir dari laman resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), rumah ini terletak di jantung Kota Bengkulu, tepatnya di Kelurahan Anggut Atas, Kecamatan Gading Cempaka.
Laman Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemdikbud) menuliskan, Bung Karno ditempatkan di sebuah rumah yang awalnya adalah tempat tinggal pengusaha yang bernama Tan Eng Cian.
Tan Eng Cian menyuplai bahan pokok untuk kebutuhan pemerintahan kolonial Belanda. Soekarno menempati rumah tersebut dari tahun 1938 hingga tahun 1942.
Rumah ini berjarak sekitar 1,6 km dari Benteng Malborough. Selama pengasingannya rumah tersebut dipergunakan untuk segala aktivitas baik politik, kesenian dan keorganisasian.
Adapun mitos unik yang bisa dikemas untuk menarik wisatawan, yaitu, Rumah Bekas Bung Karno memiliki sumur tua yang konon dipercaya membuat awet muda.
2. Tugu Proklamasi, Jakarta
Tugu Proklamasi merupakan tugu peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang berdiri di kompleks Taman Proklamasi di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat.
Taman tersebut berlokasi di bekas kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 atau yang kini bernama Jalan Proklamasi.
Rumah yang menjadi lokasi pembacaan proklamasi kemerdekaan kini sudah dihancurkan sejak 1960-an.
Presiden Sukarno menyatakan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dari teras depan rumah ini. Rumah tersebut kemudian dikenal sebagai Gedung Proklamasi.
Soekarno menempati rumah tersebut sejak 1942 hingga 1946. Alasan beliau memilih rumahnya sebagai pembacaan teks proklamasi karena pada saat itu Lapangan Ikada, yang kini menjadi kawasan Monumen Nasional, masih diduduki oleh tentara Jepang.
3. Monumen Jogja Kembali, Yogyakarta
Monumen Jogja Kembali atau Monjali didirikan untuk untuk memperingati peristiwa berfungsinya kembali Kota Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia yang direbut dari penjajah Belanda.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 29 Juni 1949. Ide atau gagasan untuk mendirikan museum ini adalah Bapak Kolonel Soegiarto.
Pada 29 Juni 1985 Monumen mulai dibangun. Kemudian, tanggal 6 Juli 1989 Monjali diresmikan oleh Presiden Soeharto.
Museum yang berbentuk menyerupai tumpeng ini di bangun di atas lahan seluas 49.920 m2, dengan ketinggian 31,8 meter.
Bangunan monjali terdiri dari 3 lantai, lantai 1 berisi 4 ruang museum, lantai 2 berisi 10 diorama dan 40 relief, dan lantai 3 bernama Ruang Garba Graha.
Koleksi Museum berjumlah 1.108, terdiri dari heraldika, miniatur, replika, kendaraan, senjata api, senjata tradisional, foto dokumentasi, alat perhubungan angkatan darat, alat kesehatan, inventaris, patung peraga, arsip, daftar nama pahlawan, relief, diorama, dan evokatif.
Pembangunan monumen ini dilakukan dengan memperhitungkan beberapa faktor penting.
Titik pusat bangunan ini merupakan sebuah titik yang secara imajiner menghubungkan beberapa titik penting di Yogyakarta yaitu Keraton Yogyakarta, Tugu Yogyakarta, Gunung Merapi, Parangtritis Panggung Krapyak.
Titik ini sendiri disebut sebagai Garis Imajiner Yogyakarta dan penanda dari titik imajiner ini sendiri berada pada lantai 3 bangunan monumen ini.
4. Rumah Bekas Pengasingan Bung Karno, Ende - NTT
Bung Karno pernah diasingkan di Ende, Flores, NTT, oleh Gubernur Jenderal pemerintah Belanda pada 1934-1938.
Bung Karno dibuang ke Flores bersama istri, mertua dan anaknya dengan menggunakan kapal barang KM van Riebeeck dari Surabaya.
Flores saat itu masih merupakan pulau yang sangat asing yang tidak banyak orang tahu, jauh dari kata modern dan masih sangat primitif.
Belanda mengasingkan Soekarno di Ende, agar Soekarno tidak memiliki ruang gerak politik untuk memprovokasi masyarakat untuk merdeka dari jajahan Belanda.
Selama diasingkan di Ende, Soekarno dan keluarganya menempati sebuah rumah di tengah perumahanan penduduk biasa. Rumah itu milik Abdullah Ambuwaru.
Rumah sederhana itu tidak bernomor dan berada di tengah rumah penduduk yang beratap ilalang. Setelah Indonesia merdeka, Soekarno mengunjungi Ende untuk pertama kalinya pada tahun 1951.
Ia bertemu Abdullah Ambuwaru dan meminta agar rumah tempat tinggalnya itu dijadikan museum. Pada kesempatan kunjungan yang kedua (1954), Soekarno meresmikan rumah tersebut sebagai Situs Bung Karno pada tanggal 16 Mei 1954.
5. Gedung Joang 45, Jakarta
Gedung Joang '45 atau Museum Joang 45 adalah salah satu museum yang berada di Jakarta, yang saat ini dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
Museum ini terletak di Jalan Menteng Raya 31, Kelurahan Kebon Sirih, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Museum ini diresmikan pada tahun 1974 oleh Presiden Soeharto, setelah dilakukan renovasi.
Dilansir dari situs Indonesia.go.id, Gedung Joeang merupakan bangunan yang kokoh, dan cat putih gading menjadi ciri khasnya.
Pilar-pilar tinggi pada bagian depan menunjukkan kalau bangunan ini merupakan peninggalan Belanda. Gedung Joang 45 memang dibangun oleh arsitek Belanda.
Pemilik pertamanya pun pengusaha Belanda. Namanya, LC Schomper. Pada 1939, ia mendirikan Hotel Schomper untuk dijadikan tempat singgah pejabat tinggi Belanda, pengusaha asing dan pejabat pribumi yang berkunjung ke Batavia.
Bangunan bersejarah ini menyimpan banyak kenangan tentang kisah perjuangan pemuda Indonesia pada era pemerintahan Belanda dan Jepang.
Schomper dan keluarganya hidup bahagia di hotel miliknya. Namun, kebahagiaan mereka berakhir sejak Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada 8 Maret 1942.
Sejak 1972, Gedung Menteng 31 ditetapkan sebagai bangunan bersejarah oleh Gubernur DKI Jakarta. Setahun kemudian bangunan bersejarah tersebut dipugar agar layak dikunjungi.
Setelah selesai dipugar, Presiden RI meresmikan bangunan sebagai museum. Gedungnya dinamai Gedung Joang 45.
Editor: Yantina Debora