Menuju konten utama

Crazy Rich di Kabinet, Pengamat: Jokowi Kini Merangkul Elit

Masuknya kalangan pengusaha dalam kabinet Jokowi, menurut Made Supriatma merupakan wujud plutokrasi dalam pengertian yang paling telanjang.

Crazy Rich di Kabinet, Pengamat: Jokowi Kini Merangkul Elit
Presiden Joko Widodo (keempat kiri) didampingi Wapres Ma'ruf Amin (keempat kanan) berfoto bersama dengan enam orang calon menteri baru di Kabinet Indonesia Maju Jilid 2 usai diumumkan di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (22/12/2020). ANTARA FOTO/Setpres/Laily Rachev/handout/wsj.

tirto.id - Peneliti ISEAS-Yusof Ishak Institute, Made Supriatma, menilai bahwa masuknya beberapa nama baru ke dalam kabinet, yang berlatar belakang pengusaha—yang belakangan ramai disebut crazy rich, menandakan bahwa para pengusaha sudah dirangkul oleh Presiden Joko Widodo.

Beberapa pengusaha yang masuk ke dalam kabinet adalah Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Menteri Parwisata dan Ekonomi Kreatif dan Muhammad Lutfi sebagai Menteri Perdagangan. Keduanya adalah rekan akrab Menteri BUMN Erick Thohir sejak masa muda dan sama-sama datang dari kalangan pengusaha.

“Kalau saya istilah crazy rich, they are really rich, even by the standart of South East Asia, ini orang-orang yang sangat kaya. Dan yang paling karakteristik adalah mereka pengusaha pribumi. Mereka kaya karena, masuk daftar orang-orang kaya yang dibikin oleh Forbes, Asia Globe, mereka itu ada di atas 50-an, nomor 1 sampai 20 itu dominan keturunan China, minoritas Tionghoa. Kalau orang lain mengatakan normal, saya mengatakan ini tidak normal. Ini plutokrasi dalam pengertian yang paling telanjang,” kata Made.

Ia mengatakan hal tersebut dalam diskusi daring berjudul “Crazy Rich Masuk Kabinet: Membaca Politik Plutokrasi Era Jokowi”, pada Minggu (27/12/2020) siang.

Made menilai, para pengusaha seperti Sandiaga Salahuddin Uno, Erick Thohir, Muhammad Lutfi, hingga Nadiem Makarim—yang sudah masuk kabinet lebih dulu—lebih mengutamakan pencarian laba dari investasi ketimbang pertumbuhan ekonomi.

“Sehingga mereka menciptakan jurang ketimpangan yang sangat besar, antara orang-orang biasa dengan para kapitalis. Mereka ini kelas kapitalis,” kata Made.

Ia mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo mengalami perubahan sangat signifikan dalam waktu beberapa tahun terakhir.

Kata dia, ketika Jokowi maju sebagai calon presiden pada 2014, ia kerap memainkan narasi populisme, anti-elite, bukan siapa-siapa, berpihak ke rakyat kecil, hingga berasal dari pinggiran. Namun, kata dia, citra seperti itu bertahan hanya sampai 2017.

“Eksperimen dia dengan reform, antikorupsi, anti elite, populisme, terus kemudian sesudah 2017, dia sadar eksperimen ini tidak jalan. He had to deal with the elites. Kalau mau selamat, harus memeluk mereka. Itu yang terjadi,” kata dia.

Bahkan, lanjut Made, pada Oktober 2019, Jokowi masih mengklaim bahwa anak-anaknya tidak tertarik dengan dunia politik. Jokowi masih bangga dengan anak-anaknya yang berjualan pisang goreng dan martabak, kata Made.

“Pertengahan 2020 sangat berubah tiba-tiba. Tiba-tiba anaknya tertarik kepada politik. Dia benar-benar berubah dari politisi yang berada di luar mainstream, kemudian dia menjadi professional politician, dia lebih memperhatikan elite daripada rakyat. Hilang sudah masa blusukan, naik esemka, dia sangat nyaman dengan kekuasaan,” kata dia.

“Seperti yang terjadi di banyak belahan dunia, mereka enggak akan berhenti di situ. Uang melahirkan politik, politik melahirkan uang. Itu kata-kata bijak sejak dahulu yang sampai sekarang masih berlaku,” tambahnya.

Presiden Joko Widodo melantik enam menteri baru masuk ke dalam kabinetnya. Beberapa di antaranya, seperti Sandiaga Salahuddin Uno, Muhammad Lutfi, Budi Gunadi Sadikin, hingga Sakti Wahyu Trenggono, merupakan pengusaha dengan harga kekayaan mencapai triliunan rupiah.

Baca juga artikel terkait MENTERI JOKOWI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Restu Diantina Putri