Menuju konten utama

Corona Buat "Pendapatan Hampir Nol Kecuali Toko Obat & Supermarket"

Asosiasi menyebut mereka tengah sekarat karena Corona, kecuali toko obat dan supermarket.

Corona Buat
Aktivitas di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Kamis (19/3/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.

tirto.id - Corona atau COVID-19 terus memakan korban. Tidak hanya masyarakat--yang kini jumlah kasusnya berada di angka 514--yang merasakan dampaknya, tetapi juga beragam sektor dunia usaha.

Sektor pariwisata dan transportasi terdampak sejak virus ini merebak. Ini terjadi karena ada penurunan jumlah wisatawan mancanegara secara signifikan sekaligus pembatasan penerbangan ke dan dari negara terdampak. Lalu sektor manufaktur ketiban sial karena kesulitan mencari bahan baku dari negara terdampak. Mereka juga pada saat yang sama jadi kesusahan ekspor.

Lantas pusat perbelanjaan mengikuti. Kekhawatiran terhadap pandemi COVID-19 menyebabkan sejumlah pusat perbelanjaan sepi pengunjung, setidaknya di Jakarta. Ditambah imbauan pemerintah untuk menghentikan aktivitas di luar rumah dan penerapan skema Work From Home (WFH), absennya hiruk pikuk pembeli dari tenant dan etalase toko-toko menjadi tak terhindarkan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alexander Stefanus Ridwan mengatakan saat ini mereka telah mengalami penurunan pendapatan cukup signifikan, sementara pada saat yang sama tetap harus menanggung biaya operasional seperti listrik, air, hingga pajak.

“Kecuali supermarket dan farmasi, lainnya pasti turun. Persentase penurunan belum tahu, tapi pasti banyak,” ucap Alexander kepada reporter Tirto, Senin (23/3/2020).

Gara-gara situasi ini, mal beramai-ramai mengurangi jam operasional. Alexander menyebutkan banyak dari anggotanya memilih buka pukul 11 siang dan tutup pukul 8 malam, padahal sebelumnya buka lebih pagi dan tutup lebih malam.

Seperti banyak pebisnis lain, asosiasi pengusaha pusat belanja juga berharap ada uluran tangan dari pemerintah. Ia meminta pemerintah memberi keringanan, paling tidak ada relaksasi pajak penghasilan karyawan (PPh pasal 21) dan PPh final. Dengan cara itu menurutnya kas perusahaan bisa terjaga.

“[Cashflow] ada yang cukup, ada yang enggak, tapi tergantung kemampuan pemerintah mengurangi pajak,” kata Alexander.

Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menyatakan pukulan serupa juga diterima anggotanya. Ia menyebutkan sudah ada penurunan pembeli hingga 80-90 persen. Beberapa tenant, sebut saja potong rambut, bahkan sudah hampir absen dari konsumen, sementara omzet toko baju hanya tersisa 10 persen dari biasanya.

“Pendapatan hampir nol kecuali toko obat dan supermarket,” kata Budi saat dihubungi reporter Tirto, Senin (23/3/2020).

Melihat situasi seperti ini nampaknya akan bertahan lama, Budi mengatakan sudah menyarankan agar toko-toko di luar supermarket dan farmasi, yang saat ini justru semakin ramai pembeli, tutup sementara.

Meski demikian, ia memastikan para anggotanya tidak bakal mem-PHK karyawan. Pertimbangannya, sebagian besar karyawan tenant memiliki keahlian khsusus yang tak gampang dicari penggantinya seperti barista hingga potong rambut. Para karyawan hanya akan dirumahkan sementara dengan jaminan gaji bulanan tetap diberikan. Namun untuk uang transportasi, uang makan, dan insentif lain sementara ditiadakan lantaran pemberi kerja juga tidak mendapat pemasukan, kata Budi.

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

Budi mengaku sudah menyurati berbagai lembaga untuk diberikan keringanan seperti pajak daerah maupun pajak dari pusat seperti pajak penghasilan. Jika boleh listrik dan gas juga diberi keringanan, katanya.

Ia mengaku membutuhkan itu semua karena saat ini para anggotanya sudah menggunakan dana cadangan perusahaan. Itu artinya, cashflow perusahaan sudah terganggu, jelas Budi. Lagipula sebelum COVID-19, anggotanya terutama yang ada di Jakarta sudah terpukul oleh sederet bencana seperti banjir berturut-turut yang terjadi sejak hari pertama tahun 2020.

Gara-gara banjir itu saja, anggotanya sempat mengalami penurunan pendapatan hingga 50 persen.

“Ini sudah urgent. Kena banjir Januari 2020 beberapa hari, Februari 2020 banjir lagi, Corona Maret 2020. Kami bertub-tubi. Hampir KO (knock out),” ucap Budi.

Sayangnya, harapan-harapan para pengusaha ini nampaknya tidak bakal terealisasi, setidaknya dalam waktu dekat. Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam siaran live melalui situs Sekretariat Negara, Jumat (20/3/2020) lalu, mengatakan prioritas utama penggunaan APBN saat ini adalah sektor kesehatan. Prioritas kedua adalah perlindungan kepada masyarakat. Dukungan kepada dunia usaha ada di posisi ketiga.

“Ketiga, mendukung dunia usaha agar mereka tetap bisa melalui masa sulit ini. Kami dengan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menyampaikan di bidang relaksasi di dalam pembayaran cicilan,” kata Sri Mulyani.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino