Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

CISDI Keluhkan Nihilnya Pemantauan Kapasitas RS Rujukan COVID-19

CISDI sebut RI buta dalam menangani COVID-19. Salah satunya tak ada sistem pemantauan kapasitas RS hingga warga harus bolak balik.

CISDI Keluhkan Nihilnya Pemantauan Kapasitas RS Rujukan COVID-19
Rumah Sakit Darurat (RSD) Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (10/9/2020). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) menyebut Indonesia buta dalam bertarung menangani pandemi COVID-19. Salah satunya karena tidak ada sistem pemantauan kapasitas rumah sakit sehingga masyarakat harus bolak balik dan seringkali tak mendapatkan perawatan.

"Masyarakat disuruh mengatur sendiri sistem rujukan dan itu sudah costing kita banyak sekali nyawa," kata peneliti CISDI Yurdhina Melissa dalam diskusi daring di kanal YouTube KawalCovid19 pada Senin (25/1/2021).

Per Minggu (24/1/2021) tercatat kasus aktif COVID-19 mencapai 162.617 alias 3 kali lipat dari kasus aktif pada November 2020 yang masih 50 ribuan. Hal ini sontak membuat fasilitas layanan kesehatan keteteran sehingga banyak pasien yang gagal mendapat perawatan sehingga meninggal dunia di rumah atau di perjalanan.

KawalCovid19 yang ikut membantu warga mencari rumah sakit mendapatkan laporan seorang pasien asal Depok meninggal dunia di taksi online setelah ditolak 10 rumah sakit lantaran penuh.

Yurdhina mengatakan, Kementerian Kesehatan memang telah menginstruksikan untuk mengalokasikan 40 persen kapasitas rumah sakit untuk perawatan COVID-19. Namun tak ada panduan dalam mengatur lalu lintas pasien.

Menurutnya, penambahan kapasitas tak akan efektif jika tak ada pemantauan mengenai lalu lintas pasien pada setiap waktu.

"Masyarakat harus di-direct kalau mereka sakit, mereka harus ke mana. Diberitahu berdasar derajat penyakitnya terutama, dan kalau dirujuk, maka dirujuknya ke mana?" ujarnya.

Yurdhina menyadari, Kemenkes memiliki aplikasi Sistem Informasi Rawat Inap (Siranap) Pemprov DKI Jakarta juga memiliki executive information system (EIS) Dinas Kesehatan untuk memantau kapasitas rumah sakit. Namun dua aplikasi itu tidak memberikan informasi secara real time hanya mencakup rumah sakit milik pemerintah dan tidak mencakup rumah sakit swasta.

Karena itu, kata dia, pemerintah harus mengisi gap dalam urusan data tersebut. Yurdhina pun menyebut pemerintah bisa melibatkan masyarakat sipil.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz