tirto.id - 22 hari sudah Dwi Setyono (39) tak pulang ke rumah. Rindu pada istri dan kedua anaknya hanya dapat ia curahkan melalui sambungan telepon saat malam ketika ia senggang. Pulang ke rumah baginya adalah membawa risiko dan kekhawatiran belaka.
Sejak pandemi virus Corona atau COVID-19-19 melanda Indonesia dan sejumlah orang di Yogyakarta dinyatakan positif terinfeksi Corona, Dwi berada di barisan depan selain para tenaga medis yang berjibaku di rumah sakit menangani pasien.
Dwi tergabung dalam anggota Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dwi ikut bertugas di Posko Terpadu Pencegahan COVID-19 di Yogyakarta yang didirikan sejak 15 Maret 2020.
Posko terpadu yang terdiri dari sejumlah lembaga setiap hari bergerak. Mereka melakukan intervensi di setiap kawasan yang jadi persebaran COVID-19 dengan melakukan dekontaminasi penyemprotan disinfektan atau melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Tak hanya itu, posko terpadu juga memilki tim emergency yang bertugas setiap hari selama 24 jam secara bergiliran. Tugas mereka adalah merespons setiap kasus kedaruratan COVID-19.
Tugas mereka diantaranya menjemput pasien dalam pengawasan (PDP) atau positif Covid-19, mengevakuasi jenazah sampai dengan proses penguburan jenazah PDP atau yang dinyatakan positif Corona.
Sudah beberapa kali Dwi kebagian jatah bertugas di tim emergency. Pertama ia ikut terlibat dalam evakuasi jenazah seorang pria yang tiba-tiba meninggal di pusat kota di simpang empat Nol Kilometer pada 30 Maret lalu.
Seorang pria tiba-tiba meninggal di tengah jalan saat mengendarai motor. Sejumlah orang tak berani mendekat karena menyangka pria tersebut terjangkit COVID-19. Tim emergency yang akhirnya turun tangan melakukan evakuasi dengan prosedur penanganan COVID-19 meskipun hingga saat ini belum diketahui apakah pria tersebut terjangkit Corona atau tidak.
Dua hari berselang, Dwi juga ikut dalam proses pemakaman seorang PDP di Ngaglik Sleman yang meninggal saat melakukan isolasi mandiri di rumah. Pasien tersebut sempat dibawa ke rumah sakit namun akhirnya harus melakukan isolasi mandiri karena ruang isolasi di rumah sakit penuh.
"Saat itu dari Dinas Kesehatan belum berani mengambil. Puskesmas juga enggak berani. Akhirnya TRC mengambil sekaligus penguburan," kata Dwi kepada Tirto, Minggu (5/4/2020).
Enam orang tim emergency termasuk DWI diberangkatkan menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap. Dekontaminasi lokasi pasien meninggal, ambulan, dan personil dilakukan beberapa kali dengan sangat detail.
Pertama saat personel sampai lokasi mereka harus melakukan dekontaminasi. Setelah itu baru dekontaminasi mayat, peti dan sekitarnya. Selesai itu baru kemudian peti jenazah dimasukkan ke dalam ambulans.
"Setelah itu kami angkat kita bawa liang lahat. Sebelum kita kubur juga kita dekontaminasi dulu di liang lahat itu. Setelah itu baru kita kubur sampai mayat tidak kelihatan," kata dia.
Selesai prosesi pemakaman, tim melakukan dekontaminasi personel dan ambulans di posko. Proses dekontaminasi itu kata Dwi dilakukan sesuai prosedur keamanan.
"Karena kita enggak tahu kita melawan siapa, karena barangnya [virus] enggak kelihatan," ujarnya.
Risiko Tertular COVID-19
Tingginya risiko tertular virus Corona membuat Dwi tak pulang ke rumahnya di Pakem Sleman. Ia tak mau membawa risiko yang membahayakan keluarganya.
"Kalau saya sering pulang kan saya enggak tahu saya sudah bersih atau belum. Misalnya pulang malah membawa virus kan malah saya jadi salah," kata dia.
Selama bertugas di posko, Dwi baru sekali pulang, itupun untuk menemui anak dan istrinya agar tak banyak keluar rumah. Waktu itu baru sepekan posko berdiri. Kasus positif Corona di Yogyakarta masih dalam hitungan jari. Saat ini kasus positif Corona sudah mencapai 30 lebih di Yogyakarta.
"Yang penting kan keluarga. Kalau kita sering pulang kita misalnya masih ada virusnya atau tidak kita enggak tahu karena enggak kelihatan," kata Dwi.
Dwi bilang anak dan istrinya sudah memaklumi ketika ia tak pulang dalam waktu lama karena menjalankan tugas. Mereka kata Dwi telah terbiasa lantaran sering ia tinggal kala bertugas saat situasi bencana.
Sejak 8 tahun terakhir bergabung menjadi anggota TRC, Dwi sudah beberapa kali bertugas dalam penanganan bencana. Sebelumnya ia juga bertugas saat gempa di Lombok dan tsunami di Palu.
Komandan TRC BPBD DIY Wahyu Pristiawan kepada Tirto, Ahad (5/4/2020) mengatakan TRC dan Pusdalops BPBD merupakan unsur utama dalam fungsi operasional yang ada di dalam gugus tugas penanganan COVID-19.
Di bawah komando TRC terdapat sejumlah unsur pendukung, di antaranya adalah dari unit Kimia Biologi dan Radioaktif (KBR) Brimob Polda DIY dan Batalion Infrantri 403 TNI AD. Mereka menempati posko induk di Kantor BPBD DIY.
Sementara fungsi lain di daerah yang masih dalam komando TRC BPBD DIY di antaranya yang telah terbentuk adalah di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul.
Mengenai penanganan jenazah COVID-19 hingga sampai pemakaman yang dilakukan oleh tim TRC BPBD DIY, kata Wahyu, hal tersebut dilakukan karena kondisi di lapangan. Ia mengatakan pada dasarnya pengurusan jenazah dapat dilakukan oleh pihak rumah sakit.
Berbeda dengan Jogja, BPBD DKI Jakarta tak dilibatkan dalam pemakaman jenazah pasien positif Corona. Hal itu disampaikan Kepala Seksi Logistik dan Peralatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta, Dedi Rohaedi.
"Kawan-kawan di BPBD belum ada yg pernah ikut pemakaman pasien COVID-19. Sepengetahuan saya, pemakaman pasien itu tupoksinya Dinas Kesehatan," ucap dia ketika dihubungi Tirto, Ahad (5/4/2020).
Prosedur Pemakaman Jenazah Pasien COVID-19
Sementara itu, Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana Agus Wibowo mengatakan tak masalah jika petugas BPBD mengebumikan jenazah tersebut.
"Kalau memakamkan tidak masalah, yang penting pemulasaraan diproses terlebih dahulu di rumah sakit," ujar dia ketika dihubungi Tirto, Ahad (5/4/2020).
Inisiatif petugas BPBD itu juga dianggap bukan perkara besar. "Setelah (jenazah) keluar, mau dipegang juga tak apa. Tidak apa (inisiatif itu), karena (jenazah) sudah diproses dengan bagus," imbuh Agus.
Tata cara menguburkan jenazah pasien virus COVID-19 diatur dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 18 Tahun 2020 dan edaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia. Protokol menguburkan jenazah ini sedikit berbeda dari penguburan biasa.
Dalam Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19, terdapat poin bahwa pengurusan jenazah terpapar virus corona harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat.
Terdapat empat tindakan pengurusan jenazah seorang muslim, yaitu memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan. Penekanan dilakukan untuk proses memandikan dan mengafani, karena ketika pasien COVID-19 meninggal, virus masih ada di tubuhnya dan dapat menular kepada orang berkontak dengan jenazah tersebut.
Dalam prosedur menyalatkan dan menguburkan jenazah pasien corona, MUI menegaskan hal itu dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar virus Corona. Hal ini kemudian ditegaskan dalam Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah Muslim yang Terinfeksi COVID-19 tertanggal 27 Maret 2020.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Gilang Ramadhan