Menuju konten utama

Cerita Masa Jaya Pasar Blora Jakarta Pusat yang Dirobohkan Hari Ini

Pasar Blora, yang pernah berjaya pada tahun 1970-an hingga 1990-an, dirobohkan oleh Pemprov DKI pada hari ini.

Cerita Masa Jaya Pasar Blora Jakarta Pusat yang Dirobohkan Hari Ini
Warga melintas di bekas Pasar Blora, kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Rabu (2/8/2017). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

tirto.id - Sambil ditonton pegawai negeri Pemprov DKI Jakarta dan anggota Satpol PP DKI Jakarta, mesin ekskavator dibantu semprotan air dari mobil pemadam berusaha meruntuhkan sisa bangunan Pasar Blora, di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat (24/01/2018).

"Pasar ini memang sudah beberapa tahun lalu sudah tidak beroperasi," kata Walikota Jakarta Pusat Mangara Pardede (24/01/2017) yang memantau jalannya pembongkaran dari kejauhan.

Mangara menambahkan di lokasi Pasar Blora akan dibangun gedung pos pengendalian integrasi moda transportasi di Dukuh Atas. "Yang nantinya juga akan dilewati MRT," kata dia.

Adi Wijaya selaku Direktur Teknis PD Pasar Jaya mengatakan sudah ada sosialisasi kepada PKL untuk mengosongkan lokasi pasar, seminggu sebelum pembongkaran. "Dari kemarin sudah kosong," kata dia.

Ia menambahkan, PKL yang berjualan di Pasar Blora berada di bawah koordinasi PD Pasar Jaya, dan pihaknya sudah menawarkan lokasi lain kepada PKL. "Kami tawarkan mau pindah ke pasar mana? Sebut saja," kata Adi.

Kisah Pedagang Soal Masa Keemasan Pasar Blora

Dahulu pasar yang berlokasi tepat di depan stasiun Sudirman itu merupakan salah satu pasar yang ramai di kawasan Jakarta Pusat. Kini ia hanya menyisakan dua bangunan dua lantai yang agak berjauhan, dan hamparan tanah kosong di tengah-tengahhnya

Di hamparan tanah kosong itu sejumlah aparat Pemprov DKI Jakarta dan Satpol PP duduk di bawah naungan tenda, menonton ekskavator berusaha meruntuhkan bangunan dua lantai di sisi belakang bekas Pasar Blora.

Sementara itu, di sudut perkampungan yang tak jauh dari lokasi penggusuran terdapat bangunan 40 meter dengan penerangan seadanya. Di sini sebagian mantan pedagang Pasar Blora berdagang setelah pasar Blora dikosongkan tahun 2014.

Salah satunya Ismail, yang sedang duduk di dalam kios kelapa parut dan aneka kebutuhan lainnya. Pria 60 tahun itu adalah mantan pedagang kelapa parut di Pasar Blora. Ia dan 7 mantan pedagang Pasar Blora lainnya mengontrak sebuah lahan kosong tak jauh dari lokasi pasar. Bersama-sama mereka mendirikan bangunan untuk berjualan.

"Yang masih mau dagang saja, ayo pindah ke sana ramai-ramai patungan. Yang lama-lama saja yang pindah," kata Ismail.

Menurut Ismail, Pasar Blora pada masa keemasannya adalah pasar yang cukup besar di Jakarta Pusat. "Dari toko emas sampai tukang daging babi ada," kata Ismail.

Ismail mulai berjualan kelapa parut di Pasar Blora sejak tahun 1976, selepas tahun. Jauh sebelumnya ayahnya pun adalah pedagang Pasar Blora. Ismail kerap berkunjung ke kios ayahnya yang menjual ikan asin saat masih SD.

Ismail bercerita dalam satu pagi saja di Pasar Blora ia bisa menjual 150 sampai 200 kelapa parut setiap harinya dengan harga Rp 60,- kalau diparut, dan Rp 50,- kalau tidak diparut. "Motor RX-S baru keluar saja saya beli baru," kenangnya sambil tertawa.

Meskipun begitu, dari tahun ke tahun jumlah pengunjung Pasar Blora terus menurun. Hingga akhirnya tahun 1990 izin penggunaan bangunan Pasar Blora tidak lagi dikeluarkan PD Pasar Jaya. Artinya, sejak saat itu pedagang-pedagang tersebut tidak memiliki legalitas saat berjualan pasar tersebut. Pedagang pun tidak lagi dipungut biaya sewa melainkan hanya retribusi harian untuk kebersihan dan keamanan. Meskipun begitu pedagang masih belum direlokasi, pasar pun masih berdiri.

Selanjutnya, keluar aturan baru dari PD Pasar Jaya yaitu biaya retribusi dipungut setiap bulan. Hal ini pun menimbulkan keberatan bagi pedagang. Akibatnya, banyak pedagang tidak mampu membayar.

"Akhirnya kan pusing PD Pasar Jaya. Sudah enggak menguntungkan pasarnya, enggak ada pemasukan juga. Ya sudah bubarin saja pasarnya," kata Ismail.

PD Pasar Jaya pun mulai menggusur pedagang perlahan-lahan. Awalnya pedagang sayuran menempati dua sisi pasar, kini digabung menjadi satu sisi, dan sisi yang ditinggalkan pun dihancurkan. Lalu, pedagang sayuran yang sudah digabung ke dalam satu sisi ini pun dipindahkan lagi ke lantai dua bangunan depan Pasar Blora sehingga bagian tengah pasar benar-benar kosong dari pedagang.

Akhirnya, seluruh bagian tengah pasar diratakan dengan tanah, dan menyisakan tanah lapang tempat pegawai Pemprov DKI duduk di bawah tenda yang diceritakan di awal, dan dua bangunan di depan dan belakang. Pada 2014, Pasar Blora sudah kosong dari pedagang, menyisakan PKL dan ojek daring yang menjadikannya sebagai pangkalan.

Baca juga artikel terkait PASAR atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom