Menuju konten utama

Cerita Lama Main Mata Napi Korupsi dengan Kalapas Sukamiskin

Banyaknya para napi korupsi yang ingin ditahan di Sukamiskin mengundang kecurigaan soal main mata dengan pejabat Kemenkumham

Cerita Lama Main Mata Napi Korupsi dengan Kalapas Sukamiskin
Terpidana kasus korupsi e-KTP Setya Novanto saat keluar dari Rutan KPK untuk dieksekusi menuju Lapas Sukamiskin Bandung oleh Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jakarta, Jumat (4/5/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Kepala Lembaga Pemasyarakat (Kalapas) Sukamiskin, Bandung pada Sabtu (21/7) dini hari. Hal ini membuat cerita klasik tentang Lapas Sukamiskin sebagai tempat nyaman bagi koruptor bersarang menguar kembali.

"Informasi terkait Lapas Sukamiskin menjadi rumah dan kantor baru yang nyaman dan aman bagi napi koruptor asal sanggup membayar mahal bukan lah hal yang baru, hanya saja belum ada tindakan hukum yang nyata," kata aktivis antikorupsi Dahnil Azhar Simanjuntak kepada Tirto, Sabtu (21/7).

Dahnil melihat Lapas Sukamiskin menjadi semacam penjara yang diminati para koruptor. Ia khawatir hal ini terjadi karena praktik lobi-lobi antara narapidana dengan pihak Kemenkumham.

Sebagai contoh para terpidana korupsi KTP elektronik yaitu dua mantan PNS Kemendagri Irman dan Sugiharto, mantan Ketua DPR Setya Novanto) mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (terpidana korupsi P3SON), mantan Anggota Komisi V Yudi Widiana Aina (terpidana korupsi di KemenPUPR), Kepala Biro Perencanaan dan Organisiasi Bakamla Nofel Hasan (terpidana korupsi di Bakamla), hingga Mantan Dirjen Hubla Antonius Tonny Budiono (terpidana korupsi suap Hubla) menjalani masa penahanan di Lapas Sukamiskin. Ia berharap, Menkumham bisa bertanggung jawab dan mendalami praktik mafia di Lapas Sukamiskin.

"Dengan begitu Pak Menkumham bisa menjelaskan kepada publik, dan membongkar pratik mafia lapas yang selama ini meresahkan dan mengangkangi hukum kita," kata Dahnil.

Hal senada diungkapkan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho. Emerson menilai, praktik suap-menyuap di lingkungan lapas sudah biasa terjadi, termasuk di Sukamiskin. Ia menyebut suap-menyuap tidak hanya sekali terjadi di lingkungan Lapas. Indikatornya bisa dilihat dari temuan yang terungkap semisal adanya sel mewah, penyediaan tempat di luar sel untuk kantor atau tempat tinggal, penggunaan laptop atau HP secara leluasa, saung mewah, terpegoknya napi keluyuran.

"Sepanjang ada uang, apa saja bisa disediakan di penjara," kata Emerson kepada Tirto.

Emerson tidak tahu bentuk transaksi yang terjadi di dalam lapas, terutama Lapas Sukamiskin. Namun, sepengetahuan Emerson, para narapidana memberikan sejumlah uang kepada pejabat lapas untuk mendapat fasilitas tersebut. Ia menduga para narapidana memberikan uang dalam bentuk tunai. Uang tersebut bisa diserahkan langsung atau lewat pihak ketiga seperti keluarga atau pihak terkait narapidana.

Emerson meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan membuat lapas untuk koruptor. Menurutnya hal itu bisa menimbulkan diskriminasi antara koruptor dengan pelaku kriminal lain. Ia melihat para koruptor jauh lebih nyaman daripada di lapas umum.

"Sel koruptor lebih nyaman dari sel pelaku kriminal yang lain. Oleh karenanya Pemerintah sebaiknya membubarkan penjara khusus koruptor. Tempat koruptor di penjara harus sama dengan pelaku kriminal lain agar efek jeranya semakin kuat," kata Emerson.

Di saat yang sama, ICW mendesak Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly untuk memberhentikan tetap Kalapas Sukamiskin tanpa perlu menunggu putusan pengadilan. Ia pun mendorong agar Menkumham mencopot Pejabat di lingkungan Dirjen Pemasyarakatan yang dinilai bertanggung jawab atas pengawasan ini.

"KPK juga harus usut siapapun yang diduga terlibat dalam kasus ini," kata Emerson.

Tangkap 6 Orang dan Barang Bukti Uang

KPK menangkap lima orang lainnya dalam saat penangkapan KaLapas Sukamiskin. "Setelah kami kroscek dan ada bukti awal, maka Sekitar 6 orang diamankan, termasuk pimpinan Lapas dan pihak swasta. Selain itu, uang tunai rupiah dan valas yg sedang dihitung serta kendaraan jg diamankan sebagai barang bukti awal," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Sabtu.

Laode menerangkan, enam orang sudah dibawa ke KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut. Laode menerangkan, KPK punya waktu 24 jam untuk menentukan status para keenam orang yang diamankan sesuai KUHAP.

"Hasilnya akan disampaikan melalui konferensi pers," kata Syarief.

Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menambahkan, keenam orang tersebut terdiri atas sejumlah pihak. Ia mengaku, ada keluarga narapidana yang ikut diamankan dalam operasi tersebut.

"Dari 6 orang tersebut, ada unsur Penyelenggara Negara di Lapas, narapidana korupsi dan keluarga napi serta PNS lapas," kata Febri, Sabtu.

Sementara pihak Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham hanya membenarkan penangkapan dilakukan oleh penyidik KPK. Mereka membenarkan Kalapas Sukamiskin Wahid Husein ditangkap. Mereka menyerahkan semua kepada KPK terkait proses hukum yang berjalan.

"Bahwa benar KPK telah membawa Kalapas Sukamiskin, selanjutnya menunggu pernyataan resmi dari KPK," ujar Kabag Humas Ditjen PAS Ade Kusmanto kepada Tirto, Sabtu.

Hingga kini, Ade belum bisa memastikan kebenaran pengambilan sejumlah warga binaan dan penyegelan sejumlah tempat. Berdasarkan informasi diperoleh, dua narapidana yakni Fahmi Darmawangsa dan Andri disebut dibawa keluar oleh KPK. KPK pun disebut menyegel kamar Fuad Amin dan Tubagus Chaeri Wardana.

"Belum ada pernyataan resmi. Nanti saya belum bisa sampaikan. Yang jelas saya sampaikan itu betul pihak KPK membawa Kalapas Sukamiskin beserta satu orang staf driver," kata Ade.

Baca juga artikel terkait OTT KPK KALAPAS SUKAMISKIN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Muhammad Akbar Wijaya