Menuju konten utama

Celah Hukum dalam Dugaan Penggelapan Aset Kemenpora oleh Roy Suryo

Roy tetep berkelit atas tudingan belum mengembalikan barang milik negara meski Kemenpora sudah dua kali mengirim surat sejak Juli 2016.

Celah Hukum dalam Dugaan Penggelapan Aset Kemenpora oleh Roy Suryo
Roy Suryo. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Roy Suryo berang. Ia merasa difitnah Kementerian Pemuda dan Olahraga terkait aset yang belum dikembalikan sejak lengser dari jabatan Menpora pada 2014.

“Ini adalah fitnah untuk menjatuhkan martabat dan nama baik saya di tahun politik ini,” kata Roy kepada reporter Tirto, Rabu (5/9/2018).

Pangkal keberangan Roy berasal beredarnya surat bernomor 5.2.3/SET.BIII/V/2018 dari Kemenpora kepada Roy di media sosial. Dalam surat yang ditandatangani Sekretaris Kemenpora Gatot S. Dewa Broto, Kemenpora menagih 3.226 unit barang milik negara (BMN) yang belum dikembalikan Roy sejak lengser pada 2014.

Surat ini adalah yang kedua. Pada Juli 2016, Kementerian yang kini dipimpin Imam Nachrawi ini pernah melayangkan surat yang sama. Dalam surat bernomor 1711/MENPORA/INS.VI/2016 itu, Kementerian meminta Roy mengembalikan 1.438 jenis barang, dengan rincian 3.174 unit senilai Rp 8,5 miliar.

Walau sudah dua kali disurati, Roy tetap keukeuh tak merasa masih memiliki barang negara. Ia bahkan menunjuk M. Tigor Simatupang sebagai pengacaranya dalam menghadapi surat ini. “Untuk selanjutnya silakan hubungi penasihat hukum saya,” kata Roy.

Sikap Roy yang terus berkelit membikin Partai Demokrat bersikap. Wakil Ketua Umum Demokrat Syarifuddin Hasan juga mengimbau kepada Roy Suryo segera mengembalikan aset Kemenpora jika memang benar belum dikembalikan.

“Ya kalau ada memang balikin aja. Kalau tidak ada klarifikasi,” kata Syarifuddin, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa kemarin.

Tak hanya Syarif, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono juga mengimbau Roy segera membereskan masalah ini. Anjuran SBY ini disampaikan Ketua Divisi Advokasi Partai Demokrat Ferdinand Hutahean.

“Karena kami Partai Demokrat ingin menjaga integritas seluruh kader maka ketua umum Pak SBY akan memberikan instruksi untuk menyelesaikan masalah tersebut hingga selesai dan tidak ada masalah lagi,” kata Ferdinand kepada reporter Tirto, kemarin.

Saat Roy berkelit, KPK sedang memantau kasus ini. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang berkata, KPK akan mempelajari terlebih dahulu apakah tudingan Roy belum mengembalikan aset BMN kepada Kemenpora benar terjadi atau tidak.

“Harus dipelajari lebih dahulu ini, harus hati-hati,” kata Saut, kemarin.

Saut menjelaskan, ada 7 jenis kejahatan tindak pidana korupsi yang diatur di Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Salah satunya adalah penggelapan dalam jabatan. Soal penggelapan ini diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 10 Undang-undang Nomoer 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (PDF)

Tudingan penggelapan dalam jabatan adalah dugaan korupsi yang mungkin terkait dengan konteks kasus Roy. Namun, kata Saut, KPK tidak bisa serta merta langsung mengatakan bahwa politikus Demokrat itu melakukan penggelapan dalam jabatan.

“Apakah Kementerian paham betul itu barang milik negara, dan apakah tercatat? Sebab Barang milik negara harus tercatat. Kalau tidak tercatat bagaimana bisa? Jadi harus hati-hati,” kata Saut.

Dihubungi terpisah, Karopenmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyatakan Polri belum bisa bertindak dan mengkualifikasi tindakan Roy sebagai tindakan penggelapan aset negara.

“Ada mekanisme gelar perkara untuk menentukan apakah ada perbuatan melawan hukum atau tidak (penggelapan BMN),” kata Dedi saat dihubungi reporter Tirto.

Dedi menyatakan kepolisian baru bisa mengusut kasus itu jika sudah ada laporan dari Biro Hukum Kemenpora ke Bareskrim Polri. Apabila sudah ada laporan, maka gelar perkara bisa dilakukan. “Kita tunggu saja (laporan ke Bareskrim),” kata dia.

Baca juga artikel terkait DUGAAN PENGGELAPAN ASET atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi, Mohammad Bernie & Adi Briantika
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih