tirto.id - Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengaku memiliki tiga strategi untuk menghindari atau menutup celah terjadinya korupsi dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) ke masyarakat.
Korupsi bansos memang pernah terjadi saat Juliari Batubara menjadi Mensos. Dia terkena tangkap tangan beserta pejabat Kemensos dan pihak swasta lainnya. Adapun modus yang dilakukan oleh para pelaku adalah dengan meminta fee sebesar Rp10 ribu dari total harga paket sembako Rp300 ribu untuk setiap warga Jabodetabek.
Baik Juliari maupun Tri Rismaharini diketahui sama-sama merupakan politikus PDIP.
Agar tidak terjadi korupsi bansos, langkah pertama yang dilakukan Risma yaitu melakukan sinkronisasi dan pemadanan data dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Maka itu, beberapa waktu lalu saya memutuskan untuk menidurkan lebih dari 21 juta data. Karena di dalamnya ada data ganda. Pemadanan dengan NIK untuk memastikan ketepatan sasaran penyaluran bansos,” kata Risma di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (26/7/2021).
Langkah kedua, Kemensos melakukan perbaikan mekanisme penyaluran. Dalam penyaluran bantuan sosial yang sudah ada, yakni Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT)/Kartu Sembako, dan Bantuan Sosial Tunai (BST), disalurkan melalui mekanisme non-tunai.
Untuk PKH, dan BPNT/Kartu Sembako penyaluran bantuan melalui Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) langsung ke Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang berada di tangan penerima manfaat. Untuk BST, penyaluran dilakukan melalui PT Pos Indonesia.
“Untuk bantuan beras yang 10 kilogram dari Perum Bulog, disalurkan melalui Perum Bulog. Kemensos hanya menyampaikan data penerima bantuan,” ucapnya.
Terakhir, langkah ketiga, Kemensos akan melibatkan dukungan teknologi berbasis digital. Kemensos telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Fintech Indonesia, untuk menyiapkan aplikasi yang meningkatkan layanan kepada penerima manfaat sekaligus menjadi alat kontrol efektif dalam penggunaan bantuan sosial.
“Nanti dengan aplikasi itu, penerima manfaat tidak harus belanja di E-Warong, tapi bisa ke tempat lain. Selain itu juga bisa untuk memonitor apakah bantuan dibelanjakan sesuai kebutuhan atau di luar itu,” terangnya.
Untuk meringankan beban masyarakat terdampak pandemi, Kemensos menyiapkan sejumlah bantuan. Selain bansos yang eksisting seperti PKH, BPNT/Kartu Sembako, dan BST, Kemensos juga menyalurkan beras sebesar 10 kilogram melalui Perum Bulog untuk 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH, 10 juta KPM BST, dan 8,8 juta KPM BPNT/Kartu Sembako non PKH.
Kemensos juga menyalurkan beras 5 kg untuk 5,9 juta pekerja informal di Jawa-Bali yang penyalurannya melalui dinas sosial. Total volume beras adalah 2.010 ton, dengan 3000 paket beras untuk 122 kabupaten/kota dan 6000 paket untuk enam ibukota provinsi.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Bayu Septianto