Menuju konten utama

Cara Merawat Bayi Kuning: Berjemur Hingga Terapi

Menurut dokter spesialis anak FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Agus Haryanto jika kadar bilirubin terlalu tinggi sementara tidak mendapatkan pengobatan yang tepat, maka dapat memicu kernikterus atau komplikasi parah.

Cara Merawat Bayi Kuning: Berjemur Hingga Terapi
Ilustrasi baby sunbathing. foto/istockphoto

tirto.id - Bayi kuning biasanya akan dihangatkan atau dijemur di pagi hari. Berjemur adalah metode menggunakan sinar matahari pagi untuk mengarahkan kontak kulit guna mensintesis vitamin D dalam tubuh. Menjemur atau menghangatkan bayi di bawah sinar matahari pagi dianggap sebagai tradisi bagi sebagian masyarakat Indonesia.

Banyak orang percaya bahwa menjemur bayi di pagi hari dianggap dapat mengatasi penyakit kuning yang sering dialami oleh bayi baru lahir.

Namun, terlepas dari perspektif soal menjemur bayi itu benar atau tidak, pengobatan penyakit kuning yang dialami beberapa bayi baru lahir seharusnya sesuai dengan indikasi medis. Sebab jika tidak dilakukan dengan benar, dikhawatirkan justru dapat mengancam keselamatan bayi.

Dilansir dari laman UNAIR News bayi kuning atau dalam istilah medis disebut Hiperbilirubinemia merupakan gejala klinis yang sering terjadi pada bayi baru lahir yang berusia satu hingga dua minggu. Atau dalam bahasa awam bayi kuning lebih dikenal dengan istilah bayi yang memiliki kadar bilirubin tinggi.

Menurut dokter spesialis anak FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Agus Haryanto Hiperbilirubinemia yang cukup normal sebenarnya dapat diatasi dengan terapi sinar matahari.

Sebab kegiatan berjemur bagi bayi yang baru lahir sebenarnya bertujuan untuk menghangatkan tubuh dan merangsang bayi kehausan. Ketika bayi haus, maka bayi akan cenderung minum lebih banyak susu.

Protein yang terkandung dalam susu ini lah yang lebih cenderung mengikat bilirubin, sehingga membawanya ke hati dan dikeluarkan melalui feses serta urin. Selama proses itu, dalam beberapa hari kadar bilirubin dalam tubuh akan kembali normal.

"Gejala paling ringan dari Hiperbilirubinemia ditandai dengan kurang minum dan penurunan berat badan lebih dari 10 persen," katanya.

Namun menurutnya jika Hiperbilirubinemia tergolong akut, maka perlu dilakukan terapi foto.

Agus menambahkan, berjemur di bawah sinar matahari bagi bayi yang mengalami masalah kuning akut sebetulnya tidak dianjurkan oleh dokter anak.

Sebab menurutnya bila bilirubin yang dihasilkan dari penguraian sel darah merah dan tidak mudah larut dalam air, maka diperlukan paparan cahaya yang cukup lama dan konstan untuk melarutkan kadar bilirubin yang berlebihan dalam tubuh.

“Jarak matahari jauh, sementara menghangatkan bayi tidak lebih dari 15 menit hingga satu jam. Ini berbeda dengan terapi foto yang memiliki panjang gelombang tertentu sehingga proses terapi mengurangi kadar bilirubin lebih efektif, efisien, dan optimal,” katanya.

Agus menambahkan, meski orang menganggap bayi kuning sebagai hal yang normal, namun tidak semua bayi kuning dianggap normal. Menurut Agus, jika kadar bilirubin terlalu tinggi sementara tidak mendapatkan pengobatan yang tepat, maka dapat memicu kernikterus atau komplikasi parah. Dampak dari komplikasi ini dapat mengganggu sistem saraf otak secara permanen.

Dunia medis menurut Agus mengakui kernikterus sebagai komplikasi parah Hiperbilirubinemia, di mana kadar bilirubin dalam tubuh bayi (bilirubin darah> 20 mg / dl) dapat mengakibatkan gangguan neuron permanen.

Agus menjelaskan, jika bayi diketahui mengalami Hiperbilirubinemia dua tahap disertai demam dan kejang, ada potensi 90 persen dapat menyebabkan kematian. Sementara, jika bayi masih bisa diselamatkan, maka harus menjalani transfusi golongan darah.

"Metode ini dapat membantu bayi bertahan hidup, tetapi ada risiko 10 persen untuk cacat," katanya.

Sayangnya, hingga saat ini belum ada data akurat tentang jumlah kasus Hiperbilirubinemia di Indonesia. Namun Agus meyakini, kasus Hiperbilirubinemia di Indonesia sebagai fenomena gunung es. Sebab hal ini dianggap alami oleh masyaraktat, sehingga bayi dengan Hiperbilirubinemia akut sering kali masih diabaikan.

"Keakuratan diagnosis dan pengobatan Hiperbilirubinemia akan sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan bayi di tahap selanjutnya," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait BAYI atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Agung DH