tirto.id - Menghadapi dan mengasuh anak di masa pandemi COVID-19 adalah tantangan tersendiri. Anak tidak bisa leluasa berkegiatan di luar rumah, sementara orangtua juga musti bekerja dari rumah.
Bagi sejumlah orangtua, kondisi ini berpotensi meningkatkan kadar kecemasan dan tingkat stres.
Psikolog ahli dalam remaja Dr. Lisa Damour dalam tulisannya di laman resmi UNICEF menyarankan, orangtua harus tetap tenang dan proaktif kepada anak-anak terkait dampak yang ditimbulkan dari virus corona.
Peran utama orangtua selama pandemi adalah memastikan anak-anak tetap sehat dan terjaga.
Orangtua juga perlu menjelaskan terkait corona, termasuk apa saja gejala yang timbul jika terinfeksi dan apa bedanya dengan sakit flu biasa. Orangtua juga harus mendorong anak mereka untuk memberitahu jika mereka merasa tidak enak badan atau masih merasa khawatir dengan virus corona.
Orangtua juga perlu meyakinkan mereka bahwa tidak perlu takut tentang virus corona karena bisa disembuhkan.
Psikologi anak sangat berpengaruh terhadap imunitas tubuh. Berpikir positif dan mengurangi stress bisa menghindari dari terpapar Covid-19.
Sebagaimana dikutip dari laman resmi#satgascovid, Praktisi Keluarga dan Anak Dr. Seto Mulyadi, M.Psi memberikan tips bagaimana keluarga terutama anak dan orang tua tetap beraktivitas dan berkreasi dengan riang gembira di masa pandemi Covid-19 ini.
Kak Seto, panggilan akrab Seto Mulyadi, mengatakan orangtua harus membangun suasana rumah menjadi menyenangkan bagi anak.
"Orangtua harus berani berubah lebih tenang, sabar, gembira, dan penuh rasa syukur. Dengan begitu kita memposisikan jadi sahabat anak-anak," kata Seto Mulyadi dalam talkshow "Mengajak Anak-Anak Bergembira di Masa Pandemi" di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19 (Satgas Covid-19) Graha BNPB Jakarta pada Minggu (4/10/2020).
Berikut tips untuk menyiasati perubahan kondisi anak di era pandemi dari Kak Seto:
Pertama, orang tua harus menyadari setiap orang punya daya adaptasi, kemampuan menyesuakan diri. Penyesuaian ini sangat penting terutama dalam menghadapi anak yang biasanya bertemu teman di sekolah.
Kedua, orang tua mengedepankan diskusi dengan anak, bukan instruksi layaknya komandan kepada prajuritnya. Sehingga anak akan menemukan kenyamanan saat di rumah.
Ketiga, tidak memaksakan anak untuk mengikuti seluruh materi pelajaran daring yang diberikan sekolah. Kurikulum sekolah yang diberikan pada siswanya ini masih mengacu pada situasi normal
sehingga dalam pelaksanaan menimbulkan masalah.
Keempat, orang tua perlu mengapresiasi terhadap bakat dan potensi anak, bukan hanya semata-mata fokus pada pelajaran akademik semata. Apresiasi ini bisa menimbulkan tingkat kepercayaan diri pada anak.
"Apresiasi dari orang tua terhadap anak dengan potensi berbeda. Anak ditumbuhkan perasaan bangga terhadap diri sendiri karena ada dukungan keluarga," ungkap Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) itu.
Artikel ini diterbitkan atas kerja sama Tirto.id dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Editor: Agung DH