tirto.id - Massa aksi Gejayan Memanggil tetap berkumpul di jalanan saat hujan deras mengguyur sekitar sejak pukul 14.20 WIB hingga 15.20, Senin (9/3/2020). Mereka memang berkomitmen bertahan di lokasi hingga aksi selesai sekitar pukul 17.00 WIB.
Di tengah hujan, massa dihibur Jessica Ayu, anggota girdband transpuan 'Amuba' dengan lagu 'Buruh Tani' dengan iringan musik remix. Jessica mengenakan setelan pakaian pink semi terbuka menari di atas panggung orasi saat hujan.
Saat menari, salah satu demonstran menyawer dengan dua lembar uang Rp50.000.
Tarian Jessica memantik massa ikut berjingkrak sembari meneriakkan yel-yel 'Rakyat Bersatu Tak Bisa Dikalahkan'.
Seorang orator menyebut, memang ada yang nyiyir saat massa bergoyang dam menyanyi. Padahal, menurutnya, mereka tengah mencari kebahagiaan lewat demonstrasi.
"Mereka lupa [yang nyiyir] bahwa salah satu tujuan politik adalah mencari kebahagiaan," kata dia.
Dalam daftar susunan orasi Aliansi Rakyat Bersatu, ada enam kelompok musik yang tampil di panggung Gejayan Memanggil. Mereka adalah Spoor, Tashoora, Amuba, Rebelian Rose, dan Rara Sekar-Danto, Fuli, Kepal SPI, dan Rebellion Rose.
Gusti, anggota Tashoora, mengatakan ikut hadir bersolidaritas terhadap gerakan rakyat yang bertujuan untuk menggagalkan Omnibus Law.
"Kita punya cara sendiri mengekspresikan penolakan. Yang penting tujuannya sama. Kita lakukan bareng dengan teman-teman," kata Gusti.
Dodok, vokalis Spoor, mengatakan, lokasi demo di Gejayan punya riwayat sejarah. Pada 23 tahun lalu, katanya, Jalan Gejayan, yang kini bernama Jalan Afandi, jadi tempat protes selama tiga hari atas peristiwa Kudeta 27 Juli (Kuda Tuli) berupa penyerbuan kantor PDIP oleh kelompok PDIP dengan ketua Suryadi bentukan Orde Baru.
"Megawati saat jadi presiden malah menganggap Kuda Tuli tidak ada apa-apa. Sekarang di bawah Megawati [PDIP jadi partai penguasa] Omnibus Law masuk pembahasan. Ini tak bisa dibiarkan," kata Dodok.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Abdul Aziz